Kalau Beli Gabah Petani lambat Giliran Impor Beras Sigap
Kalau Beli Gabah Petani lambat Giliran Impor Beras Sigap
Pilarpertanian - Pilar – Anggota Komisi IV DPR RI Oo Sutisna meminta pemerintah tidak menyepelekan nasib petani ditengah kontroversi kebijakan impor beras 500 ribu ton yang dikeluarkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). Apalagi jelas kebijakan ini akan menghantam petani yang akan menyambut panen raya padi pada Februari-Maret nanti.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Kami Fraksi Gerindra jelas menolak impor. Alasannya Kementerian Pertanian (Kementan) katakan produknya cukup, kemudian sebentar lagi petani juga akan menghadapi panen raya. Kalau kemudian terjadi gejolak harga, ya harusnya semua pihak duduk bersama. Bulog, Kemendag, Kementan, BPS, dan yang paling penting petani juga diajak ngobrol biar mereka tahu realita yang terjadi saat ini seperti apa,” kata Oo, kemarin.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Oo mengatakan, selama ini petani menjadi korban dari permainan harga beras di pasaran. Ketika harga naik, pemerintah ribut sampai tergesa-gesa mengeluarkan kebijakan impor. Namun begitu harga gabah anjlok, yang terdengar cuma jeritan petani. Ini pula yang membuat semangat petani mengejar swasembada pangan tidak dihargai.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Pak Darmin (Menko Perekonomian) meminta impor beras jangan diributkan lagi, tetapi ketika harga gabah di petani jatuh ribut tidak ada tuh yang ribut. Kalau kebijakan impor diributkan tetapi ketika panen raya jatuh, siapa yang bertanggungjawab. Kalau petani kita nggak mau nanam lagi, mau jadi apa negara kita ini,” kata politisi Gerindra ini.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Untuk itu, dia meminta pemerintah membatalkan impor beras ini. Apalagi sudah menjadi hal yang lazim setiap kali panen, harga gabah petani selalu jatuh. Ditambah adanya impor beras dari Thailand dan Vietnam ini akan membuat petani lebih terpukul. “Saya pribadi lebih percaya data Kementan. Jadi saya tidak setuju dengan impor ini,” tutup dia.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Dyah Pitaloka menilai impor beras yang akan dilakukan oleh Bulog janggal. Sebab selama dua tahun ini, kebutuhan akan beras masyarakat bisa terpenuhi cukup melalui produksi petani dalam negeri.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Dua tahun pemerintahan Jokowi (Presiden Joko Widodo) tidak impor beras. Lalu sekarang tiba-tiba impor, ada apa sebetulnya? Kami dari PDIP juga belum pernah mendengar statemen langsung dari Bapak Jokowi untuk meminta impor beras dalam kondisi jelang panen raya ini,” katanya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Karena itu, Rieke dengan tegas menolak kebijakan impor beras 500 ribu ton dari Thailand dan Vietnam. Terlebih, keputusan yang diambil tidak berdasarkan fakta ketersediaan beras, namun lebih kepada ketidakberesan Bulog dalam memperkuat cadangan beras pemerintah.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Menurutnya, kinerja Bulog di 2017 sangat mengecewakan. Data yang diperolehnya, sepanjang Januari-Desember 2017, serapan gabah Bulog anjlok 27 persen dibandingkan 2016, sebesar 2,16 juta ton. Makanya, dia tidak heran kalau di 2018 ini stok cadangan beras pemerintah di gudang Bulog berada di bawah 1 juta ton.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Pada saat panen raya idealnya hampir terserap 70 persen, namun realisasinya masih 42 persen. Persoalannya adalah daya serap Bulog minim, kalau serap segitu berarti ada yang tidak terserap. Kalau kondisi Bulog seperti ini, saya kira ini untuk perhatian kita, apakah stok pas-pasan ini solusinya impor? Atau ada persoalan tata niaga di Bulog yang salah yang harus kita benahi,” katanya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Rieke mengatakan, berdasarkan data satelit, terlihat bahwa pada Januari 2018, akan ada panen di 854.369 ha lahan dengan produksi Gabah Kering Giling (GKG) diperkirakan sebanyak 4,2 juta ton. Kemudian Februari 2018 akan ada panen di 1.638.391 ha lahan dengan produksi GKG 8,55 juta ton. Pada Maret 2018 panen di 2.252.962 ha lahan dengan produksi GKG 11,8 juta ton. Panen masih akan berlanjut di April 2018 dengan luas lahan, 1.664.187 ha dan produksi GKG 8,38 juta ton. Dia pun curiga kebijakan impor ini hanya menguntungkan pihak tertentu. Apalagi ada margin besar antara harga beras di dalam negeri dengan beras yang akan diimpor. Sementara di satu sisi, Bulog tidak punya kecukupan uang untuk melakukan impor. Jika kondisi tersebut benar, Rieke bertanya-tanya impor beras ini menggunakan uang siapa. Kementerian Perdagangan sendiri sebelumnya sudah memastikan tidak akan menggunakan anggaran dari APBN untuk impor ini.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Bulog mengakusisi 70 persen saham PT Gendis Manis Rp77 miliar, dan mempunyai tanggungan BRI Rp885,4 miliar dengan indikasi pembelian adanya persoalan-persolan serius. Jadi, betul kalau BULOG tidak punya uang karena sampai sekarang enggak ngasih dividen,” ungkapnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Yang lebih ironi, Rieka menuding Bulog banyak masalah di internal lembaga tersebut. Sebab yang terjadi banyak oknum di internal Bulog kesandung kasus hukum. “Subdivre Semarang terjadi penyelewengan beras dengan kerugian Rp 6,3 miliar, mantan kepala Bulog baru Semarang korupsi kasus stok beras, juru timbang gudang Bulog Semarang gelapkan Rp 6 miliar, kepala Bulog Lahat oplos beras. Bahkan Djarot, Direktur Utama Bulog sebagai saksi suap kasus penambahan kuota gula impor,” kata Rieke.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Selain itu, kata Rieke, bila diputuskan untuk impor saat ini maka membutuhkan proses yang memakan waktu satu sampai dua bulan. Artinya, kata Rieke, beras impor baru akan datang pada Februari bahkan April. Tidak bisa langsung datang beras tersebut.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Wakil Ketua Komisi VI DPR Azam Asman menyayangkan Kemendag belum memiliki data riil sebaran beras yang beredar di masyarakat. Padahal data itu diperlukan agar pemerintah bisa membuat suatu kebijakan dengan benar. “Di mana data gudang seluruh Indonesia? Kalau enggak punya data bagaimana mau ambil keputusan,” kata Azam.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Jika data tersebut tidak ada, Azam khawatir malah bisa menimbulkan kecurigaan di kalangan masyarakat terhadap apa yang dilakukan pemerintah dalam memutuskan impor beras tersebut. Toh di era perkembangan teknologi saat ini menyediakan data bukanlah hal yang sulit dilakukan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Supaya dicatat semua dan dilaporkan dari waktu ke waktu. Ini sudah era teknologi. Ini sebagai dasar pengambilan keputusan. Berapa panen yang laku. Disimpan di mana barang ini, berapa stoknya, kalau tidak ada kita kan patut curiga. We have to speak by data,” kata Azam.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Bulog sendiri melakukan langkah cepat begitu mendapat penugasan pemerintah untuk impor beras 500 ribu ton. Adapun lelang tersebut hanya boleh diikuti oleh anggota asosiasi dari negara-negara produsen yang dituju, yakni Thailand, Vietnam, India, Pakistan, dan Myanmar. “Proses (lelang) sejak tadi malam (Senin, 15/1) sudah dibuka di website kami. Siapapun boleh mendaftar sepanjang memenuhi persyaratan tender,” kata Direktur Bulog Djarot Kusumadjakti.(RS).