Korporasi Ubah Pola Pikir Petani Orientasi Laba
Korporasi Ubah Pola Pikir Petani Orientasi Laba
Pilarpertanian - Pengembangan korporasi petani mensyaratkan kelembagaan ekonomi petani yang kuat, yang senantiasa memastikan setiap pemegang saham meraih keuntungan yang sama. Begitu pula ketika berisiko rugi akan ditanggung bersama sehingga dapat menihilkan nilai kerugian.
“Syarat utama terwujudnya korporasi petani, adanya kelembagaan ekonomi petani yang kuat. Tidak individualistik. Tidak sendiri-sendiri. Korporasi akan menjaga setiap pemegang saham mendapat laba sama. Kalau rugi, risiko ditanggung bersama,” kata Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi di Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat pada Sabtu (17/10).
Menurutnya, korporasi menjadi instrumen yang paling mungkin mengonsolidasikan lahan-lahan yang kecil-kecil menjadi berskala besar. Konsolidasi pembiayaan, dan melakukan kemitraan dengan usaha besar, bahkan mengakses pasar dalam porsi lebih berkeadilan.
Dedi Nursyamsi menambahkan Kredit Usaha Rakyat [KUR] menjadi penopang mewujudkan korporasi petani. Kementerian Pertanian RI menyediakan dan menyalurkan KUR pertanian untuk 2020 sebesar Rp 50 triliun. Bunga yang ditanggung petani hanya 6% setahun.
Sebagaimana diketahui, petani yang akan mendapatkan KUR, minimal Rp 50 juta per petani, harus sudah terdaftar dalam kelompok tani [Poktan] atau gabungan kelompok tani [Gapoktan].
Dia pun mengutip arahan Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo seperti diinstruksikan Presiden RI Joko Widodo bahwa pertanian Indonesia ke depan harus berbasis korporasi selaku korporasi petani yang dikelola dengan manajemen profesional.
“Bukan lagi jamannya petani bekerja dan berusaha tani sendiri-sendiri. Harus berjamaah. Awali dari kelompok-kelompok tani untuk membentuk korporasi petani. Saham korporasi dari petani,” kata Mentan Syahrul.
Dedi Nursyamsi selaku Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian – Kementerian Pertanian RI (BPPSDMP) hadir di Ciamis bersama Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat, Dadan Hidayat; Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis, S Budi Wibowo; dan Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan BPPSDMP), Leli Nuryati.
Dedi mengingatkan para penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Pamarican dan BPP Sindang Kasih, pelaksana digitalisasi pertanian Komando Strategis Pembangunan Pertanian (KostraTani) berperan mendampingi dan mengawal hadirnya petani maju, mandiri dan modern.
“Pertanian terbukti bertahan di tengah pandemi Covid-19. Pertanian tumbuh 16,24%. Begitu pula ekspor produk pertanian, kontribusinya positif bagi perekonomian nasional,” kata Dedi Nursyamsi.
Padahal, katanya, anggaran APBN 2020 untuk pertanian dipangkas hingga 2/3, berdampak pada alokasi Dana Dekonsentrasi (Dekon) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk BPP pun susut dari Rp 1,4 triliun jadi Rp 150 miliar.
“Kadistan Ciamis tadi mengaku padahal sudah siap rehab dan bangun BPP, tapi ditunda karena Covid-19,” katanya seperti dilansir dari keterangan tertulis Pusluhtan BPPSDMP Kementan.
Dedi merujuk sukses Kelompok Wanita Tani (KWT) di Kabupaten Lampung Tengah. Ada sembilan Pasar KWT pada sembilan dari 11 kecamatan, yang dibangun bupati. Hasilnya menguntungkan bagi anggota KWT lantaran dikerjakan bersama dari pekarangan rumah, untuk memenuhi kebutuhan sayuran secara mandiri dan menambah uang belanja rumah tangga.
“Penggerak KWT, penyuluh honorer THL-TBPP, sampai saat ini belum diangkat jadi PNS tapi tetap berprestasi,” katanya.
Menurutnya, masalah utama petani kita adalah sekadar bertani dan bekerja. Tanpa orientasi laba. Akibatnya, anak petani enggan turun ke sawah, karena melihat bapaknya sudah bekerja keras di sawah berbulan-bulan, tapi hanya cukup untuk makan.
Dedi Nursyamsi mengajak petani Ciamis dan di seluruh Indonesia jangan lagi menjual hasil panen mentahan. Proses dahulu menjadi produk olahan bernilai tambah, sehingga petani meraih laba setelah dilepas ke pasaran. (Hevy/LA)