Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

04 June 2020

Jaga Kelestarian Hutan Sosial dengan Manajemen Lahan

Jaga Kelestarian Hutan Sosial dengan Manajemen Lahan
04 June 2020

Jaga Kelestarian Hutan Sosial dengan Manajemen Lahan

Pilarpertanian - Alih guna lahan dari hutan ke lahan pertanian apabila tidak dikelola dengan baik dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Kebijaksanaan hutan sosial merupakan solusi yang disiapkan pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan. Tujuannya, agar masyarakat di sekitar hutan mempunyai rasa memiliki dan menjaga kelestarian lingkungan hutan karena sumber pendapatannya tergantung hasil hutan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Salah satu daerah di Lampung yang mengaplikasikan hutan sosial terletak di Kabupaten Tanggamus. Tepatnya, di Daerah Aliran Sungai (DAS) Sekampung Hulu dan Sangharus yang mengaplikasikan hutan sosial berupa hutan kemasyarakatan (HKm) dan kemitraan kehutanan. Penggunaan lahan dominan di lokasi adalah tanaman kopi meskipun juga terdapat tanaman lada, kakao, dan lainnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Peneliti fisika dan konservasi tanah dari Balai Penelitian Tanah, Rahmah Dewi Yustika, Ph.D mengatakan, masyarakat lokal yang tinggal di sekitar hutan mempunyai ikatan yang kuat dengan hutan karena memanfaatkan sumber daya hutan untuk kehidupannya. Mereka mempunyai potensi untuk dapat dilibatkan dalam pengelolaan hutan supaya fungsi hutan dapat terjaga.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Lebih lanjut Rahmah menerangkan, rata-rata laju erosi di DAS Sekampung Hulu adalah 12,5 ton/ha/tahun. Nilai tersebut lebih tinggi dari nilai Tolerable Soil Loss (TSL) di daerah Lampung yaitu 10 ton/ha/tahun. TSL adalah jumlah laju erosi terjadi yang mana tidak mengurangi kemunduran fungsi tanah, sepanjang laju erosi tanah tidak melebihi laju pembentukan tanah.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Nilai erosi yang lebih besar dari TSL menunjukkan potensi adanya ketidakseimbangan kelestarian lingkungan,” lanjutnya. Sedangkan rata-rata laju erosi di DAS Sangharus sebesar 5,6 ton/ha/tahun menunjukkan penggunaan lahan yang mendukung keberlangsungan kelestarian lingkungan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Prediksi erosi sejalan dengan tren pengamatan kualitas air Total Suspended Solids (TSS) di Sungai Sekampung Hulu dan Sungai Sangharus. Nilai TSS di Sungai Sekampung Hulu lebih tinggi dibandingkan Sungai Sangharus di semua data pengamatan pada Maret, April, Mei, Oktober, November, dan Desember 2016.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Hal ini menunjukkan bahwa DAS Sekampung Hulu lebih mengalami gangguan lingkungan dibandingkan DAS Sangharus,” tuturnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Menurut Rahmah, lebih tingginya nilai erosi di DAS Sekampung Hulu berkaitan dengan banyaknya tanaman kopi yang masih muda terutama di HKm Wana Tani Lestari dan Mandiri Lestari. Selain itu, kondisi lereng dan jenis tanah juga mempengaruhi sensitivitas tanah terhadap erosi.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
DAS Sekampung Hulu, terangnya, mempunyai kondisi topografi dengan kelerengan lebih tinggi dibandingkan DAS Sangharus. Selain itu, DAS Sekampung Hulu didominasi jenis tanah Typic Dystrudept yang memiliki erodibilitas (kepekaan tanah terhadap erosi) tinggi sehingga lebih sensitif terhadap terjadinya erosi.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Manajemen Lahan
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Lebih tingginya nilai erosi di DAS Sekampung Hulu dibandingkan nilai TSL membutuhkan manajemen lahan berupa tindakan konservasi untuk menekan laju erosi dan aliran permukaan. Aplikasi konservasi dapat bermanfaat dalam menjaga kemunduran fungsi hutan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Rahmah menerangkan, simulasi aplikasi konservasi lahan di kedua DAS menunjukkan bahwa skenario aplikasi agroforestri kopi paling efektif dalam menurunkan erosi, diikuti skenario aplikasi tanaman penutup tanah, dan skenario aplikasi kontur. Agroforestri kopi terdiri dari multistrata tanaman yang kondisinya mirip dengan hutan sehingga adopsi sistem ini dapat mengkonservasi lingkungan. Hasil simulasi dari aplikasi agroforestri kopi dapat mengurangi erosi hingga mencapai 96,8% dan 93,9% di DAS Sekampung Hulu dan Sangharus.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Simulasi aplikasi tanaman penutup tanah dan kontur diaplikasikan pada tanaman kopi dengan penaung (seperti Gamal, Sengon, dan lain-lain) karena di lokasi terdapat jenis penggunaan lahan ini. Simulasi tanaman penutup tanah pada kopi dengan penaung menunjukkan pengurangan erosi hingga 94.9% di DAS Sekampung Hulu dan 89.8% di DAS Sangharus. Sedangkan aplikasi kontur pada kopi dengan penaung di DAS Sekampung Hulu dan Sangharus dapat menekan erosi sebesar 67.1% dan 29.7%.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Dari hasil simulasi, terang Rahmah, skenario aplikasi agroforestri kopi dan tanaman penutup tanah pada kopi dengan penaung tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam mengurangi erosi tanah. Dengan memperhatikan aspek ekonomi, aplikasi penutup tanah pada kopi dengan penaung dapat memberikan keuntungan ekonomi yang lebih tinggi karena petani dapat mempunyai area yang lebih banyak untuk menanam kopi. Tanaman penutup tanah yang dapat digunakan yaitu Arachis pintoi, Calopogonium mucunoides, Peuraria javanica dan lainnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Peran serta petani kopi diperlukan untuk mengaplikasikan konservasi tanah agar tidak terjadi degradasi lahan di kawasan hutan sosial. Lahan yang terjaga dengan baik akan mendukung pertumbuhan dan produktivitas tanaman kopi. “Penerapan sistem hutan sosial yang tepat dapat mendukung petani agar sejahtera dan kelestarian hutan juga terjaga,” tutup Rahmah.(RS)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *