Pilarpertanian - Gerakan Pengendalian secara preventif di Kabupaten Maros tetap terlaksana dalam kondisi pandemi Covid-19. Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPH-Bun) Provinsi Sulawesi Selatan tetap mengawal dan mengendalikan perkembangan OPT di awal musim tanam April-September 2020. Beberapa OPT yang dominan adalah Penggerek Batang Padi dan Penyakit Blas.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kepala Unit Pelaksana Teknis Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (UPT BPTPH) Dinas TPH-Bun Provinsi Sulawesi Selatan, Uvan Nurwahidah Shagir menuturkan meski sedang wabah Covid-19, kami tetap membantu petani dalam melaksanakan gerakan pengendalian (gerdal) OPT. Salah satunya dilakukan di empat kelompok tani, masing-masing 3 kelompok tani melakukan pengendalian penggerek batang dan satu kelompok tani mengendalikan Penyakit Blas.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Gerdal OPT yang kami lakukan pada kelompok tani tersebut merupakan bagian dari program atau gerakan SPOT STOP yang diawali dengan AK2 (Amati Kenali Kendalikan, red),” demikian jelas Uvan di Maros, Selasa (19/5/2020).
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
SPOT merupakan sumber serangan dan STOP berarti dikendalikan yang berarti serangan atau populasi OPT tidak berkembang. Dengan kata lain, gerakan SPOT STOP merupakan tindakan yang dilakukan secara dini untuk mengendalikan sumber serangan OPT agar tidak menyebar dan menimbulkan kerusakan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Gerakan SPOT STOP dilakukan oleh petugas POPT bersama Penyuluh dan anggota Kelompok Tani Ciballa, Kelompok Tani Sitiroang Deceng, Kelompok Tani Billa 2, dan Kelompok Tabi Jaleko dalam upaya mengamankan produksi padi,” jelas Uvan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
POPT Kecamatan Lau dan Bantimurung, Ahmad Arif yang aktif mengikuti gerakan SPOT STOP menjelaskan gerakan SPOT STOP dilakukan pada tanaman padi di pesemaian pada umur 15 hari setelah semai dan dilakukan pemetikan kelompok telur. Persemaian yang dikendalikan akan ditanam pada hamparan seluas 72 ha, masing-masing 37 ha di Kecamatan Lau dan 35 ha di Kecamatan Bantimurung.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Populasi kelompok telur 270 butir/m2, dan bila tidak dilakukan pengendalian secara dini diperkirakan akan menimbulkan kerusakan yang berat di hamparan pertanaman nanti, serta dapat berpotensi menjadi sumber ledakan populasi OPT nantinya,” ujar Ahmad Arif.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Di tempat yang sama, POPT Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros Budirman menambahkan lokasi pengendalian penggerek batang padi yang ada dilokasi dilakukan dengan dua cara yaitu pemetikan kelompok telur dilakukan pada tanaman yang disemai, dengan padat populasi kelompok telur 70 butir/m2. Kemudian menggunakan aplikasi insektisida pada areal pertanaman yang menggunakan sistem tanam benih langsung (tabela) yang sudah memperlihatkan gejala serangan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Luas serangan yang dikendalikan 5 hektar dan luas hamparan yang diwaspadai 15 hektar, varietas Inpari 9, dengan umur pertanaman 15 sampai 21 hari setelah tanam,” jelas Budiman.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Untuk penyakit blas yang menyerang pertanaman padi di Kelompok Tani Jaleko Raya Kelurahan Garassi Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa, Koordinator POPT Kabupaten Gowa Nurasia menuturkan pengendalian ini dilakukan pada tanaman fase Generatif di areal seluas 7 ha. Hal itu berdasarkan hasil pengamatan petugas POPT pada pertanaman padi sawah varietas Ciherang, umur pertanaman 65-80 hari setelah tanam (hst) dengan luas yang terserang 7 ha dan luas hamparan yang diwaspadai 20 ha.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Daerah ini endemik penyakit Blas karena berada di daerah ketinggian yang waktu penyinarannya sangat sedikit dan kelembaban sangat tinggi atau berkabut,“ terang Nurasia.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kepala Dinas TPH-Bun Provinsi Sulawesi Selatan Andi Ardin Tjatjo menyambut positif teknik penanganan OPT yang dilakukan oleh petugas POPT di Sulawesi Selatan dengan cara Amati Kenali Kendalikan, dengan mengacu kepada tindakan SPOT STOP. Yakni dilakukan secara Preemtif maupun Responsif dengan sistem PHT (Pengendalian Hama Terpadu).
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Dan juga memadukan semua sistem pengendalian, serta selalu berpedoman bahwa penggunaan pestisida merupakan alternatif terakhir,” cetusnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Di tempat terpisah, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Edy Purnawan menyampaikan Kementerian Pertanian (Kementan) selalu menyarankan para petani untuk tidak berlebihan dalam menggunakan pestisida. Di mana harus bijaksana, pengendalian dengan pestisida dilakukan bila ada rekomendasi dari petugas POPT dan berdasarkan hasil pengamatan dengan memperhatikan ambang pengendalian OPT tersebut.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Bila belum melampaui ambang pengendalian gunakan cara lain yang ramah lingkungan dan bila melampaui baru dilakukan pengendalian dengan pestisida,” jelasnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Berkaitan dengan hal itu, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi memberi tanggapan tentang pentingnya peran POPT bagi pertanian. POPT memiliki tugas pengamanan pertanaman dari gangguan OPT dan DPI. Dalam melaksanakan tugas tersebut, POPT harus mampu memberikan informasi dengan melakukan pengamatan dan pengendalian, karena antisipasi dini sangat kita perlukan agar terhindar dari serangan yang lebih meluas.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Kami juga mengapresiasi bagi para petugas POPT dan Penyuluh yang telah bertugas secara maksimal dalam upaya mengawal pertanaman padi di wilayah Sulawesi Selatan,” sebutnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Hal ini sesuai dengan amanah Bapak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk tetap melakukan pengawalan dalam kondisi apapun. Karena petani dan petugas lapangan adalah garda terdepan dalam penyediaan pangan bagi rakyat Indonesia,” pinta Suwandi.(BB)