Impor Teh Perlu Tingkatkan Standar Kualitas
Impor Teh Perlu Tingkatkan Standar Kualitas
Pilarpertanian - Asosiasi Teh mencatat impor teh naik signifikan dibandingkan dengan 10 tahun lalu. Impor teh pada 10 tahun lalu hanya sebesar 3.000 ton. Namun, pada 2014, angka itu melonjak menjadi 24.000 ton. Pada 2015, mulai menurun ke level 15.000 ton. Hingga Oktober 2016, impor teh kembali naik menyentuh posisi tahun lalu sebesar 16.000 ton.
Pilar – Untuk meningkatkan impor teh perlu mem- pertimbangkan opsi pengenaan hambatan perdagangan impor teh, agar tak memengaruhi kualitas ekspor produk olahan dari komoditas ini.
Demikian dikatakan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Dody Edward usai acara Forum Ekspor 2016 di Jakarta, Senin (21/11).
Dody mengatakan ada beberapa usulan hambatan yang diajukan pelaku usaha di sektor teh. Salah satunya yakni kewajiban memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi produk-produk yang diimpor ke Indonesia, “Hingga saat ini, kami akan duduk bersama-sama untuk melihat apa kebijakan yang akan kami ambil,” jelas Dody.
Selain mempertimbangkan usulan dari dunia usaha, pihaknya akan menampung saran dari kementerian terkait. Kebijakan yang berlaku di negara lain pun akan menjadi masukan untuk keputusan terkait opsi pengenaan hambatan ini.
Dalam kesempatan yang sama, Dede Kusdiman, Ketua Umum Asosiasi Teh Indonesia, menjelaskan, impor teh mengalir deras ke Indonesia karena tak adanya hambatan (barrier) yang diberlakukan pemerintah. Sebaliknya, negara-negara lain terutama di Eropa memberlakukan barrier yang lebih ketat seperti adanya ketentuan kandungan anthraquinone.
Tak hanya itu, harga teh impor pun terhitung lebih murah. Dede menyebut, harga teh impor bisa berada 50%-60% di bawah harga teh produksi dalam negeri.
Selain menawarkan harga lebih murah, tak adanya batasan kualitas impor membuat produk yang masuk berkualitas rendah. Sayangnya, produk impor ini kemudian dicampur dengan teh yang bakal diekspor ke negara lain.
“Kami khawatir produk teh yang diimpor dari Vietnam yang harganya lebih murah dan kualitasnya lebih rendah itu dicampur dengan teh lokal. Lalu, diekspor dengan merek Indonesia yang harganya lebih mahal. Ini akan berakibat fatal bagi kita,” jelas Dede.
Dede menyontohkan, beberapa kasus fatal yang terjadi yakni ketika produk teh asal Indonesia yang diekspor ke Eropa ditemukan mengandung residu pestisida. Akibatnya, nama produk teh asal Indonesia tercoreng. “Padahal itu produk campuran, jadi merugikan nama kita.”
PENINGKATAN EKSPOR
Sementara itu, di sisi ekspor, Dede mengatakan dari produksi sebanyak 143.000 ton, Indonesia baru mengekspor teh sebanyak 60.000 ton. Dia menilai kinerja ekspor ini masih bisa ditingkatkan melalui kemudahan regulasi bagi pelaku ekspor dan upaya revitalisasi dalam produksi, termasuk upaya penanaman kembali tanaman teh.
Tujuannya, agar kualitas teh semakin membaik dan mengikuti standar internasional. Kemudian, bisa tercipta efisiensi untuk meningkatkan daya saing. Apalagi komoditas teh dipandang memiliki prospek cerah. Konsumsi global komoditas ini diproyeksi naik mencapai 3% setiap tahun.