Tunjukkan Kualitas Mesin Pasca Panen, Kementan Lakukan Survei Susut Hasil
Tunjukkan Kualitas Mesin Pasca Panen, Kementan Lakukan Survei Susut Hasil
Pilarpertanian - Mekanisasi pertanian merupakan salah satu komponen penting untuk pertanian modern dalam mencapai target swasembada pangan berkelanjutan. Inovasi dan pemanfaatannya oleh petani perlu terus didorong. Pengembangan pertanian tidak dapat dipisahkan dari teknologi mekanisasi pertanian. Kehadiran mesin pertanian diperuntukkan sebagai solusi atas langkanya tenaga kerja serta tingginya upah tenaga kerja. Terkait itu, Kementan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melakukan survei susut hasil untuk memberikan informasi tingkat kontribusi dari bantuan pemerintah khususnya pada alsintan panen.
Gatut Sumbogodjati, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, menyampaikan pengukuran losses pada proses pasca panen merupakan hal yang penting. Mesin pertanian merupakan solusi atas keterbatasan proses pasca panen manual.
“Pengukuran kehilangan hasil telah dilaksanakan di beberapa wilayah, salah satunya di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Sebelumnya, pengukuran losses panen telah dilaksanakan di Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Jawa Barat, Banten, Lampung dan NTT” ucap Gatut.
Yugo, Koordinator BPP Tanjung Lago menyatakan petani wilayahnya hampir tidak ada yang melakukan proses panen secara manual menggunakan sabit, mayoritas petani melakukan panen padi dengan mesin combine harvester.
“Proses panen manual mengkonsumsi biaya panen yang lebih tinggi dibandingkan dengan panen dengan mesin kombin atau combine harvester. Selain itu, panen secara manual membutuhkan waktu yang lebih lama” ungkap Yugo.
Sementara itu Rika, subkoordinator Diperta Provinsi Sumatera Selatan menyatakan hasil pengukuran losses proses panen padi di kabupaten Banyuasin sangat memuaskan. Mesin panen padi khususnya bantuan pemerintah memiliki kontribusi yang besar terhadap penurunan kehilangan hasil. Kombinasi proses panen manual dan perontokan mekanis memiliki angka losses yang lebih tinggi dibandingkan dengan panen menggunakan combine harvester besar.
“Penurunan angka losses dapat menyelamatkan hasil panen sebesar 0,3 – 0,4 ton/ha atau 1,4 – 1,5 juta rupiah/ha” sebut Rika.
Perlu diketahui, di wilayah Kecamatan Tanjung Lago, upah tenaga kerja manual bisa mencapai 2,5 juta rupiah per ha, sedangkan biaya panen dengan combine berkisar antara Rp 2 juta – Rp 2,3 juta per ha. Biaya panen manual harus ditambah dengan biaya proses perontokan sebelum gabah basah dapat terjual. Biaya perontokan mencapai Rp 100 – Rp 150 per kg atau sekitar 500-700 ribu rupiah per ha.
Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menyebutkan mekanisasi pertanian merupakan salah satu hal yang menjadi fokus Mentan Syahrul Yasin Limpo bahwa pertanian harus maju, mandiri dan modern.
“Sesuai arahan Bapak Menteri Pertanian, Bapak Syahrul Yasin Limpo bahwa kita harus bersiap menghadapi tantangan dan masalah yang ada di depan mata. Kita harus bekerja keras namun juga tetap mengutamakan inovasi dan terobosan-terobosan baru yang efektif dan efisien” tutup Suwandi.(BB)