Fruit Leather, Tingkatkan Nilai Tambah Buah Mangga
Fruit Leather, Tingkatkan Nilai Tambah Buah Mangga
Pilarpertanian - Fruit Leather merupakan produk olahan buah semi basah/ kering berbentuk lembaran tipis yang mempunyai konsistensi khas. Fruit Leather dapat dibuat dari berbagai macam buah-buahan atau sayuran segar dalam bentuk tunggal atau campuran. Salah satunya fruit leather dari buah mangga.
Peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen), Ermi Sukasih mengatakan fruit leather cukup booming di luar negeri dan dapat dijadikan substitusi pengganti porsi harian buah. Di pasar internasional seperti Amerika dan Eropa Barat, Fruit Leather sudah dikenal dan berkembang sejak puluhan dekade.
“Fruit Leather digolongkan sebagai snack yang ideal untuk memenuhi permintaan konsumen akan kandungan vitamin dan serat yang tinggi serta dapat dikonsumsi berbagai kalangan usia,” ujar Ermi dalam Bimtek Online Pengolahan Fruit Leather mangga yang digelar BB Pascapanen pada Selasa (21/10/2020).
Pembuatan Fruit Leather mangga, terangnya, sangat potensial untuk meningkatkan nilai tambah karena komoditas hortikultura seperti buah mangga merupakan tanaman musiman. Saat panen raya, buah mangga melimpah dan harga terjun bebas. Selain itu, umur simpan setelah panen singkat.
Ermi menerangkan, Fruit Leather yang baik mempunyai kandungan air sekitar 10-17% sehingga termasuk dalam pangan semi basah, nilai aktivitas air (aw) kurang dari 0,7, tekstur plastis, dan kenampakan seperti kulit (leather). Fruit Leather memiliki serat pangan 10-14%, rendemen 35-45%, dan vitamin C 80-90 mg/100g.
“Pemanfaatan aplikasinya pun sangat luas dan masih memiliki trend yang cukup baik hingga sepuluh tahun ke depan sebagai produk sehat dan alami/natural, sehingga diharapkan dapat diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia,” ujarnya.
Fruit Leather bisa berasal dari puree buah atau dengan tambahan bahan penunjang seperti gula, asam sitrat, mentega, perisa/pasta, pewarna, pengawet, serta hidrokoloid (pengental dan sumber serat) bisa dari salah satu jenis bahan seperti agar, nutrigel, CMC, karaginan, gum, pektin dan lain-lain.
Lebih lanjut Ermi menerangkan, mesin dan peralatan untuk membuat Fruit Leather diantaranya pulper/blender untuk menghancurkan daging buah (tanpa menambahkan air). Untuk daging buah yang keras memerlukan blender dengan kecepatan putaran tinggi.
Peralatan lainnya adalah pemasak/panci berjaket s/s untuk untuk memasak adonan Fruit Leather dengan tanpa pemanasan langsung. Untuk skala kecil, bisa menggunakan teflon agar tidak lengket. Peralatan selanjutnya adalah pengering tipe lorong/ tunnel dryer untuk mengeringkan adonan. Alat ini dilengkapi dengan pengatur suhu dan blower dan raknya bisa dirotasi.
Langkah pertama proses pembuatan Fruit Leather adalah sortasi dan pengupasan buah mangga. Buah dicuci dan dipotong agar mudah dihancurkan atau diblender. Selanjutnya proses pencampuran, pengadukan dan pemasakan. Pada proses pencampuran bisa ditambahkan gula pasir 15-20%, K. Sorbat maksimum 500 ppm, As sitrat 2-4 g/kg, bahan pembentuk gel 1/2-2%, mentega 5-10%, dan pasta/esen buah.
Tuang adonan ke loyang dan lakukan pengeringan pada suhu 50oC hingga terbentuk Fruit Leather mangga sekitar 8-10 jam, atau dengan sinar matahari selama sekitar 2 hari. Langkah selanjutnya adalah pengemasan menggunakan mesin pengemas vacuum untuk mengemas produk dalam kondisi hampa udara sehingga produk tahan lebih lama. Hand Printer dapat digunakan untuk mencetak kode kadaluarsa, kode produksi, dan sebagainya secara manual pada kemasan.
Menurut Ermi, kelemahan dari produk yang diolah dari buah alami antara lain, proses biasanya semi manual dan mutunya tidak konsisten karena itu perlu perbaikan proses dengan penerapan SOP. Warna tidak stabil dan cepat pudar sehingga perlu pemilihan kemasan dan penambahan pewarna. Sementara aroma dan rasa bisa diimprove dengan esen/pasta.
Selain itu, penggunaan pengawet dan Bahan Tambahan Pangan (BTP) harus sesuai aturan. Untuk pengemasan bisa menggunakan kemasan vakum, MAP dan penambahan silika gel. Produk yang sudah dikemas juga harus disimpan dengan cara yang benar. Apabila diproses dengan benar dan kemasan yang baik, produk ini memiliki daya simpan sekitar 1 tahun (dengan kemasan vakum) dan disimpan pada suhu ruang.
Pada kesempatan tersebut, Ermi juga menerangkan perlunya penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) yaitu rangkaian prosedur untuk menjamin higienitas produk yang terdiri dari langkah-langkah dalam pencegahan agar produk pangan terhindar dari cemaran. Titik berat GMP meliputi bangunan dan sekelilingnya, mesin dan peralatan, process control, fasilitas, pemeliharaan dan kebersihan, serta kebersihan personel.
Selain itu, diperlukan pendaftaran izin Produksi Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT) yaitu izin jaminan usaha makanan/minuman rumahan yang dijual memenuhi standar keamanan makanan atau izin edar produk pangan. Izin PIRT diberikan untuk makanan dan minuman yang memiliki daya tahan diatas 7 hari. Izin PIRT berlaku selama 5 tahun dan setelahnya dapat diperpanjang.(ND)