Budidaya Kedelai Monokultur Mampu Tingkatkan Produktivitas di Lahan Kering
Budidaya Kedelai Monokultur Mampu Tingkatkan Produktivitas di Lahan Kering
Pilarpertanian - Pilar – Kedelai merupakan tanaman yang banyak diusahakan di lahan sawah dan tidak sedikit yang mengembangkan di lahan kering. Kedelai disinyalir mengalami kelesuan produksi karena adanya persaingan dengan jagung. Jagung dan kedelai memang berproduksi di lahan kering. Jagung bahkan dianggap mempunyai nilai pendapatan yang lebih baik, dibanding kedelai.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Dr. Chendy Tafakresnanto, Kepala BPTP Balitbangtan Jawa Timur mengungkapkan bahwa kunci utama dalam menggairahkan minat petani untuk bertanam kedelai adalah dengan meningkatkan harga jual. Meskipun harga acuan berdasarkan Permendag Noor 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang penetapan harga acuan pembelian di petani untuk kedelai Rp. 8.500/kg, namun harga jual kedelai di lapangan baru sekitar Rp.6.000 s/d Rp.7.000/kg. Harga ini salah satunya dipengaruhi oleh mutu yang kurang baik, ukuran biji kedelai yang beragam dan tercampur varietas lain, disamping produktivitas kedelai di lahan kering sangat rendah baru berkisar antara 1-1,5 t/ha.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Petani memperoleh benih kedelai melalui Jabalsim (Jaringan benih antar lapang dan musim) dan sebagian beli di pasar atau hasil panen sebelumnya sehingga mutunya masih mutu asalan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Menurut Chendy masalah penyediaan benih yang baik dari varietas unggul baru disertai teknik budidaya kedelai yang baik sangat mempengaruhi produksi, termasuk mutu biji lebih seragam sehingga harga jual menjadi lebih baik.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Guna menjawab masalah tersebut telah dilakukan pengkajian dan penelitian penanaman kedelai di lahan kering di Kecamatan Arjasa, Kabupaten Situbondo dan Kecamatan Manding, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur pada musim kemarau (MK 1) 2018.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kedelai yang digunakan varietas Dering 1 yang ditanam secara monokultur maupun tumpangsari dengan jagung varietas HJ 21. Awalnya petani sangat pesimis karena di wilayahnya belum pernah menanam kedelai. Sebelum tanam, benih kedelai di rendam larutan Agrisoy (produk Balitkabi) untuk inokulasi rhizobium pada lahan yang belum pernah tanam kedelai atau kacang-kacangan lainnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Namun melihat keragaan pertumbuhan kedelai yang baik, hal ini membangkitkan optimisme petani untuk mencobanya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Hasil kedelai monokultur di Situbondo dan Sumenep masing-masing 2,17 t/ha biji ose dan 2,50 t/ha biji oseSedangkan bila ditumpangsarikan dengan jagung diperoleh hasil kedelai yaitu 1,96 t/ha biji ose (Situbondo) dan 2,38 biji ose (Sumenep) dengan hasil jagung 2,17 t/ha pipilan kering dan 2,77 t/ha pipilan kering.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Bila hasil tumpangsari kedelai dan jagung disetarakan dengan hasil kedelai diperoleh sebesar 3,23 t/ha biji ose (Situbondo) dan 4,00 t/ha biji ose (Sumenep) atau terdapat kenaikan 0,73 t/ha biji ose dan 1,5 t/ha biji ose dibanding monokultur kedelai.(ZA).