Mengatasi Kekeringan Ala HIPPA Tirto Tinoto
Mengatasi Kekeringan Ala HIPPA Tirto Tinoto
Pilarpertanian - Pilar-Kerja keras dan cerdas warga Desa Karang Tinoto, Kecamatan Rengel, Kabupaten Tuban, Jawa Timur berhasil mengatasi kekeringan. Mereka membentuk Himpunan Petani Pemakai Air (HIPPA) Tirto Tinoto, guna mengelola air yang berlimpah dari Sungai Bengawan Solo untuk mengairi sawah mereka.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Mereka menggunakan pompa yang ditempatkan pada dua titik penyedotan air sungai Bengawan Solo, kemudian dialirkan ke saluran irigasi Desa hingga membentuk jaringan tersier untuk mengairi 463 Ha lahan sawah, meliputi 4 blok lahan dan 4 kelompok tani di 4 desa di Kecamatan Rengel dan Soko.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Menurut Ketua HIPPA Kasadi, sistem pengairan dan pemompaan air tergantung dari kebutuhan petani. HIPPA akan menjadwal penarikan air dari sungai Bengawan Solo selama musim kemarau berlangsung.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Kita melihat kebutuhan, kalau memang sudah cukup kita berhenti, kalau masih ada yang butuh kita tarik lagi airnya,” jelas Kasadi kepada wartawan yang melakukan kunjungan pers, Kamis (12/10/2017).
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kasidi menjelaskan, untuk merawat pompa dan saluran irigasi mereka menerapkan sistem bagi hasil. Mereka sebut dengan istilah *moro pitu (satu per tujuh)*. Gambarannya, bila petani panen sebanyak 7 ton, maka 1 ton hasilnya diberikan kepada HIPPA untuk biaya perawatan dan operasional.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Pompa yang dimiliki HIPPA Tirto Tinoto saat ini merupakan swadaya dari sistem bagi hasil yang diterapkan antara petani dan HIPPA sebagai pengelola pengairan. Hmpir semua kegiatan, mulai membangun dan pengadaan pompa, membuat saluran air, pengelolaan, hingga perawatan dilakukan secara swadaya oleh petani yang membentuk HIPPA Tirto Tinoto.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kasidi mengaku tahun 1993 pernah mendapat bantuan luar negeri melalui pemerintah berupa pompa dan saluran irigasi. Hanya saja pompa bantuan tersebut kemudian terendam dan sudah tidak dapat digunakan lagi.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Agar irigasi tetap berjalan, warga memutuskan untuk menyewa pompa dari swasta di tahun 1994 dengan sistem bagi hasil, 80% untuk petani dan 20% untuk pengairan (yang punya pompa). Disamping itu, petani setelah panen juga memberikan 10% dari hasil panen, yang kemudian kami tabung hingga tahun 2003. Dan pada akhirnya setelah kontrak habis, kami membeli pompa tersebut dari pengusaha,” jelasnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Menurut Kasadi, setelah mendapatkan alat dan pompa sendiri, HIPPA Tirto TInoto terus berjuang dan memberikan hasil panen yang cukup baik bagi petani. Saat ini nilai aset yang dimiliki HIPPA Tirto Tinoto sudah mencapai 4,4 Milyar yakni berupa aset barang 2,5 Milyar dan kas sebesar 1,9 Milyar.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Cara pengelolaan irigasi tersebut diapresiasi oleh Sekertaris Direktorat Prasarana dan Sarana Pertanian Kementrian Pertanian Abdul Majid. Ia bangga dengan pola pengelolaan HIPPA Tirto Tinoto dalam mengatasi kekeringan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Saya sangat terkesan dan bangga dengan manajemen dan kerja dari HIPPA Tirto Tinoto ini. Karena, kalau semua organisasi di tingkat petani seperti yang dilakukan oleh HIPPA Tirto TInoto ini, tugas pemerintah akan ringan,” jelas Abdul Majid yang memandu selama kunjungan pers ke Desa Karang Tinoto, Tuban.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Melihat keberhasilan HIPPA Tirto Tinoto mengelola pengairan, Abdul Majid akan mengusulkan HIPPA Tirto Tinoto dapat dijadikan sebagai percontohan karena manajemennya yang sudah maju dan swadaya. Majid pun berencana untuk membawa kelompok petani asal Kab.Ogan Ilir Sumatera Selatan untuk datang ke Tuban dan belajar mengenai pengelolaan HIPPA Tirto Tinoto. (Aji)