BPTP Jakarta Kembangkan Teknologi Pengolahan Limbah Perkotaan
BPTP Jakarta Kembangkan Teknologi Pengolahan Limbah Perkotaan
Pilarpertanian - Sampah maupun limbah di perkotaan merupakan suatu masalah yang membutuhkan penanganan yang serius. BPTP Jakarta telah melakukan berbagai kajian untuk pemanfaatan limbah perkotaan ini menjadi food, feed, fuel, dan fertilizer.
Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jakarta, Arivin Rivaie mengatakan, pada tahun 2018, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan telah meluncurkan empat desain besar untuk mewujudkan Jakarta sebagai kota berketahanan. Empat desain besar tersebut meliputi Jakarta menuju kota layak anak 2018-2022, Pertanian perkotaan DKI Jakarta 2018-2030, Air Minum dan Air Limbah Domestik DKI Jakarta 2018-2022, serta Sistem Pengelolaan Sampah 2018-2022.
“Sejalan dengan program pemerintah daerah tersebut, dalam lima tahun terakhir ini, BPTP Jakarta secara berlanjutan telah melakukan serangkaian kegiatan pengkajian terkait pemanfaatan dan pengolahan limbah organik perkotaan menjadi 4F yaitu food, feed, fuel, dan fertilizer,” kata Arivin dalam Webinar Teknologi Pengolahan Limbah Perkotaan Menjadi Food, Feed, dan Fertilizer yang digelar BPTP Jakarta pada Selasa (22/9/2020).
Arivin berharap, webinar dapat meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan hidup. Melalui penguasaan teknologi pengolahan sampah organik perkotaan menjadi 4F, diharapkan dapat memberikan nilai tambah produk dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Sinergi ini juga merupakan wujud harapan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo yang meminta Kepala Balitbangtan, Fadjry Djufry agar seluruh jajarannya di seluruh Indonesia melakukan sosialisasi dan diseminasi hasil riset Balitbangtan Kementan kepada masyarakat.
“Bapak Mentan mendorong unit pelaksana teknis (UPT) Kementan, khususnya Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di seluruh Indonesia melakukan komunikasi dan koordinasi dengan pihak terkait, terutama kepala daerah.” tegasnya beberapa waktu lalu.
Peneliti bidang Pascapanen BPTP Jakarta, Budiyantoro mengatakan dalam setiap aktivitas pertanian dari hulu ke hilir, dari budidaya sampai siap konsumsi, bahan-bahan pertanian terutama sayuran dan buah akan hilang baik sengaja maupun tidak sengaja. Tingkat kehilangan pada rantai aktivitas pertanian bisa mencapai 25-30%. Tingkat kehilangan bisa dikurangi dengan teknologi pascapanen maupun pengolahan yang baik.
Budiyantoro mencontohkan pengiriman sayuran kubis ke wilayah Jakarta yang mencapai 500 ton per minggu. Limbah kulit kubis bagian terluar tersebar di pedagang besar dan pedagang eceran kurang lebih 10-17%. Kulit luar kubis yang terbuang ini, terangnya, masih memiliki komponen aktif seperti senyawa polyphenol dan glukosinolat sebagai anti kanker. Selain kaya serat, kulit luar kubis juga mengandung vitamin C, beta karotin dan vitamin E.
BPTP Jakarta telah mengembangkan teknologi untuk mengolah kulit luar kubis ini menjadi tepung sehingga bisa ditambahkan ke produk pangan lainnya. Cara pembuatannya, dengan mensortasi limbah kubis kemudian dicacah. Cacahan ini dicuci disanitasi menggunakan klorin untuk menghilangkan bakteri e-coli. Setelah itu diblancing dalam suhu 100oC selama 2-5 menit dan dikeringkan pada suhu 40-45oC selama 24 jam. Sesudah kering, baru ditepungkan menjadi tepung kubis.
Selain kulit luar kubis, BPTP Jakarta juga mengembangkan teknologi pengolahan air limbah industri tahu menjadi nata de soya. Potensi limbah ini sangat besar karena industri tahu di sekitar Jakarta ada 315 unit usaha. Melalui beberapa proses, air limbah tahu ini diolah menggunakan starter nata de coco Acetobacter xylinum 10% hingga menjadi nata de soya.
Pada kesempatan tersebut, Peneliti BPTP Jakarta, Neng Risris Sudolar mengungkapkan bahwa BPTP Jakarta telah melaksanakan kajian terkait pemanfaatan limbah lokal untuk pakan ternak. Salah satunya limbah sayuran pasar. Pembuatan pakan ternak menjadi pilihan karena menyedot biaya produksi tertinggi dalam budi daya peternakan.
“Limbah yang terbuang ini masih mengandung nutrisi dan tidak kompetitif dengan kebutuhan manusia,” tuturnya.
Pengolahan limbah lokal menjadi pakan bisa mengurangi beban volume limbah di perkotaan. Neng Risris menjelaskan, ada sekitar 600 ton sampah dari 153 pasar di Jakarta, belum termasuk limbah dari pemukiman, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan tempat lain. Pengolahan limbah menjadi 4F bisa memberi nilai tambah dan nilai ekonomis.
Neng Risris menerangkan, Lebih dari 70% limbah pasar berupa limbah organik yang terdiri dari sayuran dan buah-buahan. Limbah ini bisa langsung dimanfaatkan untuk pakan tanpa pengolahan. Namun jika ketersediaannya melimpah dapat diolah sehingga masa simpannya bisa lebih panjang.
Limbah sayuran bisa diolah menjadi tepung yang bisa menjadi bahan baku untuk proses pembuatan pakan selanjutnya seperti wafer atau pelet. Limbah sayuran juga bisa diolah menjadi silase limbah sayuran dan dibiokonversi dengan BSF (Black Soldier Fly/Maggot) menjadi sumber pakan hewani.
Sementara itu, Peneliti BPTP Jakarta, Lukman Hakim memaparkan bahwa Jakarta dengan populasi penduduk sekitar 10 juta jiwa telah menghasilkan limbah kurang lebih 7 ribu ton perhari. Melalui pengolahan dengan berbagai teknik dan metode, sampah organik bisa dikonversi menjadi berbagai produk yang bisa digunakan sebagai bahan pendukung kegiatan pertanian seperti kompos, POC, vermikompos dan kasgot. Secara bersamaan juga bisa dihasilkan produk yang dapat digunakan sebagai tambahan pakan untuk ternak, seperti cacing dan maggot yang kaya akan protein dan lemak.(ND)