Tidak Benar Harga Beras Probolinggo Naik Karena Puso
Tidak Benar Harga Beras Probolinggo Naik Karena Puso
Pilarpertanian - Menanggapi pemberitaan di salah satu media, yang mengetengahkan isu kenaikan harga beras di Probolinggo yang melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) diakibatkan oleh gagal panen (Puso), maka hasil konfirmasi dengan Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Prov. Jatim dan Kepala Balai Proteksi TPH Prov. Jatim tidak demikian adanya.
Dalam konteks ini, DPKP Prov. Jawa Timur menguraikan faktor-faktor yang berperan dalam kenaikan harga beras serta menyoroti beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan.
“Tidak benar kenaikan harga beras di Probolinggo karena Puso, kami sampaikan data DPI per 22 Agustus 2023, puso hanya 84 Ha pada komoditas padi, jagung dan kedelai, itu pun diakibatkan oleh kekeringan, sementara untuk OPT tidak ada, seharusnya tidak berpengaruh nyata terhadap ketersediaan beras dan lonjakan harga, memang ada kenaikan harga, tapi penyebabnya bukan karena puso,” kata Kepala DPKP Prov. Jawa Timur, Rudi.
Kenaikan harga beras di Probolinggo lebih disebabkan oleh naiknya biaya produksi. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti kenaikan harga pupuk, bibit dan tenaga kerja. Satu sisi disini petani diuntungkan naiknya harga gabah, satu sisi konsumen juga tertekan dengan naiknya harga beras.
“Tapi yang jelas masyarakat tidak perlu khawatir akan ketersediaan beras di Kabupaten Probolinggo dan sekitarnya. Insya Allah stok beras di Probolinggo dan secara umum di Jawa Timur sangat mencukupi, bahkan kemarin kita telah mengadakan rapat koordinasi penanganan El Nino bersama perwakilan Direktorat lingkup Kementerian Pertanian dan Perwakilan Dinas PU Prov. Jatim serta Kepala Dinas Pertanian Kabupaten seluruh Jawa Timur terdampak El Nino, salah satunya adalah membahas strategi peningkatan produksi serta mengantisipasi dampak El Nino”, ucap Rudi.
“Perlu diketahui bahwa berdasarkan hasil amatan KSA pada periode Januari – September 2023, potensi luas panen padi mencapai 1.475.162 Ha, atau lebih besar 16.305 Ha dengan periode yang sama pada tahun 2022 seluas 1.458.857 Ha. Potensi produksi sebesar 8.280.401 ton GKG, atau lebih besar 128.429 ton GKG dengan periode yang sama pada tahun 2022 sebesar 8.151.973 ton GKG. Dari data tersebut kita simpulkan bahwa stok pangan aman,” tutupnya.
Kepala Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT), Yuris Tiyanto, yang turut memantau isu tersebut, mengatakan bahwa kenaikan harga beras di kota Probolinggo salah satunya disebabkan oleh rantai penjualan yang panjang.
“Perkotaan merupakan wilayah yang didominasi konsumen besar namun tidak ditopang oleh kemampuan produksi. Kebutuhan beras perkotaan dipasok oleh daerah-daerah penghasil beras. Harga di tingkat konsumen menunjukkan bahwa kenaikan disebabkan beberapa variabel. Variabel yang sangat berpengaruh adalah rantai penjualan yang panjang dari produsen ke distributor – agen – pengecer dimana setiap titik memberikan pengaruh signifikan terhadap kenaikan harga yang disebabkan karena tambahan biaya transportasi dan tenaga kerja,” kata Yuris.
Senada dengan Kepala Dinas, Kepala Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Jawa Timur, Puji Sanyata turut buka suara. Pertama, klaim bahwa kenaikan harga beras di Probolinggo disebabkan oleh gagal panen tidak didukung oleh data yang kuat.
Data yang kami miliki per 22 Agustus 2023 menunjukkan bahwa puso di Kabupaten Probolinggo yang diakibatkan kekeringan hanya mencapai 6 hektare karena banjir dan tidak ada puso karena kekeringan maupun serangan OPT. Luas ini sangat kecil dibandingkan dengan luas panen padi di Kabupaten Probolinggo secara keseluruhan, jadi tidak terdapat laporan mengenai serangan hama puso yang dapat secara signifikan mempengaruhi ketersediaan beras. Meskipun ada sejumlah lahan yang terkena dampak puso namun tidak dianggap sebagai faktor utama dalam kenaikan harga,” tutup Puji.
Dalam konteks ini, penting bagi masyarakat dan pihak terkait untuk memahami bahwa lonjakan harga beras di Probolinggo dipengaruhi oleh sejumlah faktor kompleks. Rantai pasokan yang panjang, musim kemarau dan biaya produksi yang tinggi semuanya memainkan peran dalam tren kenaikan harga ini. Memahami faktor-faktor ini dapat membantu dalam merumuskan solusi yang lebih holistik untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras di pasar.(PW)