Kisah Petani NTT: Tanam Cabai Mampu Sekolahkan Anak Hingga Lulus Sarjana
Kisah Petani NTT: Tanam Cabai Mampu Sekolahkan Anak Hingga Lulus Sarjana
Pilarpertanian - Kementerian Pertanian mendorong pengembangan kawasan cabai untuk wilayah defisit mendukung swasembada cabai. Salah satunya ada di Kabupaten Kupang, NTT. Jika dilihat dari neraca produksi dan kebutuhannya, Kupang masih defisit aneka cabai mencapai 2.000 ton per tahun. Sementara itu, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo secara tegas menyampaikan komitmennya untuk menjadikan seluruh wilayah tercukupi pasokan hortikultura, terpenting cabai. Dengan demikian, inilah yang menjadi salah satu dasar fokus pemerintah dalam alokasi kawasan cabai.
Pada 2020, NTT mendapatkan alokasi pengembangan kawasan cabai seluas 626 hektare yang tersebar di 19 Kabupaten. Tak hanya itu, NTT juga mendapatkan alokasi pusat seluas 90 hektare, tersebar di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nagekeo dan Belu. Di sisi lain, bantuan yang diberikan ternyata mampu membantu meningkatkan kesejahteraan petani mulai dari kebutuhan pangan hingga sekolah ke jenjang tinggi. Jika berkunjung langsung menemui petani cabai di NTT, tercermin semangat yang luar biasa dalam menjalankan usaha tani cabai.
Kasubdit Aneka Cabai, Dessi Rahmaniar menceritakan kunjungannya ke Kabupaten Kupang. Di tengah kondisi lahan kering, gersang dan berbatu yang merupakan ciri khas lahan Pulau Timor, ia bertemu dengan Jonathan, salah satu petani sehari-hari melakukan budi daya dengan menggantungkan air berasal dari sumur bor. Sumur bor ini dibuatnya sendiri dengan biaya senilai Rp 50 juta.
“Saya membuat sumur bor dengan modal Rp 50 juta. Biaya listrik dari awal tanam hingga panen yang menghabiskan Rp 5 juta dan ini betul-betul modal saya untuk giat menanam cabai,” ujar Jonathan.
Tak hanya itu, hasil usaha tani cabai memang sangat menjanjikan. Salah satu petani lain di Kelurahan Oesao, Kecamatan Kupang Timur, Mama Ana berhasil menyekolahkan 2 dari 5 anaknya hingga lulus sarjana.
“Anak saya ada lima orang dan dua orang sudah lulus sarjana. Semua biayanya dari hasil usaha tani cabai dan sayuran. Lahan saya ada kurang lebih 1 hektare yang selama ini tempat saya menggantungkan hidup,” ujar Mama Ana bangga.
Begitu juga halnya dengan Mama Dina, cerita sukses dari hasil usahatani cabainya selama setahun berhasil mengubah rumah kayu dan rumbai-rumbai menjadi rumah beton yang megah.
“Tahun ini, Mama Dina mendapatkan alokasi APBN untuk pengembangan cabai seluas 2 hektare. Harapannya, dengan bantuan ini semangat usaha taninya semakin tinggi, pendapatannya terus meningkat dan produksi cabainya mampu menyumbang kebutuhan cabai untuk wilayah Kupang dan sekitarnya,” pungkas Dessi.(ND)