Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

07 August 2021

Tata Kelola Dampak Perubahan Iklim untuk Pengembangan Hortikultura

Tata Kelola Dampak Perubahan Iklim untuk Pengembangan Hortikultura
Foto : Tata Kelola Lahan yang Baik Menjadi Kunci Mengatasi Dampak Perubahan Iklim di Indonesia.
07 August 2021

Tata Kelola Dampak Perubahan Iklim untuk Pengembangan Hortikultura

Pilarpertanian - Terjadinya dampak perubahan iklim (global warming) di Indonesia tidak menyurutkan langkah Kementerian Pertanian untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian. Kurang lebih terdapat 267 juta penduduk Indonesia yang membutuhkan pangan setiap harinya, termasuk sayur dan buah. Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menginstruksikan jajarannya untuk terus memberikan pendampingan kepada para petani dan petugas lapang. Kendati masih dalam nuasa PPKM, informasi iklim dalam penerapan budi daya hortikultura perlu terus dijalankan.

Menindaklanjuti arahan tersebut, Direktorat Jenderal Hortikultura melakukan bimbingan teknis bertemakan Penerapan Informasi Iklim untuk Mendorong Budi Daya Hortikultura secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting dan YouTube.

Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto mengatakan bahwa implementasi manajemen iklim turut mendukung dalam suksesnya budi daya pertanian. Informasi iklim merupakan hal yang sangat penting dalam rangka peningkatan produksi dan nilai tambah produk hortikultura.

“Perlunya kombinasi sains, teknologi dan ilmu leluhur untuk mencegah distorsi dalam produksi pangan sehingga produksi pangan tidak terhambat. Prediksi terhadap iklim makro maupun mikro serta penentuan jadwal tanam yang tepat untuk menentukan langkah adaptasi dan mitigasi yang lebih dini dalam penanganan dampak perubahan iklim menjadi hal yang konkret terhadap upaya real menjaga produksi di kampung hortikultura,” terangnya.

Selanjutnya Direktur Perlindungan Hortikultura, Inti Pertiwi menyampaikan bahwa dibutuhkan langkah-langkah konkret dalam menangani dampak perubahan iklim di Indonesia.

“Kita membutuhkan strategi dalam menyikapi perubahan iklim dengan cara antisipasi, adaptasi dan mitigasi. Dalam hal ini, pemanfaatan informasi iklim sebagai langkah adaptasi dengan menerapkan perencanaan budi daya tanaman dan penentuan jadwal tanam. Kita juga perlu waspada terhadap iklim ekstrim yang menyebabkan kebanjiran dan kekeringan. Selain itu, perlu memperhatikan penggunaan teknologi tepat guna dalam meningkatkan produksi dan produktivitas hortikultura misalnya varietas tahan cekaman kering/basah, irigasi dan naungan,” paparnya.

Teknologi Naungan dan Irigasi di Dataran Medium

Adaptasi lingkungan yang ideal di dataran medium membutuhkan teknologi untuk memanipulasi iklim mikro (suhu, kelembaban, radiasi dan air tanah) sehingga menyediakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman hortikultura.

Guru Besar Klimatologi Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran, mengatakan bahwa untuk melakukan adaptasi perubahan iklim dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti mengurangi suhu dan radiasi matahari serta meningkatkan kelembaban dan kadar air tanah dengan menggunakan teknologi naungan, irigasi mikro (fog/mist irrigation) dan mulsa.

“Selain itu pertanian membutuhkan teknologi Smart Farming untuk membantu kegiatan budi daya dan mengurangi biaya produksi. Penerapan menggunakan teknologi otomasi digital (Iot) dan kecerdasan buatan (AI) misalnya sensor fisik dan iklim mikro untuk mengukur kondisi fisik dan lingkungan tanaman,” tuturnya.

Implementasi Pemanfaatan Informasi Iklim

Informasi iklim sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan budi daya hortikultura. Keragaman pola curah hujan di Indonesia menjelaskan pentingnya mengetahui informasi iklim. Beberapa pola curah hujan yang dikenal antara lain yaitu bimodal, local, monsunal dan multipattern.

“Pola curah hujan monsunal artinya memiliki satu kali periode basah dan satu kali periode kering, dengan perbedaan jumlah hujan yang jelas antara periode basah dengan periode kering. Misalnya di Kabupaten Brebes terjadinya bulan terbasah umumnya pada November/Januari dan bulan terkering umumnya pada Agustus/September, juga memiliki curah hujan tahunan berkisar antara 2.049-3.445 mm/tahun,” terang peneliti Ahli Madya Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Aris Pramudia.

Melihat pola curah hujan yang berbeda-beda pada tiap daerah, lanjutnya, maka dilakukan penyesuaian potensi dan pola tanam pada daerah masing-masing. Dirinya bercerita bahwa petani di Kabupaten Brebes mayoritas melakukan awal penanaman pada bulan April – Mei dan Oktober – November. Selain pengaruh iklim, penanaman bawang merah di Kab. Brebes juga dipengaruhi oleh kepemilikan lahan, misalnya untuk lahan sewa maka penanaman dilakukan pada bulan Februari – Mei.(ND)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *