Gakoptindo : Impor dan Tata Niaga Kedelai Harus Diatur Pemerintah, Jangan Diserahkan Mekanisme Pasar
Gakoptindo : Impor dan Tata Niaga Kedelai Harus Diatur Pemerintah, Jangan Diserahkan Mekanisme Pasar
Pilarpertanian - Aip Syarifuddin ketua umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) memberikan penjelasan tentang kondisi kedelai di Indonesia saat penyelenggaraan rapat FGD Penyediaan Kedelai hari Minggu (27/2) di Jakarta.
Aip menyebutkan saat ini kompleks terbesar industri tahu tempe berlokasi di Jakarta Barat yang menempati areal seluas 12,5 ha dan diisi sekitar 1.400 pengrajin. Adapun kebutuhan kedelai per hari 100 ton sehingga rata-rata per bulan 3.000 ton. “Perbandingannya 60% untuk tempe dan 40% untuk tahu. Kalau tempe memang kami biasanya dengan kedelai impor, tapi tahu lebih bagus dengan kedelai lokal,” sebut Aip. Terkait harga, Aip memperkirakan kemungkinan tren harga akan kembali normal saat Brazil mulai panen yakni di bulan Agustus sampai November. Untuk saat ini harga di gudang importir Rp 10.800/kg sedangkan harga di pengrajin Jakarta Barat dari agen/distributor Rp 11.300/kg.
Pada kesempatan itu, Gakoptindo meminta beberapa hal untuk penyelesaian permasalahan kedelai. Bahwa Pemerintah diharapkan dapat mempersiapkan produksi kedelai sebesar 1 juta ton secara bertahap. “Kami akan serap semua kedelai lokal petani dengan syarat sesuai standar mutu industri tahu tempe. Untuk itu diperlukan perbaikan pascapanen kedelai,” ujar Aip.
Ia pun berkomitmen jika kualitas produksi kedelai lokal mampu memenuhi standar mutu tahu dan tempe maka akan dibeli dengan harga Rp 9.000 – Rp 9.500 per kg. Mutu yang dimaksud antara lain umur panen yang sesuai, keseragaman warna, tidak tercampur kotoran, dan sebagainya sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan di lab uji.
Selanjutnya, Gakoptindo meminta kepada Pemerintah membatasi impor kedelai GMO/Transgenik maksimum 2 juta ton. Karena kebutuhan 1 juta ton diharapkan nantinya dapat terpenuhi dari target produksi kedelai lokal. Hal ini menurutnya dapat dilakukan secara bertahap sesuai kapasitas produksi kedelai lokal.
Dalam hal pemasukan kedelai dari luar negeri, Gakoptindo mengusulkan agar tata niaga ditangani oleh pemerintah, dan tidak diserahkan kepada mekanisme pasar. “Karena kedelai ini masuk dalam golongan pangan strategis, harusnya pemerintah dapat mengubah kebijakan importasi dari Non Lartas menjadi Lartas, supaya bisa melindungi petani lokal. Tentunya kami akan mendukung penuh Pemerintah dalam hal negosiasi pembatasan jumlah impor kedelai GMO/Transgenik,” sambung Aip.
Kemudian untuk mendapatkan modal menyerap kedelai lokal petani, Gakoptindo mengusulkan fasilitasi pengrajin tahu tempe untuk memperoleh KUR guna membeli kedelai petani. Sehingga petani juga akan lebih terjamin pasarnya nanti.
Sebagai informasi, Kementerian Pertanian telah memfasilitasi MoU Gakoptindo dengan Dinas Pertanian Provinsi/Kabupaten/Kota dalam hal penyerapan kedelai lokal, maka selanjutnya Aip berharap kesepakatan tersebut ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama antara Primkopti Kabupaten/Kota dengan Gapoktan/Poktan diketahui Kepala Dinas Pertanian setempat agar masing-masing pihak dapat berkomitmen dalam menjalin kemitraan.(ND)