Antisipasi Dampak La Nina Hadapi Musim Tanam Okt-Mar di Kaltim
Antisipasi Dampak La Nina Hadapi Musim Tanam Okt-Mar di Kaltim
Pilarpertanian - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan bahwa sebagian besar wilayah Indonesia akan terdampak La Nina pada akhir 2020 hingga awal 2021. La Nina merupakan anomali iklim global yang cukup sering terjadi dengan periode ulang 2-7 tahun. Pada sektor pertanian, La Nina bisa menyebabkan kerusakan tanaman akibat banjir/terendam dan ledakan organisme pengganggu tanaman (OPT).
Dampak ini perlu diantisipasi sejak dini melalui aksi di lapangan dengan melibatkan stake holder terkait. Untuk itu, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Balitbangtan Kalimantan Timur (Kaltim) bekerja sama dengan Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) menggelar Webinar bertema Antisipasi La Nina Menghadapi Musim Tanam Oktober – Maret (Okt-Mar) pada Rabu (18/11/2020).
Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Haris Syahbuddin mengatakan bahwa Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo sering menyampaikan bahwa dalam perencanaan pembangunan pertanian, kita perlu melihat secara lebih detail karakter-karakter sumber daya pertanian yang ada di sekitar. Misalnya sumber daya yang berkaitan dengan iklim, ketersediaan lahan, karakteristik lahan, ketersediaan SDM, maupun komoditi yang akan dikembangkan di areal pertanian tersebut.
“Karena itu apabila kita mampu mendorong perencanaan pembangunan pertanian dengan memperhatikan karakter-karakter sumber daya pertanian itu sendiri apapun kejadian yang luar biasa seperti perubahan iklim dan lain sebagainya bisa kita antisipasi,” ujar Haris yang juga menjabat sebagai Sekjen Perhimpi.
Dengan perencanaan yang detail, lanjutnya, kita bisa mengidentifikasi langkah-langkah apa saja dan teknologi apa saja yang sudah dan perlu kita butuhkan. Misalnya pengelolaan air, pemilihan varietas dan sebagainya.
Bupati Bulungan, Kalimantan Utara, Sudjati mengatakan, dalam mengantisipasi dampak La Nina, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bulungan melakukan optimasi manajemen air pada lahan seluas 1.200 hektare (ha). Berkat optimalisasi manajemen air, lahan yang sebelumnya tergenang air sudah bisa ditanami tanaman hortikultura maupun tanaman lain.
“Untuk persiapan La Nina, kita memang sudah mempersiapkan terlebih dahulu. Sehingga, pada waktu La Nina melanda Kabupaten Bulungan dengan curah hujan yang sangat tinggi, kita sudah dapat mengantisipasi dengan manajemen air,” tuturnya.
Pada musim tanam kali ini, Pemkab Bulungan mendapat bantuan bibit padi 124 ton dari Kementerian Pertanian. Bibit ditargetkan akan ditanam pada area sawah seluas 3.100 ha. Pemkab Bulungan juga menargetkan 900 ha lahan untuk padi ladang yang biasanya ditanam masyarakat pedalaman. “Jadi kurang lebih ada 4 ribu hektare untuk masa tanam Okt-Mar ini,” terangnya.
Pada kesempatan tersebut, Peneliti Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi (Balitklimat) Yayan Apriyana mengatakan fenomena cuaca yang tidak menentu bisa menyebabkan banjir, kekeringan, dan serangan OPT yang mengakibatkan kerusakan tanaman. Selain itu, perubahan iklim berdampak pada penurunan produktivitas lahan. Dalam jangka pendek mengakibatkan kegagalan produksi pertanian.
“Jika tidak ada langkah strategis untuk antisipasi dampak perubahan iklim maka upaya tercapainya swasembada pangan menjadi terkendala,” terangnya.
Strategi Kementan untuk mengantisipasi dampak La Nina antara lain dengan melakukan identifikasi dan pemetaan di seluruh wilayah lahan pertanian serta berkoordinasi dengan BMKG dalam menyiapkan sistem peringatan dini dan memantau semua informasi berupa perkembangan prediksi hujan yang ada di BMKG. Kementan juga membentuk brigade yang terdiri dari brigade La Nina (Satgas OPT-DPI), brigade alsin dan tanam, serta brigade panen dan serap gabah Kostraling.
Strategi lainnya yaitu penggunaan varietas tahan genangan seperti Inpara 1 sampai 10, Inpari 29, Inpari 30, Ciherang sub 1, Inpari 42 Agritan. Serta varietas toleran OPT pada daerah endemik seperti varietas tahan wereng batang coklat, blast, maupun hawar daun bakteri. Strategi lainnya dengan memperbaiki cara pascapanen dan menyiapkan bantuan untuk kegiatan panen dan pascapanen menggunakan pengering (dryer) dan RMU (rice miling unit).
Kepala Stasiun Meteorologi Samarinda, Riza Arian Noor mengatakan secara umum hampir 80% dari zona musim wilayah Kaltim sudah memasuki musim hujan, dengan puncak musim hujan diprediksi terjadi pada bulan Desember 2020 dan Januari 2021. Musim hujan tahun 2020/2021 diwarnai dengan fenomena iklim global La Nina yang terjadi sejak awal Oktober 2020. Berdasarkan update data Dasarian I November diprediksi akan berlangsung hingga Mei 2021 dengan intensitas La Nina moderat.
Berdasarkan catatan historis data hujan Indonesia, pengaruh La Nina tidak seragam tergantung pada musim/bulan, daerah dan intensitas La Nina. “Untuk wilayah Kalimantan Timur, penambahan jumlah curah hujan bulanan dapat mencapai 20% dari kondisi curah hujan normalnya,” terang Riza.
Untuk itu, perlu langkah antisipasi dampak La Nina berupa bencana hidrometeorologi yang berpotensi mengancam sektor pertanian, perhubungan, kesehatan, dan lain-lain. Menurut Riza, Langkah mitigasi yang perlu dilakukan antara lain optimalisasi tata kelola air secara terintegrasi dari hulu hingga hilir, pembuatan danau embung sungai dan kanal untuk antisipasi debit air berlebih.
Webinar yang dimoderatori oleh Kepala BPTP Kaltim, Muh. Amin tersebut juga menghadirkan pembicara Ketua Perhimpi Kaltim, Hidayanto dan Dosen Universitas Mulawarman, Syamad R.(ND)