Petani Millenial Asal Pasuruan Raup Puluhan Juta Dari Tempe Di Tengah Pandemic Covid
Petani Millenial Asal Pasuruan Raup Puluhan Juta Dari Tempe Di Tengah Pandemic Covid
Pilarpertanian - Siapa yang tak kenal tempe? Hampir semua masyarakat di dari berbagai level mengenali produk olahan berbahan dasar kedelai ini. Panganan satu ini begitu favorit mulai dari perdesaan hingga perkotaan, bahkan mulai dari rakyat jelata hingga gedongan.
Ferry Setiawan, 30 tahun, seorang petani milenial dari Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur, adalah petani yang mampu mencari peluang untuk meneruskan dan mengembangkan usaha ayahnya, hingga menghantarkannya mengikuti Program Magang di Jepang tahun 2016 – 2017.
Program magang tersebut merupakan salah satu program pemerintah melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian (Kementan) bagi para milenial.
Berbekal etos dan perilaku kerja produktif yang telah dialami selama satu tahun di Negeri Sakura tersebut, Ferry bertekad mengembangkan usaha untuk memproduksi tempe sebagai pilihan usahanya. Tentu saja karena usaha ini telah digeluti bersama orangtuanya sejak tahun 1999.
Seiring berjalannya waktu, peningkatan kapasitas produksi tempe semakin meningkat. Dari yang awalnya 3 kg kedelai menjadi 150-300 kg kedelai per hari pada tahun 2000. Ferry juga melakukan ekspansi dari yang hanya merawat sapi milik orang lain, saat ini ia memiliki 18 ekor sapi dan 4 karyawan.
Usaha tempe miliknya kini telah menjalin kerjasama dengan beberapa pihak catering, sekaligus sebagai penyuplai tempe untuk beberapa pasar tradisional.
Pengalaman kedisiplinan yang ia miliki memberi ruang untuk menggali potensi di lingkungannya, dan usaha lainpun dikembangkan dan ditekuninya. Hanya memerlukan 40 hari kerja, seorang Ferry Setyawan dapat memanen 1.500-2.000 ekor itik pedaging yang memberikan keuntungan besar bagi usaha. Integrasi usahapun telah dijalani, yaitu dengan memberi asupan ternaknya berupa air rebusan kedelai.
Di tengah pandemi ini, Fery Setyawan memperoleh pemasukan sebesar 30 juta rupiah perbulannya dari ketiga usaha yang ia tekuni. Sebelum Covid menyerang, pendapatan Ferry bisa mencapai 50-75 juta rupiah. Sangat menggiurkan bagi siapapun yang resign job ditengah pandemic Covid-19 ini bukan?
“Saya butuh waktu lebih dari 15 tahun dengan segala suka dan dukanya menjadikan usaha sampai sebesar ini. Komitmen yang kuat dan konsisten merupakan kunci dalam melanjutkan jejak bisnis ayah saya. Selain itu adalah saya bertekad untuk mendorong potensi ketahanan pangan yang terdapat di Kabupaten Pasuruan,” tegas Ferry.
Aktivitas Ferry tak hanya berhenti sampai disitu saja, ia juga memanfaatkan limbah ternak sapi menjadi energi guna memenuhi kebutuhan energi listrik bagi lingkungannya, serta memanfaatkan limbah cair kedelai menjadi subsitusi pangan potensial.
Dari kegigihan petani milenial seperti Feri, Kementan berkomitmen serius untuk mencetak wirausahawan muda pertanian untuk percepatan regenerasi petani.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) meyakini generasi milenial yang terjun di sektor pertanian, berpeluang memiliki kehidupan dan ekonomi yang lebih baik. “Apalagi dengan memanfaatkan teknologi yang tersedia maka dunia dalam genggaman kalian,” ujar SYL optimis.
Sementara Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi tak hentinya memberikan motivasi kepada para petani millenial.
“Dalam masa Covid-19 ini, banyak peluang yang bisa dimanfaatkan oleh pengusaha pertanian milenial khususnya di bidang produksi on-farm,” terang Dedi.
Dedi juga menambahkan bahwa data yang ada saat ini terdapat 33,4 juta petani di Indonesia, hanya 9% atau 2,5 juta yang berusia muda. Sementara itu, sebanyak 91% didominasi oleh petani berusia tua. Sudah saatnya tongkat estafet pembangunan pertanian di ambil alih oleh generasi millenial.
“Salah satunya melalui peran penting Kostratani yaitu menumbuhkan petani pengusaha milenial. Caranya, dengan peningkatan kapasitas pemuda perdesaan di bidang pertanian, juga pengembangan wirausahawan muda perdesaan. Selain itu, Kementan juga memfasilitasi akses permodalan. Saya yakin dengan banyak pemuda yang menekuni sektor pertanian, regenerasi petani akan lebih mudah dilakukan dan pembangunan pertanian pun akan melaju pesat” pungkas Dedi.(ND)