Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

09 December 2016

Jalan Berliku Menuju Swasembada Daging Sapi

Jalan Berliku Menuju Swasembada Daging Sapi
09 December 2016

Jalan Berliku Menuju Swasembada Daging Sapi

Pilarpertanian - Tahun 2000, pemerintah telah mencanangkan Program Swasembada Daging Sapi (PSDS). Swasembada yang dimaksud adalah kemampuan penyediaan daging sapi dalam negeri sebesar 90 – 95% dari total kebutuhan. Tapi sampai saat ini, program tersebut belum berhasil diwujudkan.

Pilar – Presiden Joko Widodo ketika berkunjung ke pembibitan sapi PT. Karya Anugerah Rumpin, Bogor, Jawa Barat, Selasa, 21 Juni 2016 mengatakan bahwa Indonesia bisa melakukan swasembada daging sapi 9-10 tahun lagi atau pada tahun 2026. Untuk mewujudkan swasembada daging sapi, Kementerian Pertanian tahun 2017 akan melancarkan Upaya Khusus (Upsus) Sapi Indukan Wajib Bunting (Upsus Siwab). Upsus Siwab merupakan upaya terstruktur untuk mengoptimalkan fungsi reproduki ternak betina. Ini mirip dengan upaya khusus (Upsus) peningkatan produksi padi, jagung dan kedelai (Upsus Pajale).

Untuk mendukung program tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita akan menerapkan regulasi impor sapi bakalan. Menurut Enggartiasto Lukita, setiap perusahaan impor sapi bakalan harus disertai dengan impor sapi indukan.

Misalnya mengimpor sepuluh ekor sapi bakalan, maka dua ekor harus berupa sapi indukan (20%). Perbandingannya adalah satu banding lima.

JALAN BERLIKU MENUJU SWASEMBADA

PSDS pertama kali dicanangkan pada tahun 2000 dengan target pencapaian swasembada daging sapi pada tahun 2005. Lalu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) menetapkan beberapa kebijakan strategis : (1) pengembangan wilayah berdasarkan komoditas ternak unggulan; (2) pengembangan kelembagaan peternak; (3) peningkatan usaha dan industri peternakan; (4) optimalisasi pemanfaatan pengamanan, dan perlindungan sumber daya alam lokal; (5) pengembangan kemitraan yang saling menguntungkan; dan (6) mengembangkan teknologi tepat guna.

Ternyata PSDS-2005 tidak dapat berjalan sesuai harapan. Banyak permasalahan yang dihadapi, terutama dukungan maupun komitmen pihak terkait belum terbangun secara baik. Program operasional belum menunjukkan suatu hal yang baru, di samping dukungan anggaran juga masih sangat kurang.

Pada tahun 2008, pemerintah kembali mencanangkan PSDS, dengan target swasembada tahun 2010. Pelaksanaan kegiatan ini diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian No. 59/Permentan/HK.060/8/2007 tentang Pedoman Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS).

Ada tujuh langkah operasional, yaitu: (1) optimalisasi akseptor dan kelahiran, sehingga dapat meningkatkan laju pertumbuhan kelahiran; (2) pengembangan Rumah Potong Hewan (RPH) dan pengendalian pemotongan betina produktif, sehingga mengendalikan atau tunda potong terhadap betina produktif; (3) penyediaan bibit bermutu, sehingga dapat meningkatkan produktivitas hasil atau daging sapi per satuan waktu; (4) penanganan gangguan reproduksi dan kesehatan hewan agar ternak tetap sehat dan produktif; (5) pengembangan pakan lokal, sehingga meningkatkan ketersediaan pakan secara lokal dan mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku pakan impor; (6) Intensifikasi Kawin Alam (INKA), sehingga meningkatkan tingkat kelahiran secara alami; dan (7) pengembangan SDM melalui kelembagaan.

Upaya tersebut difokuskan di 18 provinsi, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Gorontalo.

Kedelapan belas provinsi tersebut dikelompokkan menjadi tiga daerah prioritas, yaitu: (1) daerah prioritas IB: Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali; (2) daerah campuran IB dan KA (Kawin Alami) :Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan dan Gorontalo; dan (3) daerah prioritas KA: Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.

Ternyata target pencapaian swasembada tahun 2010 juga tidak tercapai. Selama periode 2005-2009 Indonesia masih mengimpor sapi hingga 40 persen dari total kebutuhan yang pada tahun 2009 kebutuhan mencapai 322,1 ribu ton.

Menurut Arif R dan Y.Setiorini (IPB, 2011) kebutuhan sapipotong nasional tahun 2009 mencapai 2,1 juta ekor sapi. Sebesar 1,1 juta ekor dipasok dari dalam negeri, sedangkan 700 ribu ekor sapi masih impor.

Jika diasumsikan jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 adalah 240 juta jiwa dengan konsumsi daging rata-rata 1,8 kg per kapita per tahun, maka dibutuhkan 432 ribu ton daging sapi atau setara dengan 2,5 juta ekor sapi.

Evaluasi terhadap ketidak berhasilan program swasembada daging 2010 beserta permasalahan teknis dan nonteknis telah dilakukan. Salah satu hal penting adalah tidak efektifnya Peraturan Menteri Pertanian No. 59/Permentan/ HK.060/8/2007 karena kurangnya dukungan anggaran untuk pelaksanaan tujuh langkah operasional P2SDS tahun 2010 tersebut.

Laporan dari Ditjenak-2010, menunjukkan kontribusi yang dihasilkan dari pelaksanaan tujuh langkah operasional sampai akhir tahun 2009 adalah: (1) optimalisasi akseptor dan Intensifikasi Kawin Alam (INKA) dapat memberikan kontribusi daging sebesar 79,8 ribu ton, sapi betina produktif 448,6 ribu ekor, dan kelahiran 58,3 persen dari 1,46 juta akseptor; (2) INKA memberikan kontribusi 17,3 ribu ton daging dan sapi betina produktif sebanyak 97,2 ribu ekor; (3) kegiatan pengendalian pemotongan betina produktif memberikan kontribusi penyelamatan 18,9 ribu ekor sapi betina produktif dan kelahiran 14,5 ribu ekor; dan (4) kegiatan penanganan gangguan reproduksi dapat memberikan kontribusi penyediaan daging sebesar 1,3 ribu ton.

PROGRAM SWASEMBADA-2014

Pemerintah terus berupaya mencapai swasembada tahun 2014. Ditjen PKH, mengimplementasikan tiga belas kegiatan operasional, yang dikelompokkan menjadi lima kegiatan pokok.

Pertama, penyediaan sapi bakalan/daging sapi lokal secara berkelanjutan, yang terdiri dari empat kegiatan: (1) pengembangan usaha pembiakan dan penggemukan sapi lokal, (2) pengembangan pupuk organik dan biogas, (3) pengembangan integrasi ternak sapi dan tanaman, dan (4) pemberdayaan dan peningkatan kualitas Rumah Potong Hewan (RPH).

Kedua, peningkatan produktivitas dan reproduktivitas sapi lokal, yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu: (1) optimalisasi inseminasi buatan (IB) dan kawin alam (INKA), (2) penyediaan dan pengembangan pakan dan air, dan (7) penanggulangan gangguan reproduksi dan peningkatan pelayanan kesehatan hewan. Ketiga, pencegahan pemotongan sapi betina produktif, dengan kegiatan penyelamatan sapi betina produktif.

Keempat, penyediaan bibit sapi lokal, yang terdiri dari tiga kegiatan yaitu: (1) penguatan wilayah sumber bibit dan kelembagaan usaha pembibitan, (2) pengembangan usaha pembibitan sapi potong melalui village breeding center (VBC), dan (3) penyediaan sapi bibit melalui subsidi bunga (KUPS).

Kelima, pengaturan stok daging sapi dalam negeri, yang terdiri dari dua kegiatan yaitu: (1) pengaturan stok sapi bakalan dan daging sapi, dan (2) pengaturan distribusi dan pemasaran sapi dan daging.

Untuk akselerasi peningkatan produksi daging sapi, pada tahun 2011 diterbitkan Peraturan Menteri Pertanian No.25/ Permentan/OT.140/4/2011 tentang Unit Manajemen Program Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014. Namun demikian, target swasembada yang telah dicanangkan tersebut masih belum tercapai.

Tahun 2013, Indonesia masih harus mengimpor daging sapi sekitar 85 ribu ton atau 17,5 persen dari total kebutuhan dalam negeri. Sementara, pada tahun 2014 Indonesia juga masih harus mengimpor daging sapi dengan jumlah di atas 10 persen dari total kebutuhan daging sapi dalam negeri.

PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI PEMERINTAHAN JOKO WIDODO

Tahun 2015, yaitu tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo, belum ada program baru. Kementerian Pertanian lebih fokus pada peningkatan produksi Pajale (padi, jagung dan kedelai) melalui Upsus (Upaya Khusus).

Tanpa melihat pertimbangan yang matang, pemerintah tahun 2015 memangkas impor sapi dari 750 ribu ekor menjadi 350 ribu ekor. Hal ini membuat harga daging sapi melambung tinggi, diatas Rp120.000/kg.

Tahun 2015 menjadi puncak permasalah. Awal Agustus 2015, pedagang daging melakukan mogok jualan. Pembeli sepi karena harga tinggi. KPPU (Komisi Pengawasan Persaingan Usaha) berhasil membongkar praktek kartel perdagangan daging. Tahun 2016, impor sapi 600.000 ekor dan daging 89.687 ton.

Memasuki tahun 2016, Ditjen PKH, mulai melancarkan program Sentra Peternakan Rakyat (SPR) di 50 Daerah. SPR merupakan program penataan ternak sekaligus peternak. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak rakyat serta meningkatkan kemudahan pelayanan teknis dan ekonomis bagi peternak rakyat yang dikelola dalam satu manajemen.

Tapi belum sampai satu tahun pelaksanaan program SPR, tahun 2017 nanti Kementan akan melancarkan Upsus SIWAB. Apakah program SIWAB merupakan kelanjutan dari SPR. Apakah program SPR berhasil atau gagal, belum ada informasinya.

Yang pasti masyarakat konsumen sangat berharap swasembada daging sapi segera terwujud. Walaupun dengan jalan berliku dan banyak rintangan yang penting daging sapi tersedia bagi masyarakat dengan harga terjangkau dan stabil.

Tentu swasembada yang diinginkan adalah swasembada yang berkualitas, tangguh dan berkelanjutan, sehingga pemerintah dapat menyediakan pangan yang baik dan bergizi sesuai dengan amanat Undang-undang no.18 Tahun 2012 tentang Pangan.

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *