Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

13 August 2018

Kementan Optimis Jaga Produksi Padi di Musim Kering 2018

Kementan Optimis Jaga Produksi Padi di Musim Kering 2018
13 August 2018

Kementan Optimis Jaga Produksi Padi di Musim Kering 2018

Pilarpertanian - Pilar – Kementerian Pertanian melakukan langkah strategis untuk mengantisipasi puncak musim kemarau yang berdasarkan perkirakan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) terjadi pada bulan Agustus dan September 2018.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Sejumlah langkah antisipatif yang sudah dilakukan oleh Kementan dan diyakini akan mampu menjaga produksi pertanian, khususnya padi.  
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Seluruh pejabat kementan dan kita bersama sama turun ke lapangan untuk membantu petani langsung di lahan sawah mereka. Mencari sumber air guna mempertahankan pertanaman 1 juta hektar bulan Agustus ini agar tetap panen,” kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat dimintai keterangan soal kekeringan pada Minggu (12/8/2018).
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian Sumarjo Gatot Irianto saat diwawancarai di kantornya pada Jumat (10/8) menyatakan, sejumlah langkah komprehensif sudah dilakukan, antara lain: melakukan percepatan tanam pada daerah yang belum mengalami kekeringan, penggunaan bibit padi khusus untuk lahan kering, serta penerapan teknologi dan mekanisasi untuk penyediaan air.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Secara kelembagaan, Kementan juga terus meningkatkan sosialisasi dan koordinasi kepada seluruh pemangku kepentingan di setiap daerah”, tegas Gatot.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Secara umum, Gatot menyatakan bahwa musim kekeringan seharusnya tidak selalu dipandang sebagai sesuatu yang buruk. Menurutnya, justru banyak peluang dan kesempatan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi jika dikelola dengan baik.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Ia menambahkan, salah satunya adalah kesempatan untuk memanfaatkan areal pertanaman di rawa. Rawa yang semula tinggi muka air 1 meter, pada musim kering turun menjadi 20-30 cm, sehingga menjadi peluang untuk wilayah tanam baru.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Selain itu, musim kemarau bisa dimanfaatkan semaksimal mungkin karena hasil panen lebih bagus, hama lebih sedikit, sinar matahari cukup baik untuk fotosintesis, dan kualitas gabah lebih baik,” imbuhnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Sikap positif Kementan juga didukung dengan data luas pertanaman pertanaman tahun ini yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Dibanding bulan Oktober-Juli 2016/2017, pertanaman di bulan yang sama tahun 2017/2018 ini surplus 738.524 hektar.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Selain itu, luas petanaman bulan Juni sebagai awal kemarau tahun 2018 mencapai 984.234 hektar, juga masih lebih baik dibanding di bulan yang sama tahun lalu yakni seluasi 933.390 hektar. 
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Peningkatan ini penting karena di beberapa tempat yang menurut BMKG mengalami kemunduran musim kemarau, Kementan berkomitmen melakukan percepatan tanam padi di beberapa wilayah, terutama yang masih bisa memanfaatkan hujan,” terangnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Penerapan TeknologiDi beberapa wilayah yang memang sudah mengalami kekeringan, Kementan sudah melakukan langkah langkah dengan memanfaatkan hasil inovasi petanian yang cocok untuk dilakukan pada musim kering. Salah satu contoh pertanaman lahan kering yang sudah dimulai adalah di lokasi petani binaan, seperti Poktan Berkarya, di Kelurahan Lobusona, Kecamatan Rantau Selatan, Labuhan Batu, Sumatera Utara. 
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Sementara Direktur Serelia, Ditjen Tanaman Pangan, Kementan Bambang Sugiharto menjelaskan pihaknya telah mendorong petani untuk menggunakan bibit unggul khusus lahan kering yakni Inpari 32. “Wilayah Labuhan Batu menargetkan 10.000 ha perluasan areal tanam baru padi lahan kering selesai tanam bulan September 2018. Langkah ini untuk tetap menjaga produksi padi di daerah Sumatera Utara yang notabene nya sentra beras,” paparnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Bambang juga menyatakan, alokasi bantuan Kementan untuk lahan kering di Sumatera Utara meliputi luas 124.701 hektar. Luas tertanam sampai dengan hari ini seluas 32.079 ha, sehingga dibutuhkan target luas tambah tanam harian Agustus 2018 di Sumut minimal 3.500 ha. Sedangkan wilayah yang mempunyai potensi besar pertanaman padi lahan kering di Sumatera Utara berada di Madina, Simalungun, Deli Serdang, Langkat, Serdang Bedagai, dan Labuhan Batu Utara. 
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Secara nasional, Bambang menjelaskan, penanaman padi di lahan kering ini juga menjadi salah satu cara untuk menjaga produksi padi nasional. Kementan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menargetkan penanaman padi Gogo di lahan kering seluas 1 juta hektar.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Lahan kering ini diharapkan sebagai potensi baru lahan pertanaman padi selain padi sawah mengingat mulai maraknya alih fungsi lahan di persawahan. Potensi pemanfaatan padi lahan kering bisa menggunakan lahan perkebunan, kehutanan maupun menggunakan tanaman sela,” terangnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Selain benih khusus lahan kering, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Dirjen Tanaman Pagan Kementan Yanuardi juga mendorong penerapan teknologi adaptasi untuk menanggulangi dampak kekeringan, di antaranya adalah penerapan Biopori dan Sumur Suntik. Pembuatan lubang bipori selain untuk mengantisipasi terjadinya banjir dengan membuat air hujan cepat meresap ke dalam tanah, juga membuat tanah tidak cepat kehilangan air pada saat musim kemarau.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Sementara, pembuatan sumur suntik diharapkan dapat menjadi alternatif sumber pengairan pada saat memasuki musim kemarau, terutama pada sawah tadah hujan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kementan juga sudah memetakan wilayah-wilayah mana saja yang mendapat alokasi teknologi tersebut di 18 provinsi. Total alokasi 400 biopori dan sumur suntik. Aceh, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Barat misalnya mendapatkan teknologi Biopori, sementara sisanya menggunakan sumur suntik,” bebernya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Dari pemetaan bahwa lokasi yang peluang kekeringan besar berada di jalur pantura Jawa karena menurunnya curah hujan. Namun, faktor lain juga perlu dihitung, yakni dengan memaksimalkan pemanfaatan sungai, embung, dan waduk yang masih banyak debit air dan bisa dilakukan pompanisasi.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kementan juga sudah melakukan koordinasi massif di setiap daerah agar langkah antisipatif tersebut berjalan maksimal, yakni dengan mengerahkan babinsa, dinas pertanian, Kodim, Tim Upaya Khusus (upsus), dan Kantor Cabang Dinas (KCD). Selain itu ada upaya pengamanan standing crop bekerjasama dengan TNI agar hambatan di lapangan bisa diatasi.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Semua turun untuk meyakinkan bahwa kekeringan bukan halangan tetapi opportunity. Pemetaan, pendataan, hingga penerapan langkah antisipatif diharapkan bisa maksimal,” pungkas Gatot mengulang permintaan Menteri Amran Sulaiman.(RS)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *