Celah, Masuknya Mafia Impor Sapi
Celah, Masuknya Mafia Impor Sapi
Pilarpertanian - Pemerintah mulai tahun 2011 menata impor dengan memangkas jumlah impor sapi bakalan dan daging beku. Bukan hanya jumlah impor daging sapi yang dibatasi, melainkan juga jumlah importirnya. Dengan harga daging sapi yang tinggi, kuota impor menjadi rebutan oleh para importir, sehingga terjadi skandal impor sapi dan daging sapi.
Pilar Pertanian – Dampak dari pembatasan impor, terjadi kelangkaan pasokan daging sapi di pasar, sehingga menyebabkan melambungnya harga daging di pasaran. Pada Juli 2013, harga hingga mencapai Rp90.000–Rp100.000/kg; padahal harga daging pada tahun sebelumnya kurang dari Rp80.000/kg. Sekarang harga masih tetap tinggi sekitar Rp120.000/kg. Tingginya harga daging di pasaran tidak semata-mata disebabkan karena kelangkaan pasokan. Disinyalir adanya permainan kelompok mafia yang mengatur ketersediaan daging. Modus dari kelompok mafia ini antara lain:
Pertama, estimasi kebutuhan komoditas pangan dilebih- lebihkan, sehingga terdapat gap besar antara supply and demand sehingga terkesan impor menjadi keharusan. Kedua, membuat lonjakan harga komoditas pangan pada bulan-bulan tertentu, sehingga impor pangan terjustifikasi. Salah satu cara yang dilakukan adalah menahan stok sapi tidak segera dipotong sehingga terjadi kelangkaan daging sapi di pasar.
Ketiga, mendorong kemudahan perpajakan sehingga importir mendapat keuntungan besar dari pembebasan PPN, bea masuk dan PPh. Keempat, memainkan berbagai mekanisme pengaturan seperti kuota impor.
DOMINASI AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU
Impor sapi bakalan dan sapi siap potong 100 persen berasal dari Australia. Sementara itu, 82,6 persen daging sapi segar dan beku berasal dari Australia, sedangkan sisanya berasal dari Selandia Baru (14,3%) dan Amerika Serikat (3,1%).
Demikian pula halnya dengan impor jeroan sapi yang didominasi oleh Australia (68,3%), sementara dari Selandia Baru hanya 28,5 persen dan Amerika Serikat 3,2 persen. Jelas, bahwa ketergantungan Indonesia pada Australia, sehingga sangat riskan dilihat dari sisi ekonomi maupun ketahanan pangan.
Dilihat dari sisi ekonomi, impor dari negara alternatif lain memungkinkan untuk dilakukan, akan tetapi dampak kesehatan hewan menjadi pertimbangan. Satu-satunya penghalang impor adalah pemberlakuan sistem negara bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan bukan zona bebas seperti tertuang dalam UU No 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Dampak dari PMK telah menyebabkan pasar ternak dan daging dunia terbelah menjadi dua, yaitu pasar yang dimiliki oleh negara bebas PMK dan pasar negara di mana PMK masih berjangkit, endemik. Hampir semua negara endemik ada di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.
Banyak negara tidak mengimpor sapi hidup ataupun daging segar, dingin, atau beku dari negara endemik PMK. Akibatnya, banyak negara endemik, terutama negara berkembang dan miskin tersisih dari perdagangan dunia, sebab pasokan ternak dan daging terbatas hanya dari negara maju.
Brasil dan India berpopulasi sapi terbesar (masing-masing 189 juta dan 187 juta ekor), diikuti China (lebih dari 100 juta ekor), Amerika Serikat (lebih dari 90 juta ekor), Australia (28,5 juta ekor), dan Selandia Baru (3,69 juta ekor). Australia, Brasil, dan AS secara tradisional merupakan negara utama pengekspor daging sapi di dunia.
Selain akses pasar, PMK juga mempengaruhi harga. Harga daging dari negara bebas PMK, seperti AS, Kanada, Australia, Jepang, dan Selandia Baru lebih tinggi daripada negara endemik PMK. Hal ini memberikan peluang bagi segelintir pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menyelundupkan daging sapi dari negara atau zona yang tidak bebas PMK. Walaupun akhirnya pemerintah pertengahan September 2016, memberikan izin impor daging kerbau dari India sebanyak 70.000 ton kepada Perum Bulog.
Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi mengatakan, masuknya ribuan ton daging sapi ilegal dari India yang belum bebas PMK ke Indonesia, karena adanya persaingan atau perang dagang antara para mafia. “Sedang terjadi perang mafia daging India melawan mafia daging Australia, dimana mafia daging Australia menguasai pangsa pasar Indonesia”, katanya.