Ketua KTNA : Pemerintah Segera Turun Tangan, Mencegah Jatuhnya Harga Gabah Petani
Ketua KTNA : Pemerintah Segera Turun Tangan, Mencegah Jatuhnya Harga Gabah Petani
Pilarpertanian - Pilar Pertanian – Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional Winarno Tohir minta agar pemerintah segera turun tangan untuk mencegah terus jatuhnya harga gabah petani. Harga gabah di beberapa daerah sentra produksi padi sudah berada dibawah HPP (Harga Pembelian Pemerintah), jelas Winarno Tohir ketika berbincang-bincang dengan Pilar di Kantor KTNA, Pasar Minggu, Jakarta, Senin (13/2/2017).
Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman dalam Rapat Koordinasi (Rakor) di Kantor Menko Perekonomian, Rabu (1/2/2017) mengatakan stok beras sepanjang 2017 aman. Pasalnya, produksi beras saat ini ada peningkatan di beberapa daerah.
Kendati demikian, melimpahnya stok beras tersebut membuat harga pembelian gabah kering ditingkat petani mengalami penurunan. Hal ini dikhawatirkan akan merugikan petani di Indonesia, tegasnya.
Menurutnya ada tujuh daerah atau kabupaten yang harga gabah keringnya berada di bawah Harga Pembelian Pemerintah (HPP) atau dibawah Rp4.600. Tujuh daerah tersebut adalah Purworejo harga gabah per 31 Januari 2017 mencapai Rp3.300, Jepara Rp3.400, Kendal Rp3.600, Banjarnegara Rp3.500, Grobogan Rp3.500, Rembang Rp3.500, dan Tuban Rp3.700.
Sementara menurut Winarno, harga gabah dibawah HPP bisa terjadi karena saat ini mulai panen raya, sedangkan musim hujan masih terjadi, sehigga petani mengalami kesulitan untuk mengeringkan gabahnya, sementara gudang Bulog di sentra-sentra produksi penuh. Oleh sebab itu, pemerintah harus segera turun tangan membantu keadaan ini agar tidak mengecewakan petani yang sedang bersemangat meningkatkan produksi padi”, tegasnya.
“Perum Bulog yang mendapat tugas dari pemerintah melalui Instruksi Presiden (Inpres) untuk menyerap gabah petani sesuai HPP harus segera mengambil langkah konkrit seperti memindahkan beras dari gudang-gudang Bulog yang penuh tersebut ke daerah lain yang masih kekurangan beras serta memperbanyak satgas pembelian gabah (Sergab) petani”, ujarnya.
Pihak Bulog sambungnya juga dapat bekerjasama dengan BUMN lain yang mempunyai alat pengering seperti PT.Pertani dan pihak swasta dalam upaya mencegah dan mengantisipasi jatuhnya harga gabah petani dibawah HPP.
Alternatif lain kata Winarno, pemerintah bisa menyediaan alat pengering gabah bagi petani. Tapi hal ini bukan tanggung jawab Kementan. Namun dapat dilakukan oleh Kementerian Perindustrian sebagai program pengembangan industri kecil,
Program ini dapat membatu, setelah gabah dikeringkan, petani bisa menyimpan dan menunggu harga baik atau bisa menjual langsung ke Bulog pada saat harga jatuh di bawah HPP. Jadi, gabah atau jagung dikeringkan lebih dahulu, baru ambil keputusan, apa masuk Resi Gudang atau langsung jual ke Bulog. “Ada pilihan bagi petani manakala gabah atau jagungnya sudah dalam keadaan kering”, jelasnya.
Pemerintah kata Winarno mestinya juga harus konsisten untuk melaksanakan Undang-Undang No.18 Tahun 2012 tentang Pangan. Didalam UU tersebut telah diamanatkan kepada pemerintah untuk membentuk Badan Pangan Nasional. Badan ini langsung bertanggung jawab kepada Presiden dalam upaya memperkuat ketahanan pangan nasional, kata Winarno. (RS)