Memaksimalkan Pangan Lokal
Memaksimalkan Pangan Lokal
Pilarpertanian - Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nasional merayakan hari ulang tahunnya (HUT) ke-49 pada 23 September 2020.
Menurut Ketua Umum KTNA, Winarno Tohir, HUT KTNA kali ini cukup memperhatikan karena diadakan ditengah pandemi Covid-19, sehingga acara puncak yang direncanakan diadakan di Samarinda, Kalimantan Timur harus dilakukan secara daring/online atau webinar.
Kegiatan lainnya untuk mengisi HUT ke 49 juga dilakukan melalui video conference. Namun, semangat dan komitmen KTNA dari tingkat pusat hingga pelosok-pelosok daerah untuk memajukan pertanian, perikanan dan kehutanan tidak akan berkurang. Para petani, nelayan dan petani hutan tetap melakukan aktivitas usaha taninya terutama untuk menghasilkan produk pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Winarno melalui keterangan persnya mengatakan pada HUT ke 49 ini, KTNA mengangkat tema “Memaksimalkan Pangan Lokal”. Oleh sebab itu, lanjut Winarno, KTNA bersama dengan pemerintah pusat (Kementerian Pertanian) dan pemerintah daerah akan menggerakkan dan mengembangkan pangan lokal berdasarkan pertimbangan :
Pertama, akibat pandemi Covid-19, Badan Pangan dan Pertanian Dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) beberapa bulan yang lalu telah memperingatkan akan terjadinya krisis pangan dunia.
Kedua, pemerintah melalui Kementerian Pertanian telah melakukan langkah strategis untuk meningkatkan produksi pangan supaya tersedia bagi 267 juta rakyat Indonesia.
Salah satu langkah strategis yang sedang dilakukan oleh Kementan adalah program peningkatan produk pangan lokal untuk mendukung gerakan diversifikasi pangan non beras.
Ketiga, Indonesia kaya dengan sumber daya hayati dan mempunyai bahan pangan yang cukup banyak, karena dimana pun ada tanaman lokal yang tumbuh subur. Di desa-desa dan pedalaman, leluhur kita sudah mengajarkan bercocok tanam atau memilih tanaman di hutan yang bermanfaat untuk kehidupan.
Saat ini, Indonesia memiliki 77 jenis pangan sumber karbohidrat, 75 jenis pangan sumber protein, 110 jenis rempah dan bumbu, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 26 jenis kacang-kacangan, dan 40 jenis bahan minuman.
Sementara itu, masih banyak desa, terutama di kawasan timur, yang masih terbiasa memakan jagung, ubi jalar, atau sagu sebagai makanan pokok sehari-hari, dan hidup pun sehat, kuat, cerdas.
Mereka tidak harus makan beras/nasi atau gandum. Selain itu, karbohidrat lainnya pun bisa diperoleh dari buah-buahan, sayuran hijau, dan kacang-kacangan, sehingga bahan pokok tak perlu didatangkan dari luar, apalagi impor.
Hal ini sesuai dengan moto pencanangan nasional gerakan diversifikasi pangan “Sehat Dengan Pangan Lokal dan Kenyang Tidak Harus Nasi”. Gerakan ini mengajak semua pihak untuk mulai mengkonsumsi pangan-pangan lokal selain bersumber dari beras dan gandum.
Melalui gerakan ini, dalam lima tahun ke depan, Kementan menargetkan penurunan konsumsi beras nasional sebesar 7 persen. Khusus tahun 2020, rata-rata konsumsi beras ditargetkan turun ke posisi 92,9 per kg per kapita per tahun dari posisi tahun lalu sebesar 94,9 per kg per kapita per tahun. Hingga tahun 2024 mendatang, ditargetkan konsumsi sudah turun 7 persen ke posisi 85 per kg per kapita per tahun.
Berdasarkan pertimbangan tersebut, KTNA bekerjasama dengan pemerintah pusat (Kementan) dan pemerintah daerah akan memaksimalkan pangan lokal. Upaya ini akan dilakukan melalui bimbingan dan pelatihan perbaikan budi daya dan penanganan pasca panen pangan lokal kepada petani sesuai potensi daerah oleh penyuluh PNS dan penyuluh swadaya dari KTNA di BPP atau Kostratani. Dan melalui pengolahan yang baik dan benar, maka berbagai jenis olahan pangan lokal seperti ubi jalar, ubi kayu, jagung, sagu, dan lain-lain akan lebih menarik dan bergizi.
POTENSI BEBERAPA PANGAN LOKAL :
1.Potensi Sorgum
Sorgum adalah tanaman dari keluarga rumput-rumputan, masih satu keluarga dengan padi, jagung dan gandum. Asal tanaman sorgum diperkirakan dari daerah tropis Afrika. Namun, tanaman ini telah beradaptasi sehingga bisa tumbuh di berbagai kondisi iklim mulai dari tropis, sub tropis hingga daerah gurun yang gersang. Negara penghasil utamanya antara lain Amerika Serikat, Nigeria, Mexico dan India.
Tanaman sorgum telah lama dikenal di Indonesia dan dengan penyebutan berbeda untuk setiap daerah. Selama ini, pengembangan sorgum kurang mendapat perhatian oleh pemerintah sehingga sudah jarang ditemui di lahan petani. Bahkan, dalam data statistik di tingkat daerah maupun pusat, komoditas sorgum sudah tidak dijumpai karena keberadaan tanaman ini sudah mulai langka di lapangan.
Pemanfaatan biji sorgum di masyarakat masih sebatas untuk pangan olahan tradisional. Namun dengan adanya program diversifikasi pangan dari Kementerian Pertanian, pengembangan sorgum diharapkan mendapat perhatian yang lebih baik, karena komoditas ini mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan berbagai produk pangan olahan maupun pakan dan bahan baku industri.
Sorgum lebih sesuai ditanam di daerah yang bersuhu panas, lebih dari 200C dan udaranya kering. Oleh karena itu, daerah adaptasi terbaik bagi sorgum adalah dataran rendah, dengan ketinggian antara 1-500 m dpl. Daerah yang selalu berkabut dan intensitas radiasi matahari yang rendah tidak menguntungkan bagi tanaman sorgum. Pada ketinggian lebih 500 mdpl, umur panen sorgum menjadi lebih panjang.
2.Potensi Sagu
Sagu adalah tepung atau olahan yang diperoleh dari pemrosesan teras batang rumbia atau “pohon sagu” (Metroxylon sagu Rottb.). Tepung sagu memiliki karakteristik fisik yang mirip dengan tepung tapioca.
Indonesia memiliki potensi tanaman sagu terbesar di dunia. Lebih dari 85% total areal sagu dunia atau seluas 5,5 juta hektar berada di Indonesia terutama di Papua dan Papua Barat. Kedua provinsi ini merupakan daerah yang paling potensial, karena hanya perlu melakukan pemanenan dan penataan menjadi kebun sagu.
Sebaran sagu di Indonesia yaitu di Maluku 60.000 Ha, Sulawesi 30.000 Ha, Kalimantan 20.000 Ha, Sumatera 30.000 Ha, Kepulauan Riau 20.000 Ha, Kepulauan Mentawai 10.000 Ha, Papua seluas 4.749,424 Ha, dan Papua Barat 510,213 Ha serta daerah lainnya 150.000 Ha.
Wilayah distribusi luasan sagu di Provinsi Papua Barat meliputi distrik Fakfak 34.485 Ha, Kaimana 70.765 Ha, Manokwari 5.868 Ha, Raja Ampat 3.052 Ha, Sorong 148.004 Ha, Sorong Selatan 212.353 Ha, Teluk Bintuni 5.672 Ha, dan Teluk Wondama 5.672 Ha.
Di provinsi Papua, sagu menyebar distik Asmat : 949.959 (20%), Boven Digoel : 42.673 (0,95), Dogiyai : 42.673 (0), Intan Jaya ; 109.725 (1,3%), Jayapura : 74.908 (1,6%), Mappi : 818.178 (17,2%), Mamberamo Raya : 371.504 (7,8%), Merauke : 1.232.151 (25%), Mimika : 382.189 (8,0%), Nabire : 219.362 (4,6%), Nduga : 576 (0,01), Puncak : 59.809 (1,3%), Puncak Jaya : 93.827 (2,0%), Sarmi : 114.321 (3,0%), Tolikara : 25.611 (0,5%), Waropen : 152.509 (3,2%), dan Yahukimo : 51.031 (1,1%).
3.Potensi Jagung
Dari pohon industri tanaman jagung dapat diketahui bahwa tanaman jagung menghasilkan buah/ tongkol jagung, daun jagung dan batang jagung. Selanjutnya dari buah/tongkol jagung dapat dihasilkan 10 jenis produk, yaitu: (1) Pakan ternak; (2) Tepung jagung; (3) Minyak jagung (sintanola); (4) Jagung muda (baby corn); (5) Pop corn (snack); (6) Jagung kaleng (whole corn kernel, sweet corn, corn cream); (7) Grits untuk industri makanan; (8) Kelobot yang dapat digunakan untuk pakan ternak, kompos dan rokok; (9) Tongkol yang dapat digunakan untuk pakan, kompos, bahan bakar, arang, tepung arang dan perosa; dan (10) Batang jagung dapat digunakan untuk membuat pulp, kertas dan bahan bakar.
Dari tepung jagung dapat diturunkan lagi menjadi: (a) Pati jagung (maizena) untuk industri makanan; (b) Dextrin untuk industri farmasi; (c) Bihun jagung; dan (d) Gula jagung untuk industri makanan. Dari pengolahan minyak jagung dihasilkan produk sampingan berupa bungkil untuk pakan ternak. Daun jagung dapat digunakan sebagai hijauan pakan ternak dan kompos.
4.Potensi Ubi Jalar
Ubi jalar adalah salah satu sumber karbohidrat yang juga sangat diminati oleh masyarakat, yang memanfaatkan akarnya yang berbentuk ubi. Berdasarkan sumber di Wikipedia, tanaman ini kabarnya berasal dari Amerika Selatan tropis yang kemudian tersebar dibeberapa benua, namun hal ini juga masih menjadi kontroversi akan asal-usulnya.
Tanaman ini masuk ke Indonesia dan beberapa negara Asia lainnya oleh orang Spanyol, dan oleh orang-orang Asia tidak hanya dimanfaatkan ubinya saja, namun juga daun muda dari tanaman merambat ini sebagai sayuran.
Ubi jalar cocok ditanam mulai dataran rendah hingga dataran tinggi seperti di Papua dapat ditanam pada ketinggian > 1.500 m dpl. Namun sebagian besar ubi jalar ditanam di lahan kering atau lahan tadah hujan setelah tanaman padi.
5.Potensi Ubi Kayu (Singkong)
Singkong (Manihot utilissima atau Manihot esculenta crantz) yang juga dikenal dengan nama Ketela Pohon atau Ubi Kayu adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae.
Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Pada tahun 1914-1918 saat terjadi krisis pangan di Indonesia, singkong mulai menduduki posisi pangan pokok alternatif selain beras dan jagung.
Hingga kini terdapat 8 provinsi sentra produksi singkong (cassava), yaitu: Lampung (Lampung Tengah, Tulang Bawang, Lampung Timur, Lampung Utara, Way Kanan dan Lampung Selatan), Jawa Barat (Bogor, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Garut, Tasikmalaya, Ciamis, Sumedang, Purwakarta), Jawa Tengah (Cilacap, Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, Kebumen, Purwerejo, Boyolali, Wonogiri, Sragen, Karanganyar, Pati, Jepara), DI Yogyakarta (Gunung Kidul), Jawa Timur (Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Kediri, Malang, Bondowoso, Purbalingga, Ngawi, Pasuruan, Tuban, Bangkalan, Pamekasan, Sampang, Sumenep), NTT (Sumba Barat, Kupang, TTS, TTU, BELU, Flores Timur, Sikka, Manggarai), Sulawesi Selatan (Bulukumba, Jeneponto, Gowa, Maros, Tana Toraja, Enrekang) dan Sumatera Utara (Tapanuli Utara, Simalungun, Deli Serdang, Serdang Bedagai, Labuhan Batu, Dairi).
6.Sukun
Sukun adalah sebagai sumber pangan alternative substitusi beras. Di Indonesia, sukun dikenal dengan berbagai nama daerah. Misalnya Sakon (Aceh), Sukun (Jawa, Sunda), Sokon (Madura), Kai (Bali), Karata (Bima), Sumba (Flores), Kuu (Sulawesi) dan Maamu (Timor) (Suseno 1977).
Kandungan karbohidrat dari 100 gram sukun sama dengan 1/3 karbohidrat beras. Apabila buah sukun tersebut diolah menjadi tepung sukun, maka kandungan karbohidratnya menjadi setara dengan beras, hanya jumlah kalorinya yang sedikit lebih rendah. Dibandingkan dengan jenis pangan lainnya seperti jagung, ubi kayu, dan kentang, maka posisi sukun sebagai sumber karbohidrat masih di atas ketiga komoditas tersebut.(RS)