Balitbangtan Kembangkan Gula Cair Singkong
Balitbangtan Kembangkan Gula Cair Singkong
Pilarpertanian - Selama ini kita lebih banyak mengenal gula yang berasal dari nira tebu. Padahal banyak sumber bahan lain yang bisa diolah untuk menghasilkan gula. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen) telah mengembangkan teknologi untuk menghasilkan gula cair dari ubi kayu/singkong.
Kepala BB-Pascapanen, Prayudi Samsuri mengatakan hasil inovasi para peneliti BB Pascapanen ini harus didiseminasikan atau disebarluaskan kepada masyarakat. Salah satunya melalui Bincang Teknologi Produksi Gula Cair Singkong yang digelar secara online pada Selasa (22/9/2020).
Prayudi mengatakan, dalam mengembangkan suatu inovasi teknologi, BB Pascapanen selalu melihat pohon industri dari komoditas pertanian. Jika kita hanya fokus mengolah singkongnya, maka hanya 20% dari tanaman singkong yang dimanfaatkan.
“Dengan pohon industri kita coba sama-sama kembangkan sehingga kita bisa memberi nilai tambah dari suatu komoditas,” terangnya.
Sebelumnya, Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry menyebut bahwa singkong atau ubi kayu merupakan komoditas pangan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama disebabkan karena tingginya permintaan akan tapioka. “Oleh karenanya selain padi, jagung, dan kedelai, ke depan ubi kayu bisa menjadi komoditas strategis nasional,” ujarnya.
Peneliti BB Pascapanen, Agus Budiyanto mengatakan kebutuhan gula di Indonesia makin lama makin meningkat. Alternatif untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan secara maksimal sumber gula dari bahan non tebu.
“Untuk memproduksi gula, bahan yang bisa dimanfaatkan antara lain tebu, sorgum manis, kelapa, aren dan nipah yang diambil dari niranya. Sumber gula lain adalah bahan berpati seperti sagu, ubi jalar, jagung, kentang, sorgum dan ubi kayu/singkong,” terang Agus.
Saat ini BB Pascapanen telah mengembangkan teknologi sederhana untuk menghasilkan gula cair dari pati singkong. Untuk menghasilkan gula cair, pati singkong harus mengalami proses likuifikasi, sakarifikasi dan evaporasi.
Lebih lanjut Agus menerangkan, langkah pertama untuk pembuatan gula cair adalah dengan mencampurkan pati singkong dan air dengan perbandingan 1:3 atau 1 kg pati singkong dicampur 3 liter air. Aduk cairan tersebut sampai tidak ada gumpalan.
Selanjutnya adalah proses likuifikasi dengan cara memanaskan cairan dan memasukkan enzim alfa amilase. Perbandingannya 1 ml enzim alfa amilase untuk 1 kg pati singkong.
Agus memberi catatan agar pati tidak menggumpal menjadi semacam lem, maka disarankan agar mencampurkan enzim alfa amilase sebelum dipanaskan selanjutnya diaduk hingga merata.
Saat proses pemanasan, campuran pati akan terjadi perubahan warna secara bertahap dari putih hingga warna kecoklatan. Apabila saat mendidih masih terdapat bintik-bintik berwarna putih, pemanasan tetap dilakukan sampai bintik-bintik putih menghilang. Hentikan pemanasan saat warnanya coklat jernih.
Cairan didinginkan sampai suhu sekitar 60 derajat Celcius, kemudian dimasukkan enzim amiloglukosidase (perbandingan 1 ml enzim amiloglukosidase untuk 1 kg pati ubi kayu) dan diaduk selama 5-10 menit. Selanjutnya didiamkan minimal selama 24 jam. Proses pada tahap ini disebut sakarifikasi.
Setelah proses sakarifikasi, cairan ditambah dengan arang aktif sebanyak 0,5% dan dipanaskan pada suhu 100 derajat Celcius selama 5 menit. Cairan selanjutnya disaring dengan kain yang rapat dan tebal seperti kain berbahan jins. Proses penyaringan ini akan menghasilkan gula cair dengan dengan total padatan terlarut sekitar 20-25 derajat Brix.
“Karena masih rendah kadar Brix-nya, kita lakukan evaporasi. Dengan proses ini, kita akan mendapatkan gula cair singkong dengan kadar 65-70 derajat Brix,” terang Agus.
Saat ini, pengembangan ubi kayu di Indonesia cukup tinggi. Teknologi pengolahan gula cair dari ubi kayu ini bisa menjadi alternatif untuk pemenuhan kebutuhan gula di Indonesia.(ND)