Pantau Produksi, Kementan Stabilkan Harga Cabai di Akhir Tahun
Pantau Produksi, Kementan Stabilkan Harga Cabai di Akhir Tahun
Pilarpertanian - Dinamika harga cabai di berbagai daerah menjelang akhir tahun menjadi fokus perhatian Kementerian Pertanian (Kementan), khususnya dalam menjaga stabilitas harga komoditas hortikultura jelang Hari-Hari Besar Keagamaan (HBKN). Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menekankan pentingnya kehadiran di lapangan untuk mendukung petani, memantau produksi, mencatat masalah yang dihadapi dan memberikan solusi bersama dinas pertanian.
“Jelang nataru ini kita semua harus berada di lapangan, kita harus berada di dekat petani, hitung produksinya, catat masalahnya dan berikan solusi. Tentunya kalau bersama-sama dinas pertanian, kita bisa temukan solusi terbaik itu”, tegas Mentan Amran.
Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto, memerintahkan untuk secara terus-menerus petugas dari Kementan berada di lapangan. Tim tersebut terlibat dalam pemantauan harga, distribusi bantuan, pemantauan serangan hama, penyakit tanaman, serta memberikan edukasi kepada petani.
“Tim kami sudah di lapangan, ada yang memantau harga, ada yang mantau bantuan di titik bagi, tim POPT memantau serangan hama dan penyakit tanaman, dan beberapa tim hadir untuk mengedukasi petani”, terang Anton, sapaan akrabnya.
Prihasto Setyanto yang juga menjabat sebagai Plt. Sekjen Kementan menjelaskan bahwa meskipun kenaikan harga cabai merupakan hal biasa, upaya pemberian bantuan pompa sumur dalam di beberapa wilayah telah dilakukan untuk mengatasi dampak kekeringan, sehingga produksi diharapkan dapat kembali normal.
Menurut Anton, produksi cabai saat ini masih dalam level aman jika dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi. Dia menegaskan bahwa dengan turunnya hujan, para petani akan kembali menanam, dan produksi cabai diprediksi surplus untuk tahun ini meskipun bulanan bisa mengalami fluktuasi yang bersifat musiman.
Di Kabupaten Bulukumba, kenaikan harga cabai terjadi secara drastis. Petani seperti Ice Rismayani dan Muhammad Ramli merasakan dampaknya. Ice mengakui bahwa stok cabai berkurang akibat dari cuaca ekstrem El Nino, sementara Ramli menganggap harga yang tinggi sebagai peluang untuk mengembangkan lahan cabai lebih besar dan mengatasi kerugian sebelumnya.
Menurut pengakuan petani cabai di desa Bontobangun, Kec. Rilau Ale itu, harga cabai rawit di tingkat petani saat ini dibanderol seharga Rp.45 ribu, cabe keriting, Rp. 37 ribu sedangkan cabe besar Rp.25 ribu. Hal ini diakui Ice karena memang stok cabai di Kota Kabul (sebutan Kota Bulukumba di kalangan anak milenial) berkurang akibat kekeringan yang melanda hampir sekitar 4 bulan lamanya.
“Saya selaku petani tentunya saat ini senang sekali kalau harga cabai mahal, karena bisa mengembalikan kerugian kami dulu. Sekarang ini kami bisa nabung keuntungan itu untuk mengembangkan lahan cabai ini lebih besar. Harusnya masyarakat mengizinkan kami untuk menikmati keuntungan cabai itu, agar para petani seperti kami ini bisa merasakan kesejahteraan”, tuturnya.
Di samping Bulukumba, kenaikan harga cabai juga terjadi di Jeneponto, di mana cabai rawit mencapai harga Rp.60 ribu per kilogram. Terpantau di lapangan banyak petani cabai merugi akibat kekeringan yang belum teratasi sepenuhnya, meskipun bantuan pompa air dari Kementan telah memberikan manfaat bagi sebagian petani.
Kementan terus berupaya mendukung petani dengan memberikan bantuan tambahan, memantau kondisi lapangan dan memberikan solusi agar harga cabai kembali stabil di tengah dinamika perdagangan yang terjadi.(PW)