Menggenjot Produksi Bawang Putih
Menggenjot Produksi Bawang Putih
Pilarpertanian - Pilar – Mencermati ketergantungan impor bawang putih tinggi serta memperhatikan potensi lahan yang sesuai bawang putih sangat luas, maka diterbitkan kebijakan untuk menggenjot produksi bawang putih. Kebijakan tersebut menargetkan 2 hingga 3 tahun kedepan swasembada.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Untuk mencapai swasembada ditargetkan tahun 2021, diperlukan luas tanam sekitar 65 ribu hektar dan 14 ribu hektar untuk pembibitan,” Demikian disampaikan Prihasto Setyanto Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Diretorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, di Jakarta, Rabu (11/4/2018).
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Lebih lanjut Prihasto mengatakan mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian 38 taun 2017 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH), disebutkan bahwa impor harus diintegrasikan dengan pengembangan komoditas dalam negeri. Selanjutnya pada Permentan tersebut diatur pelaku usaha yang melakukan impor bawang putih wajib melakukan penanaman bawang putih di dalam negeri.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Luas penanaman bawang putih sebesar 5 persen dari volume permohonan per tahun dihitung berdasar produktivitas 6 ton perhektar. Penanaman paling lama satu tahun setelah RIPH terbit dan lokasi tanam diutamakan pada lahan baru.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Realisasi tanam wajib dilaporkan kepada Ditjen Hortikultura dengan diketahui oleh Kepala Dinas kabupaten/kota yang menangani bidang pertanian, di lokasi penanaman,” terangnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Prihasto menjelaskan ketentuan wajib tanam 5 persen ini guna mendukung percepatan swasembada, dimaksudkan agar usahanya berkelanjutan dan Importir agar sejak dini sudah bisa mengembangkan bawang putih sendiri atau bermitra dengan petani.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Sehingga nantinya tidak akan kesulitan mencari barang bila sudah swasembada dan impor distop,” paparnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Prihasto menekankan tidak ada kendala dengan lahan. Alasanya, karena potensinya tersedia luas dan kami bersama dinas pertanian siap mendampingi mencari lahan yang sesuai, seperti di Solok Selatan, Cianjur, Garut, Bandung, Tasikmalaya, Tegal, Temanggung, Magelang, Karanganyar, Bima, Lombok Timur, Banyuwangi, Minahasa, dan lainnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Setelah memperoleh rencana lokasi tanam pun kami verifikasi chek lapang dan setelah tanam pun kami monitoring realisasinya,” ujarnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Sementar terkait benih, kata Prihasto, benih bisa membeli dari benih lokal maupun impor. Benih lokal diperoleh dari hasil panen dan melalui proses patah dormansi. Sedangkan benih impor disarankan berasal dari Taiwan, Mesir dan India yang telah diuji kesesuaiannya dan dicoba ditanam di Indonesia dan bisa berhasil tumbuh umbinya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Bagi importir yang melanggar ketentuan tersebut, dikenakan sanksi misalnya tidak diberikan RIPH pada tahun berikutnya dan sebagainya. Bentuk sanksi berbeda sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan. Jenis sanksinya sudah tertuang dalam peraturan tersebut,” ujarnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Untuk pasokan bawang putih saat ini, Prihasto menjelaskan untuk RIPH 2018, Kementan telah menerbitkan RIPH total 533 ribu ton. Ini lebih dari cukup, mengingat kebutuhan semester-I sekitar 250 ribu ton.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Berharap proses impornya lebih cepat, sehingga segera memasok ke pasar,” pungkasnya.(RS).