Kementan Bersama PISPI Bedah RUU Cipta Kerja, Optimis Masa Depan Pertanian
Kementan Bersama PISPI Bedah RUU Cipta Kerja, Optimis Masa Depan Pertanian
Pilarpertanian - Kementerian Pertanian (Kementan) bersama perhimpunan sarjana pertanian Indonesia (PISPI) bersinergi untuk membedah Omnibus Law Rancangan Undang – Undang (RUU) Cipta Kerja yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Sejumlah tokoh pertanian dalam acara ini turut menyampaikan berbagai aspirasi untuk mempertegas masa depan sektor pertanian Indonesia sekaligus menjawab kekhawatiran yang muncul di tengah masyarakat.
Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian (PPVTPP) Kementan, Erizal Jamal mengatakan, melalui RUU Cipta Kerja dilakukan perbaikan pengaturan tentang kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terutama dalam perizinan berusaha, semuanya ditarik menjadi kewenangan pemerintah pusat dan pengaturan lebih lanjut dilakukan melalui peraturan pemerintah.
“Sebagai contoh dalam penyusunan rencana tata ruang wilayah dan rencana detil tata ruang, penyelenggaranya awalnya dilakukan Menteri dan Pemerintah Daerah. Namun Undang Undang Cipta Kerja mengalihkannya, menjadi kewenangan pemerintah pusat dan diatur melalui peraturan pemerintah,” ujarnya dalam Webinar dan Peringatan Hut PISPI Ke-10, Jumat (23/10/20).
Erizal menambahkan bahwa latar belakang dari pembentukan RUU Cipta Kerja adalah dalam rangka menyederhanakan dan memangkas peraturan birokrasi yang terlalu panjang. Menurutnya, RUU Cipta Kerja perlu segera ditindak lanjuti dengan reforma regulasi sehingga kedepan tidak banyak lagi aturan-aturan dari Kementerian atau daerah yang menyulitkan banyak pelaku usaha.
“Ini hal yang hakikat. Kalo kita melihat ini merupakan salah satu aspek positifnya. Apalagi kami menyadari memang sangat rumit urusan perizinan dengan banyaknya regulasi yang ada,” tambah Erizal.
Selain itu, Erizal meminta agar RUU Cipta Kerja perlu dilihat dari perspektif yang luas. Menurutnya, banyak polemik yang terjadi pada masyarakat terkait RUU Cipta Kerja terutama dalam ketentuan impor yang dibahas dalam UU no.18 tahun 2012 tentang pangan dimana dalam pasal 14 berisi Sumber penyediaan pangan diprioritaskan berasal dari 1) produksi pangan dalam negri, 2) cadangan pangan nasional dan atau, 3)impor.
“Namun perlu kita ingat dalam setiap ketentuan impor, kita selalu katakan bahwa sumber penyediaan pangan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1) dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan petani, nelayan, pembudi daya ikan dan pelaku usaha pangan mikro dan kecil. Semua pihak selalu menginginkan untuk memberikan keutamaan dan perlindungan kepada petani dan produksi pangan dalam negri,“ tuturnya.
Erizal mengatakan RUU Cipta kerja merupakan bagian yang menangkap momentum untuk mensejahterakan petani. Selama ini, pembangunan pertanian direncanakan secara parsial kemudian sifatnya jangka pendek dengan siklus perencanaan 5 tahunan pemerintahan. Kemudian secara parsial pertanian seakan–akan hanya diurus oleh Kementan padahal pertanian itu memerlukan dukungan dari banyak pihak.
“Saya sangat setuju untuk jangan mengartikan secara sempit rancangan undang-undang ini. Justru rancangan undang-undang ini yang membuka kontribusi semua pihak secara sebesar besarnya,“ ucapnya.
Ketua Dewan Pakar PISPI, Arif Satria mengatakan RUU Cipta Kerja memang perlu kita kaji secara objektif dan independent karena pemerintah tentu memiliki niat yang baik untuk bisa memberikan iklim regulasi kondusif usaha dalam bidang pertanian dan juga usaha – usaha lain dan pemerintah juga bisa memberikan prasangka baik kepada masyarakat yang kritis kepada RUU Cipta Kerja ini.
“Pada hakikatnya, orang-orang yang menciptakan undang-undang ini adalah orang yang cinta Indonesia. Kita akan melihat mana pasal-pasal yang bagus untuk dilanjutkan, mana yang perlu dikawal atau mungkin akan ada pasal-pasal yang nantinya kita usulkan untuk direvisi,“ kata Arif.
Menurut Arif, Pemerintah sangat terbuka terutama Presiden RI yang memberikan ruang untuk masyarakat dalam memberikan masukan terhadap RUU Cipta Kerja dengan ketentuan kita sudah mempelajari UU tersebut.
“Jangan tiba-tiba kita belum baca, namun kita sudah berkomentar. Saya yakin kita bisa memberikan kajian dan solusi. Kita bisa memahami apa yang dihadapi pemerintah karena adanya indeks keriwetan global, dimana Indonesia berada pada peringkat satu apalagi dalam hal perizinan,” tutur Arif.
Bersamaan, Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan, Kuntoro Boga Andri mengatakan bahwa sinergi antara Kementan dan PISPI dalam membahas RUU Cipta Kerja dalam rangka memberikan masukan kepada pemerintah sekaligus mengawal sehingga bisa menjadi masukan dan pertimbangan dalam pembentukan UU atau peraturan – peraturan turunan lainnya.
“Kita semua mengawal pembuatan peraturan undang-undang ini. Nanti kita jadi akan jadikan setiap pemikiran yang sudah di cetuskan menjadi masukan – masukan dalam pembuatan peraturan turunan nya nanti,” tukas Kuntoro.(BB)