Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

28 September 2018

Ketika Impor Beras Menjadi Blunder

Ketika Impor Beras Menjadi Blunder
28 September 2018

Ketika Impor Beras Menjadi Blunder

Pilarpertanian - Pilar – Impor komoditas pangan utama seperti beras ke dalam negeri dinilai berisiko dan menjadi blunder jika tidak berdasarkan analisa yang mendalam dan cermat. Risiko kesalahan data mengenai impor akan berakibat negatif secara langsung ke jutaan petani. Hal ini diungkapkan oleh akademisi ekonomi pertanian IPB Sahara Djaenudin, di Jakarta, Kamis (27/9/2018).
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Menurut Sahara, soal beras memang selama ini memerlukan pembenahan data antar sektor instansi yang berwenang. Simpang siur informasi dan data mengenai kebijakan impor beras justru menjadi blunder dan tak mencapai sasarannya untuk pendukung ekonomi negara Indonesia.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Padahal, sambungnya, yang diharapkan dari kebijakan oleh sebuah pemerintahan adalah menjaga stabilitas ekonomi, dalam kasus beras stabilitas harga pangan dalam negeri.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Contoh, ketika saat ini produksi beras cukup dan impor masuk, maka banjir beras di pasar. Jika harga beras di pasar turun lalu harga diterima petani tidak menutupi biaya produksi, di musim panen mendatang petani jadinya tidak mau lagi menanam padi,” ujar Sahara.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Oleh sebab itu, tegas Sahara, pelaksanaan impor tanpa analisa dan studi yang mendalam, apalagi stok beras di pasaran cukup, maka secara hukum ekonomi akan membuat harga menurun. Imbasnya jangka panjang terhadap petani adalah kesejahteraan yang rendah sebab mengecilnya angka pendapatan dari pekerjaannya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Apalagi yang menerima dari dampak besar diberlakukannya impor ketika masa produksi atau masih sedang panen adalah petaninya sendiri sebagai produsen utama beras.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Jika petani tak memperoleh margin atau insentif dari subsektor padi yang ditanamnya, maka membuka kemungkinan mereka pindah untuk menanam komoditas pertanian lainnya sehingga Indonesia ke depannya akan minim produksi beras,” tambahnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Oleh karena itu, Sahara menilai kebijakan mengenai impor komoditas pangan juga perlu diimbangi dengan kepastian jaminan perlindungan konsumen dengan kebijakan tertentu. Sebab, jangan sampai penetapan diberlakukannya impor seperti beras menjadi keuntungan untuk pemburu rente.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Misalnya kuota tadi berapa ribu ton jumlahnya diberikan kepada oknum rente, nah pihak tersebut yang dapat keuntungan. Sedangkan pemerintah dan konsumen tidak dapat apa-apa. Istilahnya tidak dapat penerimaan,” terangnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Sebagai informasi, Kementrian Pertanian, menyebutkan luas tanam padi terus bertambah jumlahnya dari tahun lalu sampai kini. Pada Agustus 2017, luas tanam padi adalah 805 ribu hektare (ha), sedangkan bulan yang sama tahun 2018 telah mencapai 1,05 juta ha.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kementerian Pertanian menargetkan pada September telah bertambah lagi angka luas tanam padi menjadi 1,5 juta ha. Produksi panen pangan tercatat pada tahun 2017 juga mencapai 81 juta ton. (CN)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *