Strategi Kementan Perluas Pasar Produk Hortikultura di Era Industri 4.0
Strategi Kementan Perluas Pasar Produk Hortikultura di Era Industri 4.0
Pilarpertanian - Pengembangan sektor pertanian memerlukan strategi komprehensif dari hulu hingga hilir. Menurut Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, pemanfaatan benih bermutu serta pengemasan yang baik adalah syarat produk pertanian memiliki daya saing dan nilai tambah.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Ditjen Hortikultura Kementan, Bambang Sugiharto dalam keterangannya, Selasa (29/9) menyampaikan bahwa tantangan daya saing cukup kompleks dan tidak bisa dikerjakan secara parsial sehingga harus diselesaikan bersama-sama dari awal sampai akhir dan berkelanjutan.
Menurutnya, ada lima tantangan daya saing produk hortikultura. Pertama, inkonsistensi mutu produk dan suplai. Kedua, harga produk mahal imbas tingginya biaya logistik dan produksi.
Kemudian, produk belum didesain sesuai permintaan pasar dan minimnya akses pemasaran. Lalu, diplomasi perdagangan internasional lemah. “Terakhir, minimnya pemanfaatan teknologi. Sehingga produk cepat kedaluwarsa, mudah rusak, dan tidak menarik,” jelasnya.
Ditjen Hortikultura bakal melakukan sejumlah upaya untuk menggenjot nilai tambah dan daya saing produk segar ataupun olahan sayuran, tanaman obat, buah dan florikultura pada 2021. Upaya yang dilakukan di antaranya registrasi kebun atau lahan usaha 400 unit; sertifikasi 150 unit good agriculture practices (GAP); budi daya organik 50 unit dan registrasi bangsal 60 unit; serta penerapan GAP di 200 kelompok untuk sistem produksi dan penyediaan.
Pada aspek logistik, distribusi dan nilai tambah bakal dilakukan distribusi sarana prasarana (sapras) pasca panen 150 unit dan cold chain 110 unit, termasuk menggiatkan penerapan Good Handling Practices (GHP) pada 60 kelompok; menyalurkan sapras pengolahan 400 unit; serta pendirian pasar tani 100 unit dan subterminal agribisnis 40 unit, termasuk bantuan sewa gudang 1 unit, bantuan distribusi 1 paket, dan bantuan pembelian 1 paket.
Demi penguasaan pasar dan stabilisasi harga, akan mengintensifkan promosi dan mengoptimalisasi pelayanan informasi pasar (PIP) di 205 kabupaten. “Kami juga mendorong pembentukan 40 korporasi petani,” tambah Bambang.
“Sedangkan komoditas yang menjadi fokus kami,” lanjut dia, “meliputi grading dan olahan bawang merah; olahan cabai; sayur segar, beku, siap konsumsi dan pengalengan; jamu instan, bumbu instan, minuman penyegar, tepung, dan atsiri untuk biofarmaka; dried flower, aromaterapi, dan atsiri untuk florikultura.”
Adapun buah-buahan, baik produk segar, aneka jus, buah beku, dalam kemasan dan siap konsumsi, yang diprioritaskan mencakup jeruk, lemon, buah naga, nanas, salak, rambutan dan lainnya.
Pasar Tani masih terus didorong pendiriannya karena menjadi market strategis bagi petani mengingat produknya langsung dijajakan kepada konsumen akhir (end user). “Karena rantai distribusi terpangkas banyak, petani mendapatkan harga yang lebih baik. Konsumen juga mendapat barang berkualitas dekat dengannya dan harganya terjangkau,” urainya.
Kebijakan tersebut bakal melibatkan pihak-pihak berkepentingan lainnya (stake holder). Misalnya, proses budi daya (on farm) meliputi produksi hingga pasca panen menggandeng Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Buah dan Florikultura, dan Direktorat Perlindungan.
Kemudian menggandeng Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) untuk aspek di luar lahan (off farm), seperti produk olahan, pengembangan produk, dukungan dan kerja sama, serta pemanfaatan teknologi. Untuk pemasaran, meliputi penjenamaan (branding), sertifikasi, promosi, informasi harga, pasar tani dan rantai distribusi melibatkan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan pemerintah daerah (Pemda).
“Sedangkan ekspor, baik negosiasi akses pasar, ekuivalensi dan rekognisi, dan pemenuhan protokol, kami bersinergi dengan Barantan (Badan Karantina Pertanian) dan Kemlu (Kementerian Luar Negeri),” jelas Bambang.
Sementara itu, Dirjen Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto, menerangkan, peningkatan mutu dan kualitas merupakan tuntutan zaman seiring tingginya permintaan masyarakat, terutama produk organik. “Kalau kita mau ekspor, ini justru menjadi penilaian utama.”
“Karenanya, kami mendorong petani untuk mulai peka terhadap kebutuhan pasar dan prosedurnya. Sehingga, proses budi dayanya menyesuaikan. Hasil akhirnya tentu bagi petani itu sendiri. Mereka yang akan lebih merasakan manfaatnya, seperti nilai jual meningkat dan permintaan melonjak,” tuturnya.(PW)