Inovasi Patbo Hasilkan Peningkatan Produktivitas Padi Walau Musim Kemarau
Inovasi Patbo Hasilkan Peningkatan Produktivitas Padi Walau Musim Kemarau
Pilarpertanian - Pilar – Biasanya, pada musim kemarau atau musim tanam ketiga (MT III) lahan sawah dibiarkan bera karena ketersediaan air kurang. Namun dengan penerapan inovasi Patbo (padi an aerob terkendali berbasis bahan organik), pembiasaan lahan ditidurkan (bera) tidak lagi terjadi. Patbo merupakan paket teknologi budidaya padi spesifik lahan tadah hujan dengan basis manajemen air dan penggunaan bahan organik untuk menghasilkan produktivitas tinggi serta peningkatan Indeks Pertanaman (IP). Seperti yang terjadi di Desa Pasir Kec Palasah Kab Majalengka Jawa Barat. Saat kemarau, petani tetap menanam. Sudah jadi rutinitas setiap musim kemarau lahan sawah tadah hujan jadi kering. Akan tetapi, melalui cara memompa air dari sumur pantek 1-2 kali dalam seminggu, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan air bagi pertumbuhan padi. Pada dasarnya padi bukan tanaman air yang harus tergenang sepanjang pertanaman. Tanaman padi membutuhkan air yg cukup pada saat pertumbuhan dan pengisian bulir. “Penggunaan bahan organik seperti mengembalikan jerami padi ke sawah, cukup membantu mempertahankan air didaerah perakaran,” ujar Dr Liferdi Lukman, Kepala BPTP Jawa Barat. BPTP Jabar sejak 2017 telah mengintroduksi inovasi Patbo Super di beberapa Kabupaten. Melalui Patbo, prouktivitas padi dapat ditingkatkan hingga 33%. Salah satu lokasi yang telah berhasil menerapkannya adalah Kec. Ujung Jaya Kab. Sumedang. Komponen paket teknologi Patbo super yang diterapkan antara lain: (1) penggunaan VUB kelompok ampibi, (2) Manajemen air, (3) Penggunaan bahan organik, (4) Penggunaan alsintan, dan (5) Pengendalian gulma. Wantari salah seorang petani yang sudah merasakan keuntungan menanam padi pd saat MT III. Ia mengakui hasilnya lebih tinggi dibandingkan MT I dan MT II. Tahun lalu pada MT I produktivitasnya 7 ton/ha, tapi pada MT III, ia mampu memanen hingga 9 ton/ha. “Kualitas gabah lebih jernih, hama penyakit juga berkurang,” ungkap Wantari. Hal yang sama diamini oleh Nana, petani yang sawahnya bersebelahan dengan Wantari. Nana melengkapi kiat-kiat menanam di MT III dengan penggunaan varietas yang berumur genjah seperti varietas dodokan yang hanya 75 hari. Karena petani mulai merasakan keuntungan menanam pd MT III, menurut petugas PPL setempat sudah banyak petani yang membeli pompa dan membuat sumur pantek secara swadaya. Menurut PPL ada potensi tanam padi pada MT III ini seluas 900 ha dari keseluruhan luas lahan sawah di Kec Palasah 2.014 ha dan di Desa Pasir terdapat 15 ha, selain ditanami padi pada MT III ini juga ada yang ditanami kedelai dan kacang hijau. Menanggapi hal ini, Liferdi menyampaikan akan turun terus menyisir setiap kecamatan untuk mendorong agar masyarakat mau menanam pada MT III ini. Berdasarkan data Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Prov. Jawa Barat, luas lahan sawah di Jawa Barat yang diperkirakan mencapai 942.974 ha, sebanyak 60% dari luasan tersebut merupakan lahan sawah tadah hujan. Lahan tersebut menyebar di beberapa kabupaten. Dengan teknologi Patbo, lahan sawah tadah hujan berpotensi dijadikan lumbung beras kedua Jawa Barat setelah sawah irigasi. (LF)