Kementan Sigap Tangani Dampak Perubahan Iklim di Kalimantan Barat
Kementan Sigap Tangani Dampak Perubahan Iklim di Kalimantan Barat
Pilarpertanian - Menghadapi musim hujan di awal Oktober 2020, masyarakat tetap mewaspadai wilayah-wilayah yang akan mengalami musim hujan lebih awal, yaitu di sebagian wilayah Sumatera dan Sulawesi serta sebagian kecil Jawa, Kalimantan, NTB dan NTT.
Secara teori, menanam komoditi hortikultura pada musim hujan akan menghadapi kendala karena memicu berkembangnya organisme pengganggu tanaman, terutama penyakit. Dampaknya, resiko kegagalan panen menjadi lebih besar. Beberapa OPT yang perlu diwaspadai antara lain antraknosa, layu fusarium dan bercak ungu.
Direktur Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto menyampaikan bahwa salah satu kunci keberhasilan peningkatan produksi yaitu melakukan pengendalian OPT.
“Saya meminta Petugas Pengendali OPT yang berada di bawah Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura agar tetap semangat melakukan tugasnya dalam monitoring OPT, baik di musim hujan maupun pada musim kemarau,” ujar Prihasto.
Prihasto menambahkan, Kementerian Pertanian (Kementan) di bawah komando Syahrul Yasin Limpo (SYL) tetap mendorong dan memacu jajaran di Kementan untuk lebih giat dalam penerapan teknologi pertanian. Ini dilakukan sebagai upaya pengelolaan OPT.
“Tujuannya tak lain untuk memastikan ketersediaan produksi hortikultura untuk tetap aman dan terjaga,” lanjutnya.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Kalimantan Barat, Florentinus Anum, mengatakan bahwa perubahan iklim berimplikasi terhadap munculnya ras, strain dan biotipe baru dari OPT.
“Dampak dari perubahan iklim adalah berubahnya pola hujan, bergesernya awal musim, banjir, kekeringan, dan naiknya permukaan air laut yang mana hal tersebut otomatis memicu perubahan pola hidup OPT sehingga dapat menyebabkan ledakan hama penyakit,” ungkap Florentinus.
Beberapa hal yang menurutnya akan terus dilakukan di antaranya adalah mengoptimalkan pemanfaatan sarana prasarana seperti pompanisasi yang ada di petani. Selain itu, mengintensifkan pemantauan dinamika serangan OPT serta penerapan sistem budi daya tanaman yang sehat. Program ini diintegrasikan dalam teknologi pengelolaan hama dan penyakit tanaman secara terpadu. Dengan demikian, POPT adalah garda terdepan dalam mengawal dan melindungi pertanian dari serangan OPT dan DPI.
Budi daya tanaman hortikultura di musim kemarau maupun di musim penghujan sebenarnya sama-sama memiliki risiko gagal panen. Perbedaannya terletak pada penyebabnya saja. Jika di musim kemarau biasanya disebabkan kurangnya pasokan air, sementara kalau di musim penghujan disebabkan adanya kelebihan air.
“Curah hujan tinggi juga akan menyebabkan kelembapan yang tinggi. Risiko gagal panen di musim hujan disebabkan oleh penyakit tanaman yang berasal dari jamur dan bakteri,” ujar Kepala UPT Perlindungan TPH Kalbar, Yuliana Yulinda.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, kata Yuliana, jajarannya telah melakukan beberapa hal sebagai tindakan antisipasi, antara lain monitoring dan evaluasi kondisi iklim, baik itu melalui kerja sama dengan BMKG, SMPK maupun dari hasil pengamatan AWS yang kemudian dipadukan dengan analisis peramalan OPT. Selanjutnya, berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memetakan daerah sentra hortikultura yang rawan terkena dampak perubahan iklim dan tindakan pengendalian yang dapat dilakukan bersama. Selain itu, melakukan pemantauan perkembangan OPT secara intensif untuk mengetahui perkembangan OPT sebagai dasar tindakan pengendalian yang dilakukan.
“Termasuk membimbing petani untuk melakukan penyesuaian kultur teknis budi daya sebagai upaya adaptasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim, seperti peninggian bedengan tanaman, penggunaan varietas toleran, pengaturan jarak tanam, sanitasi lingkungan, perbaikan drainase, pemupukan dengan dosis yang tepat serta pemanfaatan agensia hayati dalam pengendalian OPT,” paparnya.
Dalam penanganan dampak perubahan iklim di sektor pertanian, UPT Perlindungan TPH Kalbar menggandeng Stasiun Klimatologi Kalimantan Barat serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Barat untuk memetakan sebaran daerah rawan kebanjiran hingga tingkat desa.
“Dengan mengetahui lebih awal daerah mana-mana saja yang rentan kebanjiran serta prakiraan perubahan cuaca dan musim yang akan terjadi, kami dapat menindaklanjutinya dengan memberikan edukasi dan sosialisasi tentang prakiraan musim hujan kepada petani terkait budi daya tanamannya,” imbuhnya.
Menurut Yuliana, penting untuk mengantisipasi potensi kerawanan akibat perubahan iklim. “Baik itu oleh petani, kami selaku petugas maupun instansi terkait lainnya. Karena sebagaimana yang kita ketahui bersama kondisi saat ini kurang begitu baik disebabkan adanya pandemi ditambah lagi dengan cuaca ekstrim. Oleh karena itu, kami akan berupaya semaksimal mungkin membantu petani agar mereka bisa tetap panen,” ujar Yuliana.
Menyikapi merebaknya OPT di musim hujan, Direktur Perlindungan Hortikultura. Sri Wijayanti Yusuf, mengajak dan menghimbau petani untuk terus menggunakan bahan pengendali OPT ramah lingkungan.
“Harapannya. produksi yang dihasilkan aman konsumsi. Jika pun menggunakan pestisida kimia. perlu memperhatikan prinsip 6 (enam) tepat yaitu tepat sasaran, mutu, jenis pestisida, waktu, dosis dan konsentrasi serta cara penggunaan,” tutup dia.(BB)