Kementan Adakan Bimtek Model Penerapan Smart Farming, Genjot Produksi Kedelai Lokal
Kementan Adakan Bimtek Model Penerapan Smart Farming, Genjot Produksi Kedelai Lokal
Pilarpertanian - Kementerian Pertanian mengadakan bimbingan teknis Model Penerapan Smart Farming di Sulawesi Selatan untuk genjot produksi kedelai lokal sebagai substitusi impor. Smart farming ialah penggunaan platform yang dikonektivitaskan dengan perangkat teknologi, dalam mengumpulkan informasi yang diperoleh dari lapangan dari perangkat yang di tanamkan pada lahan pertanian yang dilakukan secara daring.
Retno Sri Endah Lestari, Ketua Umum Iswi mengatakan pada tahun 1984 kita mampu berswasembada kedelai tetapi semakin ke sini hasrat petani kedelai menurun, dikarenakan harga jual kedelai, dan membuat petani kedelai tidak lagi bersemangat. Dengan penerapan smart farming kita dapat menstimulasi petani muda untuk lebih bersemangat untuk menanam kedelai karena dapat dimonitor di mana saja melalui teknologi yang sudah ada, tidak perlu lagi berjibaku di lahan, di bawah terik dan berlumpur. ”Kita ketahui di mana kedelai lokal lebih bergizi dan kualitasnya tidak kalah dengan kedelai import bahkan memiliki nilai plus di banding kedelai import,” Jelas Retno Sri Endah Lestari.
Di tempat yang sama, Salengke, Dekan Fakultas Pertanian Univ Hasanuddin mewakili Rektor Universitas Hasanuddin menyampaikan bahwa tantangan yang ada sekarang dalam peningkatan produktivitas petani menyangkut pengairan, lahan, pemanasan global dan perubahan iklim, penduduk / SDM petani juga mempunyai tantangan untuk mencukupi kebutuhan rakyat di Indonesia, ”Maka dari itu dengan adanya pemaparan mengenai smart farming diharap dapat meningkatkan hasil panen dari kedelai atau produk pertanian lainnya,” Ucap Salangke.
Melalui virtual, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menyampaikan, Indonesia saat ini masih impor kedelai segar 2,6 juta ton untuk tahu tempe. Ini yang menurutnya harus dikurangi dengan penyediaan kedelai dalam negeri. Sebagai informasi, target tanam kedelai seluas 325 ribu ha. Diperkirakan nantinya akan ada capaian produksi 500 ribu ton dengan produktivitas lebih dari 1,5 ton per hektar. Realisasi sampai dengan hari ini sudah kontrak benih 52 ribu ha dan realisasi luas tanam 27.592 ha dari total kegiatan 52 ribu ha dan sisanya akan ditanam hingga Desember 2022. Tersebar di Jabar, Jatim, Sulbar, Jateng, DIY, Jambi, Sumsel, NTT, Sulteng, Sulsel dan Gorontalo. Dengan adanya smart farming, di harap dapat membantu realisasi penanaman dan panen kedelai di Indonesia. “Menurut saya, menanam kedelai bukanlah hal yang sulit dilakukan apalagi diimbangi dengan program smart farming ini, saya juga berharap agar masyarakat mengutamakan membeli kedelai lokal terlebih dahulu dari pada membeli kedelai impor,” ujar Suwandi.
Ditempat yang sama, Bambang Kesowo, Anggota Dewan Pengarah BRIN Menteri Sekretaris Negara, Kabinet Gotong Royong 2001 – 2004, 1 hal dari sisi non teknis tetapi sering diabaikan mencapai tujuan yang ingin kita wujudkan, tantangan di depan yang sering diabaikan yaitu sisi perubahan iklim dan cuaca ekstrim terhadap penyusutan lahan dan produktivitas petani, di tahun 2030 kemungkinan penduduk di Indonesia akan mencapai 300 juta penduduk, akan lebih baik betul-betul memanfaatkan macam-macam pengembangan yang sudah disediakan oleh pemerintah untuk menyetarakan produk pangan dan jumlah masyarakat, “Saya harap juga masyakarat jangan cepat menafsirkan riset yang sudah ada, agar dapat lebih menerima secara positif, agar inovasi-inovasi ke depan tidak menjadi sia sia,” terang Bambang.
Atris Suyantohadi, Dosen Peneliti FTP UGM Kaprodi S3 Dep. TIP, FTP UGM & Tim Ahli POKJA Kedelai Nasional, kedelai di tanah air ini mengalami penurunan secara tajam, harus mengoptimalkan potensi lahan yang sebenarnya luar biasa, dan juga harus mendompleng kualitas kedelai dari hulu hingga hilir agar dapat masuk market global, ”Kita bisa menjadikan kedelai lokal nusantara terbaik di dunia dengan dapat beradaptasi dengan mengikuti perkembangan zaman,” Jelas Atri Suyantohadi.
Senada dengan Atris, Made Astawan Guru Besar Dep.Ilmu & Tkn Pangan IPB University, Ketua Umum Forum Tempe Indonesia menyampaikan kesepadanan kedelai lokal dan impor, menurut data BPS, kajian konsumsi bahan pokok tahun 2017 kedelai lokal ada 538.710 ton sedangkan impor 2.564.765 ton, perlu diketahui bahwa kedelai lokal tidak kalah dengan import, sesuai riset protein kedelai lokal itu terhitung lebih besar dibanding kedelai impor, lemaknya pun lebih rendah sehingga dapat memperpanjang waktu penyimpanan, “Maka dari itu, dari sosialisasi mengenai kedelai ini dapat menyadarkan bahwa kedelai lokal mempunyai banyak kelebihan dibanding kedelai impor, dan kita dapat membuat hasil olahan kedelai lebih banyak varian lagi, agar makin banyak permintaan kedelai lokal” tutup Made Astawan.(ND)