Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

21 September 2020

Metode MHI Inovatif dan Inspiratif, Produksi Padi 12 Ton Per Hektar

Metode MHI Inovatif dan Inspiratif, Produksi Padi 12 Ton Per Hektar
Foto : Metode Hayati Indonesia Sebagai Teknik Budi Daya Padi Ramah Lingkungan Diterapkan oleh Petani di Kabupaten Blitar, Jawa Timur.
21 September 2020

Metode MHI Inovatif dan Inspiratif, Produksi Padi 12 Ton Per Hektar

Pilarpertanian - Kabupaten Blitar sebagai sentra pangan di Jawa Timur terus lakukan inovasi untuk mencukupi kebutuhan pangan bagi masyarakatnya. Salah satunya yang sedang gencar dilakukan adalah teknologi MHI atau Metode Hayati Indonesia.

MHI adalah teknik budi daya padi ramah lingkungan, menggunakan input lebih efisien yaitu pupuk organik, pestisida hayati. Hasilnya 12 ton per hektar gabah bebas residu, padi sehat, ke arah organik dan dikonsumsi pun menjadi lebih bagus untuk kesehatan.

MHI yang dikelola di Desa Sragi, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar ini cocok sebagai solusi padi berlahan sempit dengan hasil tinggi, biaya lebih irit, lahan menjadi lebih subur dan income ganda dari ternak. Setyo Budiawan, petani yang mengelola MHI ini menyebut bahwa teknologi ini layak dikembangkan untuk meningkatkan ekonomi pedesaan.

“Proses produksi secara berkelompok, ditata dan dipantau perkembangan sesuai jadwal,” ujar Setyo saat ditemui di Desa Sragi, Senin (21/9/2020).

Limbah sawah jerami dan lainnya diproses untuk pakan ternak sapi dan selanjutnya limbah sapi diproses menjadi kompos pupuk organik ke sawah. Hasilnya, menurut Setyo, penambahan bobot sapi lebih dari 2 kg per hari.

Bupati Blitar, Rijanto mendukung sepenuhnya program MHI ini. Pasalnya, sangat praktis atau sangat mudah sehingga menekan banyak biaya produksi, alhasil petani memperoleh banyak keuntungan.

“Teman-teman semua tidak perlu ngarit golek suket, wis ra jaman. Saya berharap program ini bisa menekan biaya produksi usaha tani, meningkatkan hasil dan kualitas produksi usaha tani, memperbaiki ekosistem alam di wilayah perdesaan, serta menarik tamu dari luar desa untuk meningkatkan devisa perdesaan,” beber Rijanto.

Perlu diketahui, siklus teknologi terpadu MHI melakukan perekayasaan teknologi menunjang program 100% bebas pestisida kimia dengan memanfaatkan refugia dan model hotel serangga. Kemudian limbah pertanian seperti jerami bonggol jagung diolah menjadi pakan ternak. Peternakan ruminansia dikondisikan bebas merumput dan bebas bau.

Dari peternakan tersebut, limbah kotoran hewan diolah jadi teknologi asam humat, sedangkan limbah urin diolah untuk pestisida nabati tanaman pangan, buah dan sayuran. Ampas dari pestisida nabati ini bisa dimanfaatkan lagi untuk menjadi maggot sebagai pakan unggas dan ikan.

Kepala Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Kabupaten Blitar, Wawan Widianto, menyebutkan bahwa Dinas sangat mendukung program ini dan selalu melakukan pendampingan. “Kami berharap Kementerian Pertanian bisa mengenalkan teknologi ini sehingga bisa direplikasi di wilayah lain,” ujarnya.

Secara perhitungan, usaha tani Padi 12 ton MHI per 1.000 m² per musim memerlukan modal total (tenaga kerja dihitung) Rp 1,9 juta, dengan asumsi harga Jawa Timur Rp 4.200/kg, maka total omzet yang didapat Rp 4,8 juta – Rp 5,1 juta /1.000 m²/musim. Keuntungan yang didapat Rp 2,8 juta – Rp 3,1 juta /1.000 m²/musim.

Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi mengatakan bahwa pola ini sudah mengenal ke pertanian organik, pola padi sehat dan bebas residu. Hasilnya otomatis beras sehat karena unsur-unsur pestisida sudah tidak ada karena pakai pestisida hayati.

“Dalam mewujudkan kemandirian pangan, Kementan juga sangat mendukung petani dalam melakukan metode pertanian integrated farming dengan zero waste yang artinya penggunaan eksternal input diminimalisir, apa yang ada di dalam institusinya bisa diputar agar efisien di sisi input,” jelas Suwandi.

Ia menambahkan, Kementan sangat serius mendorong pengembangan pola integrated farming ini melalui pemberian bantuan KUR, bantuan bibit dan sarana produksinya lainnya. Pola ini menjadi model untuk dikembangkan di berbagai daerah dalam mengakselerasi terbangunnya ketahanan pangan nasional.

“Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo memiliki kebijakan percepatan peningkatan produksi dan kesejahteraan petani namun tetap memperhatikan faktor daya dukung lingkungan dan sosial agar pengelolaan pertanian bisa berkelanjutan. Dengan demikian, dalam menghadapi tantangan apapun, sektor pertanian tetap tangguh menopang perekonomian nasional,” tegas Suwandi.(ND)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *