Pakar IPB : Dukung Trobosan Baru Pola IP 400 Dengan Prasyarat Ekosistem
Pakar IPB : Dukung Trobosan Baru Pola IP 400 Dengan Prasyarat Ekosistem
Pilarpertanian - IP 400 merupakan salah satu upaya meningkatkan produksi dan salah satu cara mengatasi alih fungsi lahan dan pertumbuhan penduduk. Ini merupakan hal baru, terobosan baru yang belum lama ini dimasifkan oleh Kementan. Kurang lebih 2 tahun terakhir ini gerakan IP 400 dikembangkan di seluruh provinsi. untuk mensosialisasikan program IP 400 Kementan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sudah beberapa kali mengadakan sosialisasi atau bimtek tentang IP 400, terbaru Ditjen TP mengadakan webinar tentang usaha tani intensif IP 400 untuk meningkatkan produksi padi pada 25/6/2022 yang dihadiri oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Direktur Serealia dan beberapa akademisi dari universitas.
Koordinator Intensifikasi Padi, Rahmat yang mewakili Direktur Serealia mengatakan perkembangan produksi padi beberapa tahun terakhir selalu lebih tinggi dibanding dengan kebutuhan konsumsi, ini akan terus ditingkatkan dikarnakan ke depan akan di hadapkan dengan tantangan krisis pangan global, maka pertanian Indonesia harus bersiap menghadapi tantangan itu sesuai dengan tema peringatan Hari Krida Pertanian yang jatuh pada 21 Juni 2022 kemarin yaitu pertanian Indonesia siap menghadapi krisis pangan global.
“Selain kita surplus kita terus berupaya untuk meningkatkan produksi, tentunya untuk mengatasi tantangan yang ada, salah satu upaya kita dengan terus mensosialisasikan dan memasifkan gerakan IP 400 ini. Ini akan berhasil jika ada rekayasa-rekayasa dan kolaborasi beberapa sektor sehingga kemudian gerakan ini bisa diterapkan secara berkelanjutan” ucap Rahmat.
Sementara itu, Hermanu Tri Widodo Guru Besar IPB menjelaskan tentang potensi serangan hama pada usaha tani secara intensif dan cara mitigasinya, pola IP 400 tentunya memiliki potensi yang cukup besar terjadinya serangan hama, tapi logikanya pada IP 100, IP 200, IP 300 juga ada gangguan tinggal bagaimana menerapkan teknologi yang diperlukan untuk mitigasi.
“Sesuai dengan apa yang tadi dijelaskan Pak Dirjen bahwa ada prasyarat-prasyarat tentang mapping area, tidak harus padi, padi, padi, padi, tapi bisa juga dengan palawija untuk memangkas penyebaran hama sesuai agro ekosistem daerah masing-masing, jadi perlu juga mengartikan IP 400 itu tidak hanya padi saja bisa dengan yang lain, sesuai dengan kreativitas dan yang paling penting itu harus mengurangi penggunaan pupuk kimia dan memanfaatkan pupuk organik yang ada di sekitar sehingga kesehatan tanah tetap terjaga” ungkap Hermanu Widodo.
Guru besar Fakultas Pertanian UGM, Andi Tresyono menerangkan bahwa Perlindungan Hama Terpadu (PHT) merupakan aspek utama dalam pengendalian hama penyakit bukan hanya di Indonesia, di beberapa negara prinsip-prinsip PHT menjadi corenya dalam perlindungan tanaman. Prinsip utama yang harus di pegang bagaimana membentuk ekosistem yang sehat dan memberikan manfaat dalam mengelola hama dan penyakit. Prinsip yang kedua yang perlu di perhatikan juga pengambilan sampel sehingga itu akan memberikan informasi yang sebenarnya pada kondisi serangan pada lahan IP 400. Prinsip yang ketiga yaitu pengambilan keputusan harus tepat setelah melakukan pengamatan dan penelitian misal memilih pestisida sehingga ekosistem tetap terjaga.
“Gerakan IP 400 menurut saya akan berhasil apabila dilakukan rekayasa lingkungan dengan menggunakan multi varietas, menjaga keseimbangan, tidak perlu intervensi pengendalian kalau memang tidak diperlukan, pengamatan secara cermat dan tindakan cepat dan tepat saat diperlukan” jelas Andi Tresyono.
Di kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi mengatakan bahwa IP 400 ini merupakan salah satu upaya baru untuk meningkatkan produksi di tengah keterbatasan lahan dan kenaikan jumlah penduduk, setiap tahun kenaikan jumlah penduduk kurang lebih 2,7 juta dan membutuhkan beras kurang lebih 320-350 ribu ton, setiap tahun produksi harus naik untuk mencukupi kebutuhan itu, yang kedua dikarenakan laju alihfungsi 800-900 ribu ton beras yang berkurang apalagi sekarang di tambah dampak covid, iklim ekstrim, sehingga diperlukan kerja-kerja yang tidak biasa, diperlukan terobosan-terobosan dan inovasi untuk mensolusi itu.
“Jadi IP 400 itu merupakan suatu keberanian melakukan perubahan tapi bukan perubahan teknis budidaya tetapi perubahan pola pikir, perubahan perilaku petani memanfaatkan lahan. Tantangan ke depan tentunya krisis pangan global 60 negara terancam krisis pangan dampak perang Ukraina jadi kita perlu bersiap, ini merupakan tantangan buat kita semua, sesuai arahan bapak menteri harus berkreasi, berinovasi dan melakukan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik” tutup Suwandi.(ND)