Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

23 April 2020

Meski Tak Mudah, Bertani Rimpang Janjikan Peluang Bisnis di Masa Covid 19

Meski Tak Mudah, Bertani Rimpang Janjikan Peluang Bisnis di Masa Covid 19
Foto : Tony Fajar yang Menjadi Petani Rimpang Sekaligus Pengusaha dengan Omzet Jutaan Rupiah
23 April 2020

Meski Tak Mudah, Bertani Rimpang Janjikan Peluang Bisnis di Masa Covid 19

Pilarpertanian - Pilar Pertanian – Merebaknya virus Corona menjadi peluang pasar bagi para petani yang membudidayakan rimpang atau empon-empon yang bermanfaat untuk menangkal covid-19 yang disebabkan virus corona.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Petani rimpang (utamanya jahe dan kunyit) di Wonogori, Provinsi Jawa Tengah mulai terhimbas dengan meningkatnya permintaan masyarakat terhadap rimpang, sesuai hukum ekonomi bila permintaan meningkat tentu harga juga meningkat.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Menurut Tony, petani muda dari desa Pucung, Kecamatan Kismantoro, Kabupaten Wonogiri ini mengungkapkan sebenarnya tingginya harga rimpang (kunyit, jahe, temu lawak, kencur) saat ini, bukan hanya dikarenakan adanya covid-19, namun juga disebabkan adanya gagal panen akibat serangan layu fusarium dan uret serta disebabkan musim hujan yang pendek. Tony mengatakan bahwa untuk mengawali usaha memang tidak mudah, sebagai petani rimpang.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Tahun 2006, saya berhasil membeli lahan seluas 4 ha di Kismantoro, Wonogiri, yang ditanami tanaman buah seperti, alpukat, durian, pisang kirana, klengkeng new kristal yang dikelola secara tumpang sari dengan tanaman rimpang seperti jahe, kunyit, kencur, temu lawak dan porang, bahkan ketela pohon, papaya California dan berbagai sayuran untuk mengantisipasi apabila harga rimpang jatuh,” ujarnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Saat ini Tony Fajar Utama diusia 40 tahun sudah menjadi pengusaha yang melakukan budidaya, pengolahan dan pemasaran tanaman rimpang yang berhasil. Hasilnya ditunjukkan dari panen kunyit (fresh) per hektar mencapai 20 ton (Rp. 2.500/kg), jahe 20 ton/ha (Rp. 35.000/kg), kencur 10 ton/ha (Rp. 40.000/kg), temu lawak 40 ton/ha (Rp. 4.000/kg), daun sembung kering dengan harga Rp. 20.000/kg).
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Jahe kering dan kunyit disupply ke perusahaan jamu dan bumbu, sisanya dikirim ke Surabaya 2 kali seminggu. Sampai saat ini omzet bisnis rimpangnya per minggu mencapai Rp. 50 juta, dengan adanya virus corona omset naik dua kali lipat mencapai Rp. 100 juta perminggu. Hal ini masih ditambah dengan bisnis keluarga yang dikelola oleh isterinya berupa olahan minuman jahe instan yang dijual Rp. 90.000/kg.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Saya berharap usaha saya bisa lebih maju dengan produksi yang lebih tinggi lagi dan sangat mengharapkan adanya bimbingan dari penyuluh terutama yang paham terhadap budidaya dan pengolahan rimpang,” tandasnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Ini tentunya menjadi tugas instansi teknis agar bisa membekali para penyuluh dengan pengetahuan/keterampilan budidaya rimpang dan olahannya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kesadaran masyarakat untuk back to nature, membuat petani rimpang lebih bergairah menanam. Tony, salah satu petani yang menjalankan instruksi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo bahwa petani sebagai produsen pangan termasuk tanaman rimpang harus dipastikan memperoleh harga jual yang layak sehingga petani terjaga kesejahteraan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Tony bertekad untuk mengembangkan usaha rimpangnya sejalan arahan Dedi Nursyamsi Kepala Badan PPSDMP agar petani tetap bergairah menanam dan panen di sawah atau di lahan pekarangan khususnya tanaman rimpang sebagai penambahan imunitas tubuh guna menangkal virus corona, juga karena harganya yang lumayan menjanjikan. (bs)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *