Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

17 June 2019

Kementan Tegaskan Kebijakan Wajib Tanam Bawang Putih Tetap Dilanjutkan

Kementan Tegaskan Kebijakan Wajib Tanam Bawang Putih Tetap Dilanjutkan
17 June 2019

Kementan Tegaskan Kebijakan Wajib Tanam Bawang Putih Tetap Dilanjutkan

Pilarpertanian - Pilar Pertanian – Kementerian Pertanian (Kementan) menegaskan kebijakan wajib tanam dan memproduksi bawang putih sebanyak 5% dari pengajuan impor, akan terus dilanjutkan dan disempurnakan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kebijakan tersebut diyakini bukanlah penyebab atau pemicu kenaikan harga salah satu bumbu dapur tersebut di tingkat konsumen beberapa waktu lalu.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura, Moh Ismail Wahab menjelaskan sampai dengan tahun 2021, pemerintah memproyeksikan pasokan bawang putih konsumsi dalam negeri masih mengandalkan impor.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Sementara, produksi dalam negeri difokuskan untuk memenuhi kebutuhan benih tanam.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Tahun 2019 ini saja, Kementan terus berupaya menggenjot produksi bawang putih lokal di lebih dari 100 kabupaten seluruh Indonesia melalui dana APBN,” demikian dijelaskan Ismail di Jakarta.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Wajib tanam importir digadang menjadi pendukungnya. Meski dalam pelaksanaannya diwarnai berbagai kekurangan, program wajib tanam ini terbukti mencatatkan berbagai keberhasilan diantaranya seperti dilansir data BPS tentang kenaikan luas panen 250 persen dan produksi 200 persen tahun 2018 dibanding tahun sebelumnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Wajib tanam importir hanyalah salah satu pendekatan yang dilakukan pemerintah guna mendukung pencapaian target swasembada selain melalui dana APBN,” sebut Ismail.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Pelibatan importir dalam proses wajib tanam, dimaksudkan agar tumbuh kepedulian dan komitmen kebersamaan dalam mewujudkan kedaulatan pangan nasional khususnya bawang putih,” imbuh dia.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Menurut Ismail, hingga saat ini mekanisme penerbitan rekomendasi impor oleh Kementan dan Persetujuan Impor oleh Kementerian Perdagangan diklaim masih berjalan sesuai koridor aturan. Pihaknya membantah ada upaya kesengajaan menciptakan kelangkaan pasokan pada bulan-bulan tertentu, sehingga memicu lonjakan harga, seperti yang terjadi beberapa pekan menjelang puasa 2019 lalu.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Berdasarkan data BPS 2018, realisasi impor bawang putih periode November/Desember 2018 mencapai 227,6 ribu ton. Kebutuhan nasional kita rata-rata sekitar 40 ribu ton sebulan, sehingga diperkirakan stok carry over masih mencukupi sampai dengan April 2019,” ujarnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Tentunya, lanjut Ismail, tanpa menafikkan faktor susut bobot selama penyimpanan. Kenyataannya trend kenaikan harga sudah mulai sejak Februari/Maret 2019.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Bisa jadi ada pihak-pihak yang sengaja menggunakan isu penerbitan RIPH dan SPI untuk mempengaruhi psikologi pasar,” tegasnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Ismail mengakui bahwa kebijakan importasi bawang putih nasional selama 7 tahun terakhir mengalami dinamika. Sejak tahun 2013 hingga 2017, bawang putih diatur dalam RIPH tanpa wajib tanam.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Dampaknya, importir leluasa menguasai pasar bawang putih impor, bahkan bisa mencapai 96 persen lebih.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Lebih lanjut Ismail menegaskan, baru tahun 2017 lalu, seiring dengan pencanangan program swasembada oleh Menteri Pertanian, ditambahkan aturan wajib tanam bagi importir bawang putih. Tentu diantara sekian banyak importir penyikapan terhadap kebijakan tersebut berbeda-beda.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Ada yang mendukung, ada yang biasa-biasa saja, adapula yang justru melawan. Ini yang perlu juga dicermati bersama,” ungkap Ismail tanpa merinci siapa saja yang dimaksud.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Ismail pun menjelaskan besaran wajib tanam RIPH tidak bisa mengacu kepada SPI. Proses RIPH lebih awal dibanding SPI, karena wajib tanam ini lebih dimaksudkan untuk mewujudkan komitmen mendukung swasembada, dan bukan sekedar syarat memperoleh SPI.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Sehingga, filosofi wajib tanam 5 persen itu berbeda dengan usulan kebijakan tarif dan CSR. Wajib tanam diarahkan untuk membangun kemitraan, sehingga sejak awal sudah didesain dan dibangun model komprehensif bawang putih lokal, mulai dari proses budidaya panen, kemitraan, gudang, distribusi hingga pasarnya,” jelasnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Artinya, importir benar-benar diajak terlibat langsung dan menyelami ruh dari rantai agribisnis bawang putih lokal,” sambung dia.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Ismail pun mengakui bahwa pemerintah tidak menutup mata adanya kekurangan dalam pelaksanaan kebijakan wajib tanam ini.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Bayangkan, sejak 1996 sampai 2017 bawang putih lokal nyaris hilang dan petani-petani lama sudah banyak yang meninggal serta riset bawang putih nyaris stagnan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Pun lahan sudah berubah peruntukan. Iklim juga mengalami pergeseran. Benih lokal awalnya juga sangat terbatas. Kita sudah petakan itu semua. Evaluasi dan pembenahan terus dilakukan bersama semua pihak terkait. Tentu berlaku mekanisme reward and punishment dalam proses ini,” bebernya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Sanksi Bagi Importir Nakal
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Ismail menuturkan hingga saat ini Kementan telah mengantongi daftar hitam setidaknya 38 importir bawang putih yang tidak patuh aturan wajib tanam dari total 81 importir penerima RIPH 2017 lalu, dan 15 importir bermasalah terkait importasi produk hortikultura. Artinya, untuk RIPH 2017 lebih banyak importir yang patuh wajib tanam dibanding yang tidak. Importir yang serius dan rajin tanam nyatanya bisa berhasil.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Sementara bagi yang ogah-ogahan dan sengaja lari dari kewajiban, ya tidak dapat apa-apa,” tuturnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Oleh karena itu, Ismail tidak menampik kemungkinan jumlah daftar hitam akan terus bertambah, seiring proses evaluasi wajib tanam RIPH 2018 dan 2019. Pihaknya melibatkan Inspektorat, KPK, Satgas Pangan, KPPU, DPR dan pihak-pihak lain dalam proses evaluasinya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Tentu saja importir dan stakeholder lain juga kita ajak komunikasi,” katanya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Dari data yang dihimpun pihaknya, rata-rata produktivitas bawang putih lokal nasional baru mencapai 8 ton per hektar. Namun, di beberapa daerah seperti Sembalun bisa mencapai 12 ton hingga 18 ton per hektar. Bahkan ada yang diatas 20 ton seperti yang dihasilkan petani Karanganyar.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Tentu kita akui angka provitas kita masih lebih rendah dari China, tapi soal aroma rasa, kita masih jagonya,” ujar Ismail.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kedepan, kata Ismail, pihaknya berharap semua pihak saling bahu membahu mensukseskan agenda kedaulatan pangan nasional termasuk bawang putih.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Persoalan bawang putih dinilainya melibatkan banyak faktor kompleks mulai dari budidaya, regulasi impor, distribusi, tataniaga, pengawasan hingga penegakan hukum.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Kita harapkan institusi pengawasan maupun instansi terkait bisa lebih berimbang dan objektif dalam melaksanakan peran dan fungsinya mengawal bawang putih nasional,” pungkasnya.(DYN)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *