Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

23 May 2018

Embung Sebagai Kearifan Lokal Bagi Petani Lombok

Embung Sebagai Kearifan Lokal Bagi Petani Lombok
23 May 2018

Embung Sebagai Kearifan Lokal Bagi Petani Lombok

Pilarpertanian - Pilar – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi paling kering di Indonesia. Upaya keras dari pemerintah dan masyarakatnya sangat penting untuk menyikapu iklim yg kurang bersahabat tersebut. Usaha itu terlihat, ketika teknologi gogo rancah diadopsi beberapa dekade lalu, disusul dengan pembangunan bendungan dan infrastruktur air lain, membuat produksi pangan terus meningkat.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kini, pada era Upsus sejak 2015, produksi beras meningkat terus sehingga menjadikan provinsi NTB lumbung padi, jagung dan kedelai.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kemampuan NTB sebagai lumbung pangan nasional terlihat dari kemampuan serapan gabah nasional menduduki urutan lima, jauh meninggalkan Lampung di urutan enam. Bahkan terakhir selisihnya dengan urutan Jateng yang nomor empat semakin kecil.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kabid PSP Dinas Pertanian Lombok Timur, Ir. Sahri menyatakan bahwa embung merupakan kearifan lokal masyarakat Sasak. Keberhasilan itu juga merupakan hasil interaksi faktor kultural yang mampu mengptimalkan faktor pedologis dan klimatologis.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Menurut Mastur, PhD kultur masyarakat sasak yang dekat dengan Bali dan Jawa, sebagai masyarakat ahli bersawah mampu mengatasi kendala klimatologis iklim kering dengan memanfaatkan karakteristik tanah grumusol berpermeabilitas sangat lambat membuat embung.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kalau masyarakat Bali punya Subak, maka masyarakat Lombok jagonya Embung. Embung di Kecamatan Jerowaru 1400an, Kecamatan Keruak 200an, “ujar Pak Karmin, Kepala Unit Penyuluhan dan Pertanian (UPP) Jerowaru. Penyuluh setempat mengataksn untuk dua hektar lahan perlu dibuat embung minimal 0.2 ha atau sepuluh persen.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Embung tradisional di Lombok memiliki kelembagaan berbasis keluarga karena awal pembuatannya berasal dari satu keluarga di masa lalu. Karena telah diturunkan ke anak cucu, maka sekarang dikelola bersama secara gotong royong oleh keluarga.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Hal ini berbeda kelembagaannya bila kita membangun embung untuk dipakai bersama pada lokasi yang disepakati bersama.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Saat ini, memasuki musim kemarau, embung-embung membantu petani menyediakan air untuk padi sawah, palawija, tembakau, dan tanaman lain. Air tersebut berasal dari hujan dan air permukaan dari lahan yang lebih tinggi.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kearifan lokal petani menanami pinggiran embung dengan bambu untuk memperkuat pinggiran dan menekan evaporasi. Bila tidak ada embung, penanaman padi sekali setahun. Dengan embung padi dapat ditanam dua kali diikuti tanaman lain. Embung juga dipakai untuk memelihara ikan, dan berbagai keperluan keluarga sehingga memiliki banyak manfaat.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Menurut Mastur, PhD kelemahan embung tradisional adalah saluran air masuk menuju embung yang belum dilengkapi dengan kolam pengendap lumpur. Akibatnya secara berkala embung harus dikeruk karena makin dangkal. Ini memerlukan tenaga dan biaya besar. Selain itu, masih adanya kehilangan air karena saluran pembagi masih asli dari tanah. (MS)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *