Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

16 July 2020

Kementan Dorong Pengembangan Ubi Kayu Untuk Substitusi Pangan Karbohidrat Non Beras

Kementan Dorong Pengembangan Ubi Kayu Untuk Substitusi Pangan Karbohidrat Non Beras
Foto : Penyortiran Ubi Kayu oleh Petani untuk Substitusi Pangan Karbohidrat Non Beras.
16 July 2020

Kementan Dorong Pengembangan Ubi Kayu Untuk Substitusi Pangan Karbohidrat Non Beras

Pilarpertanian - Ubi kayu sebagai komoditas tanaman pangan yang sedang gencar-gencarnya digalakkan sebagai pengembangan pangan lokal. Sesuai arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bahwa untuk menjaga pasokan pangan tetap aman terutama di masa pandemi Covid-19, perlu alternatif pengembangan pangan lokal seperti sagu, ubi kayu, ubi jalar, jagung, talas, sorgum, dan lainnya.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menegaskan pengembangan budidaya ubi kayu arahnya untuk substitusi impor. Kunci pengembangan produksi ada di provitas dan harganya, dimana peningkatan provitasnya 60 sampai 70 ton per hektar sebagaimana yang sudah dicapai di beberapa lokasi dan di luar negeri.

“Ubi kayu banyak digunakan untuk industri tapioka. Industri tapioka akan tumbuh jika ada kemitraan. Spek ubi kayunya harus bagus dan ada kemitraan dengan skala kawasan. Bangun industri yang kreatif, contoh di Banjarnegara ada Rumah Mocaf yang menyediakan berbagai jenis olahan yang berbahan dasar mocaf,” demikian kata Suwandi pada Focus Group Discussion Pengembangan Pangan Lokal yang dihelat di kantor Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta, kemarin Rabu (15/7). Hadir Praktisi pertanian, Iskandar Andi Nuhung, Ketua Masyarakat Singkong Indonesia (MSI), Arifin Lembaga, dan Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan, Andriko Noto Susanto.

Menurut Suwandi, pengembangan kawasan ubi kayu perlu didorong ke daerah potensial pangan lokal, contohnya di Provinsi Babel dan Kepri. Budidaya ubi kayu supaya sustainable perlu adanya jaminan pasar dan kepastian harga.

“Terkait impor, asosiasi juga mengajukan kebijakan larangan terbatas untuk mengatasi impor sebagai bentuk perlindungan ke petani,” ucapnya.

Sementara itu, Iskandar Andi Nuhung selaku praktisi pertanian menyatakan untuk mendorong produk dalam negeri, pemerintah konsisten dengan kebijakan yang diikuti dengan teknologi dan aksi. Pemerintah bisa menetapkan ubi kayu sebagai salah satu komoditi strategis.

“Seperti halnya di negara maju lain, pemerintah memberi subsidi hulu sampai hilir. Saya meyakini subsidi sangat perlu, pasalnya areal ubi kayu di Indonesia kecil-kecil,” tegasnya.

Asosiasi juga menjadi pihak yang sangat berperan dalam pengembangan ubi kayu. Arifin Lembaga, Ketua MSI menyebutkan permasalahan ubi kayu terletak pada harga dan serapan pasar. Serapan pasar terbanyak ke industri pangan, tapioka, kertas, pakan ternak dan lainnya.

Lebih lanjut Arifin mengatakan, beberapa program strategis yang bisa dilakukan sebagai langkah pengembangan ubi kayu seperti melalui peningkatan provitas ubi kayu sampai dengan 70 ton/ha. Selain itu juga perlu dibentuk kawasan supaya sentra dengan processing bisa sinkron.

“Kalau konsep singkong sebagai pangan lokal berbasis wilayah maka akan mengurangi masalah distribusi pangan, oleh karena itu, perlu disiapkan unit pengolahan untuk meningkatkan masa simpan, meningkatkan diversifikasi produk, pembuatan Gudang sebagai lumbung pangan,” bebernya.

Kepala Pusat Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Badan Ketahanan Pangan, Andriko Noto Susanto menjelaskan komitmen Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo untuk mengembangkan pangan lokal tertuang pada Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) substitusi pangan karbohidrat non beras- sehat dengan pangan lokal. Adapun komoditas tersebut antara lain singkong, jagung, pisang, sagu, kentang, dan talas.

“Konsumsi tertinggi ubi kayu ada di wilayah Papua, Malut, Maluku, Papua Barat, Jatim dan Kalbar. Peningkatan produksi ubi kayu tidak hanya diarahkan pada lahan baru, tapi pada lahan lama dengan peningkatan produktivitas, sehingga varietas untuk konsumsi perlu diperhatikan preferensi hasil oleh petani,” kata Andriko.

Muhlizar Murkan, Dewan Kedelai Nasional meminta agar perlu mengaktifkan Kembali Dewan Singkong Nasional sebagai wadah bersama. Menurut pandangannya, program ubi kayu agar diarahkan juga untuk industri etanol.

“Masalah ubi kayu perlu koordinasi dengan instansi lain seperti Kemendag, Bulog, dan lainnya,” ujarnya.

Sementara itu, Iswandi dari MSI menuturkan tepung singkong lebih baik dari segi gizi. Dengan begitu, harus dirubah penggunaan kata substitusi diganti menjadi alternatif sumber karbohidrat.

“Dan menurut saya yang harus didorong itu pengembangan hulu-hilir supaya petani dapat menikmati hasil yang lebih baik mulai dari produksi singkong hingga menghasilkan produk tapioka atau mocaf,” tuturnya.(ND)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *