Potensi Singkong di Flores, Pengungkit Kesejahteraan Petani Nusa Tenggara Timur
Potensi Singkong di Flores, Pengungkit Kesejahteraan Petani Nusa Tenggara Timur
Pilarpertanian - Pemerintah melakukan upaya percepatan diversifikasi pangan salah satunya dengan pengolahan singkong menjadi bahan pangan bernilai ekonomis. Menurut Ketua Koperasi Produsen Mitra Tani Sejahtera Tommy Djari, potensi tersebut dapat membangun kemitraan dalam mengembangkan singkong. Tommy yang juga pelaku usaha ini semakin tertarik dengan singkong karena kondisi tanah dan alam di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) sangat cocok dengan singkong. “Sejak 4 tahun terakhir ini saya pelajari singkong di beberapa daerah Jawa hingga ke Sumatera Utara. Kondisi alam dengan lahan kering di Sikka atau secara umum Pulau Flores dan NTT sebenarnya cocok untuk singkong,” ungkapnya saat acara webinar yang diselenggarakan Ditjen Tanaman Pangan Kementan.
Singkong dengan berbagai varietas unggul diyakini bisa memberikan hasil yang lebih baik dan menambah penghasilan petani. “Singkong bisa untuk konsumsi rumah tangga, diolah, atau dijual dengan harga yang layak. Umbi ini bisa menjadi tabungan yang paling bagus bagi petani. Simpan uang Rp 5 juta di bank, belum dalam 10 bulan bisa dapat 10 juta. tetapi dengan menanam singkong maka minimal bisa menjadi Rp 15 juta dalam satu siklus,” ujar Tommy.
Elin mewakili Dinas Pertanian Kabupaten Ngada mengatakan bahwa dalam RPJMD Kabupaten Ngada Tahun 2021-2026 tercantum Visi Pembangunan Kabupaten Ngada 2021-2026 yakni “Terwujudnya Masyarakat Ngada yang Unggul, Mandiri dan Berbudaya berbasis Pertanian dan Pariwisata Berwawasan Lingkungan”. Pertanian dan Pariwisata dijadikan sebagai basis pembangunan dengan fokus pada “TANTE NELA PARIS” yaitu komunitas Petani, Peternak, Nelayan dan Pelaku Pariwisata untuk Tuka, Tuku dan Teka (3T). Tuka berkaitan dengan ketahanan pangan, Tuku berkaitan kemandirian pangan dan Teka berkaitan dengan kedaulatan pangan.
Sementara itu Erwin Ismu Wisnubroto selaku Akademisi Universitas Brawijaya, menjelaskan bahwa melihat dari latar belakang di NTT dimana ubikayu sering digunakan sebagai sumber pangan dan pakan oleh Sebagian penduduk. Harga ubikayu di pasar lokal untuk pangan berkisar Rp. 7.500-10.000/kg, sementara untuk bahan baku industri, harga ubikayu untuk pakan nyatanya hanya berkisar antara Rp. 900-1.500/kg. Permintaan ubikayu untuk bahan baku industri di NTT masih rendah, sehingga banyak petani yang menjual langsung ke pasar dengan kuantitas rendah.
“Kita berusaha untuk melakukan scoping study and household survey yakni memahami kondisi pertanian ubikayu, analisis rantai nilai dan analisis pemangku kepentingan. Kemudian melakukan agronomic trials yakni uji coba agronomi yang dirancang untuk meningkatkan teknologi dalam budaya singkong rakyat. Selanjutnya farmers adoption, yakni keterlibatan petani di lokasi proyek untuk mengadopsi teknologi yang sesuai yang dikembangkan dari uji coba agronomi. Dan terakhir, impact assessment, yakni menganalisis dampak kegiatan dari proyek untuk mencapai pertanian ubikayu yang berkelanjutan” ungkap Erwin.
Erwin menuturkan hasil dari kegiatan tersebut, yakni analisa impact pathway menunjukkan bahwa pertanian ubikayu Provinsi NTT memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan. Provinsi NTT memiliki lahan pertanian luas yang masih dapat dikembangkan, dan petani memiliki kemauan yang tinggi. Pemerintah Daerah sebaiknya menggandeng pihak industri untuk engage kepada petani. Keterlibatan Pemerintah Daerah (dalam hal ini PPL) diharapkan dapat membantu permasalahan petani di dalam hal teknis (agronomi) maupun manajemen (mediasi dengan pihak industri).
Erwin juga menambahkan, saat ini ubikayu bukan termasuk tanaman utama untuk kebijakan pangan nasional. Untuk itu diperlukan dukungan kebijakan di tingkat Daerah untuk Pertanian ubikayu skala kecil, Perlindungan harga minimum ubi segar untuk petani yang menjual kepada industri pengolahan, serta insentif kepada industri pengolahan yang bertindak langsung di dalam pembinaan petani.
Di tempat terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi meminta petani mempunyai inovasi spesifik lokal dalam mengolah lahan secara baik sehingga menghasilkan hasil produksi yang tinggi,” tandasnya. Di Flores banyak varietas lokal dan itu perlu dijaga kelestarian plasma nutfah. Bagaimana para pemulia bisa meningkatkan hasil dengan cara mensilang-silangkan varietas yang bagus, supaya produktivitas per hektarnya bisa meningkat. Selain itu diharapkan ada offtaker dan stakeholder skala besar, sehingga potensi yang besar dari NTT ini bisa didorong kearah yang lebih baik hingga hilir dan pasarnya.(ND)