Peneliti Balitbangtan Meraih Award The Influential Figures on Soil Conservation
Peneliti Balitbangtan Meraih Award The Influential Figures on Soil Conservation
Pilarpertanian - Pilar – Award The Influential Figures on Soil Conservation diberikan oleh Badan Pangan Dunia (FAO) dan GSP kepada Dr. Yiyi Sulaeman, peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian di Beijing beberapa hari lalu. Badan Pangan dan Pertanian PBB, atau Food and Agriculture Organization (FAO), dan Kemitraan Global Pertanahan, atau Global Soil Partnership (GSP) bersama sama dengan Kementerian Pertanian Tiongkok melaksanakan Simposium Internasional bertajuk Kesehatan Tanah dan Pembangunan Berkelanjutan (Soil Health and Sustainable Development). Pada simposium ini, Dr. Yiyi diundang sebagai pembicara kehormatan untuk menyampaikan pemikirannya terkait strategi manajemen implementasi guna meningkatkan bahan organik tanah di wilayah agroekosistem tropis dengan acuan utama Indonesia. Dalam paparanya, Dr. Yiyi menyampaikan bahwa 70% tanah Indonesia mempunyai kandungan bahan organik tanah rendah. “Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian telah merampungkan peta karbon organik tanah dalam rangka implentasi GSP. Dari peta itu lahan-lahan pertanian umumnya mempunyai kadar karbon organik yang rendah” ungkapnya. Tanah dengan kadar karbon organik tanah kurang dari 2 %, tergolong rendah, menggolongkan tanah tersebut sebagai tanah sakit. Penyebab utamanya tanah sakit adalah karena memang secara alamai tanah di wilayah tropis mempunyai laju pelapukan bahan organik yang lebih cepat akibat suhu yang lebih panas, penambahan bahan organik yang rendah, dan kehilangan humus yang terjadi akibat erosi. Menjawab tantangan ini, Badan Litbang dengan segenap jajaran institusi penelitiannya bahu membahu menciptakan teknologi-teknologi yang adaftif. Komponen-komponen teknologi kemudian diformulasikan dalam paket-paket teknologi. Setiap paket ini mempunyai strategi manajemen implementasi tersendiri. Sebelumnya, lahan pertanian Indonesia dibagi menjadi 8 agroekosistem, yaitu: sawah irigasi, sawah tadah hujan, lahan kering masam, lahan kering iklim kering, lahan rawa lebak, lahan rawa pasang surut, lahan sayuran dataran tinggi, dan lahan perkebunan. Setiap agroekosistem ini mempunyai tantangan tersendiri baik dari aspek fisik lahan, aspek sosial, maupun aspek infrastuktur pertanian. “Lalu pemerintah Indonesia dan khususnya Kementerian Pertanian terus berupaya menjawab tantangan ini melalui kebijakan penerapan pengelolaan tanah berkelanjutan untuk setiap agroekosistem”, kata Yiyi. Pengalaman implementasi dari setiap strategi menjadi pembelajaran berharga bagi delegasi yang hadir pada acara tersebut yaitu dari Bangladesh, Tiongkok, Jepang, Laos, India, Thailand, Korea Selatan, Nepal, Filipina, Mongolia, Italia, Brazil, Sepanyol, dan Rusia. Sebagai contoh, delegasi Korea Selatan mempertanyakan pengelolaan jerami padi di lahan sawah yang kemudian dipaparkan oleh Dr Yiyi bahwa Indonesia menerapkan paket teknologi Jarwo Super, dimana aplikasi biodekomoposer dapat mempercepat pembusukan jerami di lahan sawah 1 hingga 2 minggu. Aplikasi biodekomposer juga dipadukan dengan aplikasi pupuk hayati melalui teknik seed treatment. Korea ingin mempelajari cara Indonesia dengan pendekatan paket dan agroekosistem ini. Sementara, delegasi Laos melaporkan kondisi lahannya dan mempertanyakan pengalaman Indonesia mengelola lahan kering. Dr Yiyi mmenjelaskan bahwa implementasi paket teknologi Pertanian Konservasi di lahan kering iklim bisa meningkatkan Indeks Pertanaman jagung dari 100 menjadi 200. Paket Pertanian Konservasi ini memanfaatkan potensi sumber bahan organik lokal sehingga dapat dijangkau dan dilaksanakan petani dengan mudah. Dr Yiyi, selain sebagai peneliti tanah juga sebagai Kepala Bagian Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Yiyi juga sebagai Acting National Focal Point (NFP) untuk Global Soil Partership, disamping juga menjadi Acting National Project Coodinator Pertanian Konservasi. Sebagai NFP berkewajiban memastikan kegiatan GSP berjalan baik dan bermanfaat bagi pembangunan pertanian dan pangan di Indonesia dan melaporkan kegiatan ke sekretariat GSP di Roma, Italia. Melalui laporan ini, pihak GSP dan FAO menilai banyak lompatan lompatan berdampak telah dilakukan di Indonesia. “Award ini saya persembahkan untuk segenap petani kita yang menerapkan paket teknologi, para peneliti yang menciptakan paket teknologi, dan para pimpinan kita melalui kebijakan dan dukungannya untuk kemajuan pertanian ini. Semoga semakin sedikit tanah sakit di masa depan. Untuk itu kita perlu menyediakan lebih banyak dokter-dokter tanah, yang tidak lain adalah para petani kita”, katanya. Kita peneliti ini hanya sebagai pembuat obat dan pencari cara untuk menyehatkan tanah kita. Membina petani dan meningkatkan kemampuan mereka dalam menerapkan sistem pertanian bioindustri berkelanjutan adalah kunci utama agar tanah kita sehat dan produktif”, pungkasnya. (RS)