Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

30 March 2020

Anggota Komisi IV DPR : Swasembada Bawang Putih Makin Menjauh, Aturan Dilanggar Tanpa Ada Penegakan Hukumnya

Anggota Komisi IV DPR : Swasembada Bawang Putih Makin Menjauh, Aturan Dilanggar Tanpa Ada Penegakan Hukumnya
Foto : Anggota Komisi IV DPR RI, Andi Akmal Pasluddin
30 March 2020

Anggota Komisi IV DPR : Swasembada Bawang Putih Makin Menjauh, Aturan Dilanggar Tanpa Ada Penegakan Hukumnya

Pilarpertanian - Pilar Pertanian – Anggota DPR RI, Komisi IV, Andi Akmal Pasluddin sangat menyayangkan atas ketetapan kebijakan pembebasan impor bawang putih dan bawang bombay hingga 31 Mei 2020 oleh Kementerian Perdagangan. Kebijakan ini berkonsekuensi Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) di Kementerian Pertanian (Kementan) dan Surat Perizinan Impor (SPI) di Kementerian Perdagangan (Kemendag) tidak akan diperlukan lagi.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Selama ini kita di DPR, hampir seluruh anggota Komisi IV sudah berupaya mengkritisi RIPH di Kementerian Pertanian sebagai kementerian teknis. Bila ini dihapuskan, maka upaya kita semua untuk mewujudkan swasembada produk hortikultura seperti bawang putih menjadi tidak jelas kedepannya”, urai Akmal.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Politisi PKS ini mengatakan, negara Indonesia adalah negara hukum. Situasi yang membuat panik terkait wabah covid-19 ini lantas tidak boleh membuat pemerintah se-enaknya melanggar peraturan yang sudah disepakati bersama menjadi lembaran negara. UU Hortikultura No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura sangat tegas agar segala rekomendasi perizinan mesti dipenuhi yang berasal dari kementerian teknis. Syarat ini perlu dipenuhi agar impor dapat dilaksanakan sehingga ada simulasi yang aman dari segala aspek baik terkait keamanan, kesehatan hingga perlindungan petani yang berhubungan dengan stok dan harga yang beredar di pasaran.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Berkaitan dengan pembebasan impor tanpa RIPH ini, Selain melabrak UU No.13 Tahun 2010 tentang Hortikultura, juga sekaligus menyepelekan UU 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Hilang sudah Perlindungan dan Pemberdayaan Petani untuk mewujudkan kedaulatan dan kemandiriannya dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan yang lebih baik. Ketika para produk impor menguasai ketersediaan bawang putih secara bebas masuk, maka kerugian petani akan terdampak secara luas”, jelas Akmal.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Data yang diterima Akmal per akhir Maret ini, Kementan telah merilis RIPH tahun 2020 sebanyak 450 ribu ton bawang putih untuk 107 Importir. ini artinya sudah sekitar 80 % kebutuhan nasional per tahun telah tercapai. Dilain pihak, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang bombai, sudah terbit 227 ribu ton atau dua kali lipat kebutuhan nasional per tahun.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Pembebasan RIPH bawang putih dan bawang bombai ini bila terus dilanjutkan, lanjut Legislator Sulsel II ini, maka pemerintah sendiri melalui Kementerian perdagangan yang berlaku melanggar UU No.13 Tahun 2010 dan UU 19 Tahun 2013. Selama ini kementerian pertanian sudah sejalan dengan RIPH bawang putih dan bawang bombay melebihi kebutuhan nasional. Namun ada yang tidak baik pola komunikasi, koordinasi dan eksekusi di lapangan atas sehingga muncul kebijakan yang seolah pro rakyat, padahal dalam jangka menengah akan menghantam rakyat sendiri di kalangan petani.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Saya meminta pemerintah tidak pro pengusaha dan importir saja. Tapi lihat dan simulasi kebutuhan rakyat di kalangan petani dengan teliti. Kita tidak mengetahui dampak besar yang menunggu bila pejabat bermain-main untuk sebuah regulasi. Ujung-ujungnya, masyarakat yang mendapat getah paitnya”, tutup Andi Akmal Pasluddin. (bs)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *