Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

22 April 2020

Nasib Mantan Pegawai Honorer Yang Memilih Jadi Petani Milenial

Nasib Mantan Pegawai Honorer Yang Memilih Jadi Petani Milenial
Foto : Gestianus Sino, Mantan Pegawai Honorer Dinas Pertanian NTT yang Sukses Menjadi Petani Milenial.
22 April 2020

Nasib Mantan Pegawai Honorer Yang Memilih Jadi Petani Milenial

Pilarpertanian - Pilar Pertanian – Menjadi pegawai kantoran bagi sebagian kalangan merupakan sesuatu yang bergengsi. Pakaian yang rapi, jam kerja sudah pasti, dan besaran gaji yang diterima tentu memadai.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Tapi hal itu justru tidak menarik bagi Gestianus Sino. Kendati awalnya dia merupakan tenaga honorer di Dinas Pertanian Provinsi NTT, anak milenial justru tak merasakan kepuasan. Banting setir menjadi petani pengusaha dalam budidaya hortikultura dengan mengembangkan konsep pertanian organik terpadu, menjadi pilihannya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Pemuda asal Kampung Detukopi, Kecamatan Mego, Kabupaten Sikka ini dalam kesehariannya juga sebagai Ketua Pusat Pelatihan Pertanian Perdesaan Swadaya (P4S) GS Organik Matani, yang dibina Pusat Pelatihan Pertanian Kementan. Gestianus Sino alias Gesti, adalah petani organik NTT yang mengembangkan konsep pertanian terpadu di atas lahan seluas sekitar 1.000 m2 di Desa Penfui Timur, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Pada 2011, dia membeli lahan dengan modal yang dipinjam dari salah satu koperasi. Saat itu, status Gesti sebagai pegawai honorer di Dinas Pertanian Provinsi NTT. Gesti meninggalkan pekerjaan yang dianggap nyaman bagi kebanyakan orang NTT dan memulai usaha yang belum dipastikan berhasil.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Karena dasarnya ketika kita bekerja di tempat lain gaji Rp 1 juta – Rp 2 juta, kita punya duit. Tetapi ketika kembali ke rumah kita pakai membeli lombok, sayur, jagung, pepaya, ikan, atau telur, mendingan satu bulan disini dapat Rp 500 ribu tapi yang lain itu free. Itu awalnya pemikiran saya,” ungkapnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Gesti yang sarjana pertanian memutuskan sepenuh hati memilih profesi sesuai pendidikannya sebagai jalur bisnis. “Ini adalah panggilan hati. Dulu orang bertani karena keturunan. Sekarang saya sendiri memilih jadi petani”, jelasnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Pada 2013, ia memutuskan untuk meninggalkan status pegawai honorer dan mulai menggarap lahannya dengan menanam pepaya california. Saat pepaya mulai bertumbuh besar, Gesti melihat air yang dipakai untuk menyiram pohon-pohon pepaya terbuang percuma. Karena itu ia mulai berpikir untuk memanfaatkan air yang terbuang itu dengan membuat bedengan sayur di celah-celah pepohonan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Dan waktu itu setelah menanam pepaya baru ada kepikiran untuk menanam tanaman lain. Karena air buangan yang melimpah waktu itu, saya pikirkan lagi bagaimana memanfaatkan untuk menanam tanaman lain,” pungkasnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Konsep awal Gesti menanam sayur-sayuran bukan untuk bisnis tetapi untuk kebutuhan rumah tangga saja. Namun dalam perjalanan, dia melihat hasil tanamannya mempunyai kualitas yang bagus dan dinilai layak dipasarkan untuk kebutuhan konsumen. Di saat yang sama semakin banyak orang yang mencari sayur organik. Pada 2014, ia menanam tanaman horti dan sayur-sayuran untuk kebutuhan bisnis.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Saya memulai pengembangan, dengan membedakan mana sayur yang tidak dijual di pasar dan punya nilai ekonomi tinggi. Yang kita tanam, misalnya Brokoli, lobak, beat, dan somay,” ungkapnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Di lahannya yang masih tersisa, Gesti memanfaatkan lewat pertanian terpadu dengan menggabungkan ikan lele, ayam kampung, ternak kambing, dan aquaponic dalam satu lahan. Hasilnya dijual dan kebun tersebut dijadikan sebagai sekolah pertanian.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Dari usaha pertanian organik terpadu itu ia meraup omset sekitar Rp. 232 juta per tahun. Saat ini ia sudah memiliki sejumlah karyawan, dan membuka kantor konsultan pertanian. Kini pria kelahiran 22 April 1983 itu menjadi salah satu penyuplai sayuran dan buah organik untuk swalayan, hotel dan perumahan-perumahan yang ada di Kota Kupang.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Saya juga ada pelanggan-pelanggan di kantor dinas. Dan juga punya grup penjualan online untuk dikonfirmasi melalui grup wa, atau sesekali melalui email,” tutur Duta Petani Muda Indonesia ini. Gelar duta itu disematkan pada Desember 2018, dan pada 2020 dikukuhkan menjadi petani milenial Provinsi NTT oleh Kementerian Pertanian.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Ia merasa prihatin apabila lahan pertanian tidak dimaksimalkan. Profesi petani dirasakan Gesti sangat nyaman karena memiliki fleksibilitas waktu, namun tetap berpenghasilan cukup.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Kalau lahan pertanian tidak digunakan bertani maka lahan yang ada lama-lama bisa habis. Inilah kesempatan menghancurkan doktrin negatif bahwa bertani sulit kaya. Bertani bisa sukses. Sayang kalau sarjana pertanian tapi tidak bertani. Penghasilan saya bisa melebihi gaji PNS,” ucapnya penuh semangat.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Kepada pemuda di NTT, Gesti menyarankan agar berhenti menggantungkan nasib pada test CPNS. Kalau mimpi untuk pegawai negeri saja diakuinya sudah agak sulit. Lebih baik berwiraswasta, karena bisa mensejahterakan keluarga sendiri dan orang lain. Kita menunggu kapan pegawai negeri ini tapi setiap hari kita makan tiga kali ini, pagi, siang dan malam.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Sejalan dengan Apa yang dilakukan Gesti ini sejalan dengan tekad Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) yang telah meluncurkan Penumbuhan dan Penguatan Petani Milenial 2019. Program ini melibatkan satu juta petani milenial yang tergabung dalam 40 ribu kelompok petani di seluruh Indonesia. Generasi milenial terus menjadi target untuk mendongkrak kualitas SDM Pertanian.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menaruh harapan pertanian pada generasi milenial. Menurutnya, milenial harus berani menjadi petani atau mendirikan startup pertanian.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Usaha pertanian itu paling pasti untuk dilakukan. Selain untuk ekonomi, bisa juga membuka lapangan kerja. Coba bandingkan dengan usaha tambang yang membutuhkan waktu 10-20 tahun baru bisa mendatangkan hasil,” ungkap Mentan.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Sementara itu, Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi menuturkan regenerasi petani tidak luput dalam program aksi BPPSDMP. Sebab sebanyak 33 juta petani di Indonesia merupakan generasi milenial.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Mentan Syahrul menargetkan dalam lima tahun mendatang, petani pengusaha milenial mencapai 2,5 juta orang. Inilah yang harus kita ciptakan dan dilatih untuk memajukan sektor pertanian sebab generasi milenial adalah generasi penerus bangsa,” beber Dedi.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Prof. Dedi menambahkan jika regenerasi ini bisa tercipta melalui penyuluhan, pendidikan dan pelatihan dengan sentuhan teknologi 4.0.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Sekarang sudah banyak alsintan modern yang bisa digunakan dan diadaptasi oleh generasi milenial untuk mempermudah pekerjaan mereka,” tuturnya. (OIR)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *