Balitbangtan: Dolomit Untuk Terapi Tanah
Balitbangtan: Dolomit Untuk Terapi Tanah
Pilarpertanian - Tanah di Indonesia menanggung beban berat karena harus menopang kehidupan populasi penduduk yang mencapai 267 juta jiwa. “Populasi penduduk Indonesia berada pada posisi ke-4 tertinggi di dunia setelah China, India, dan Amerika,” kata kepala Badan Litbang Kementerian Pertanian, Dr. Ir. Fadjry Djufry, pada rangkaian perayaan Hari Tanah Sedunia 3-8 Desember 2020 di Bogor.
Setiap tahun, tanah Indonesia yang menjadi tumpuan sektor pertanian harus menyediakan 33 juta ton beras, 16 juta ton jagung, 2,2 juta ton kedelai, 2,8 juta gula serta 484 ribu ton daging sapi. Di sisi lain, tanah Indonesia yang sebagian besar berada di wilayah tropis memiliki kelemahan yaitu bersifat masam karena mengalami pelapukan lanjut akibat curah hujan yang tinggi. “Banyak tanah yang tergolong tua, tapi kita tidak boleh menyerah karena sains telah berhasil mengatasi hal tersebut,” kata Fadjry.
Ketua Umum Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi), Prof. Muhammad Syakir, sepakat dengan beban berat yang ditanggung tanah di Indonesia. “Tanah kita butuh terapi agar kuat menopang beban populasi,” kata Syakir pada acara talkshow Dolomit untuk Kesehatan dan Provitas Tanah yang digelar Badan Litbang Pertanian di Bogor, Selasa, (8/12) pagi tadi.
Terapi tersebut, menurut Syakir, adalah pemberian dolomit. Cara itu yang konsisten dilakukan oleh negara tetangga seperti Vietnam dan Thailand.
Dolomit, menurut Syakir, merupakan jenis kapur yang didalamnya juga mengandung magnesium alias Mg. Bagi ahli agronomi, magnesium dipahami sebagai inti penyusun klorofil yang bertanggung jawab pada proses fotosintesis yang berhubungan dengan produktivitas tanaman. “Peran Mg mirip dengan Fe pada hemoglobin penyusun darah manusia, bahkan susunan klorofil dan hemoglobin mirip. Bedanya hanya intinya saja,” kata Syakir.
Menurut Syakir, harga dolomit memang lebih tinggi dibanding kalsit yang juga merupakan kapur pertanian. Namun, bukan berarti dolomit tidak memungkinkan menjadi rekomendasi. “Di luar negeri, kapur dolomit menjadi campuran pupuk majemuk NPK yang disubsidi pemerintah sehingga otomatis dipakai petani. Di sana, NPK juga mengandung Ca dan Mg,” kata Syakir.
Di Indonesia, memang pupuk majemuk yang mengandung Ca dan Mg semakin langka. Namun, posisi dolomit dapat disejajarkan dengan pupuk anorganik lain yang mendapat subsidi pemerintah karena perannya di tanah sangat vital,” kata Syakir.
Menurut Syakir, pH di tanah sangat menentukan ketersediaan unsur hara. “Hampir semua unsur hara esensial baru dapat diserap tanaman bila tanah pada kondisi mendekati netral. Pada tanah yang masam, unsur hara bisa saja melimpah di tanah, tetapi tidak dapat diserap tanaman,” kata Syakir.
Menurut Kepala Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian, Dr. Husnain, mengakui peran dolomit di masa depan harus terus ditingkatkan. “Balitbangtan telah menempatkan dolomit sebagai pembenah tanah yang harus terus dipromosikan. Talkshow ini salah satu bentuk upaya Balitbangtan untuk membumikan kembali dolomit,” kata Husnain.
Pada acara talkshow, dolomit yang merupakan salah satu rangkaian Hari Tanah Sedunia 2020 itu 4 pembicara lain Prof. Budi Mulyanto, Ketua Umum HITI; Dr. Ir. Ladiyani R. Widowati, MSc, Kepala Balai Penelitian Tanah; dan Ir. Adhie Widihartho, dari PT Polowijo Gosari; dan Dwi Asmono, PhD dari PT Sampoerna Agro tbk sepakat dolomit merupakan bahan pembenah tanah yang berperan untuk meningkatkan kesehatan dan provitas tanah.
Budi juga menyoroti pentingnya dolomit bagi kesehatan tanah dan produksi pertanian. Sementara Ladiyani menekankan dolomit sebagai pembenah tanah. Adhie memaparkan potensi sumber dolomit yang melimpah, sementara Dwi melukiskan peran dolomit pada praktek di lapangan terutama pada sawit. (Destika Cahyana/ND)