Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

09 March 2021

Tingkatkan Produktivitas Pertanian, Petani Harus Transformasi

Tingkatkan Produktivitas Pertanian, Petani Harus Transformasi
Foto: Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi, berikan semangat kepada penyuluh dan petani saat kunjungan ke BPP Cimaung, Kabupaten Bandung, dalam rangkaian kegiatan Kunjungan Pers BPPSDMP 2021.
09 March 2021

Tingkatkan Produktivitas Pertanian, Petani Harus Transformasi

Pilarpertanian - Indonesia adalah bangsa yang terkenal dengan kekayaan alamnya, berbagai jenis hasil alam yang bermanfaat bagi kehidupan manusia banyak bersumber di negara ini. Seiring perkembangan waktu, semakin banyak permintaan kebutuhan terutama dalam memenuhi kebutuhan sandang pangan.

Dalam hal ini, sandang pangan sangat identik dengan industri pertanian, artinya pertanian kita harus mampu memproduksi hasil taninya demi memenuhi kebutuhan pokok bagi seluruh masyarakat Indonesia, terlebih lagi jika hasil pertanian Indonesia bisa tembus ke pasar luar negeri.

Semakin banyaknya permintaan maka produktivitas pertanian juga harus ditingkatkan. Sekarang ini kita harus melakukan transformasi dari pertanian tradisional ke pertanian modern, karena pertanian tradisional dicirikan dengan bertani secara manual seperti olah tanah dengan cangkul, pengendalian OPT dengan disemprot manual, penggunaan varietas lokal, dan sebagainya. Hal tersebut membuat produktivitas yang lambat.

“Dulu penduduk kita masih kurang 100 juta, dengan cara tradisional dengan produktivitas rendah tidak apa-apa, sekarang penduduk kita sudah 270 juta jiwa dari Sabang sampai Merauke, artinya kalau kita berproduksi secara tradisional tidak mungkin mampu menyediakan pangan bagi 270 juta penduduk Indonesia. Berarti kita harus terus genjot produktivitas melalui pertanian modern.” Ungkap Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi.

Ciri-ciri pertanian modern ada tiga yaitu, pertama, pemanfaatan produk bio sains, artinya varietasnya berpotensi mendapatkan hasil yang tinggi. Kedua, pemanfaatan Alat Mesin Pertanian (Alsintan), mulai dari pemanfaatan traktor roda dua dan roda empat, untuk tanam yaitu ada transplanter, untuk pengendalian hama, dan untuk panen ada mesin harvester, sampai pengering ada dryer, dan sebagainya. Ketiga, pemanfaatan IT, internet, big data, robot construction, dan semua yang terkait dengan inovasi teknologi era industri 4.0.

Sedangkan indikasi pertanian modern yaitu meliputi produktivitas yang tinggi dan hemat. “Bayangkan jika kita mengolah tanah dengan traktor roda empat, jika kita secara manual mengolah tanah satu hektar saja perlu waktu satu minggu, tapi dengan menggunakan traktor, satu hari bisa mengolah 8 hektar, artinya dengan Alsintan bisa meningkatkan efisiensi tenaga kerja sampai 60%”. Ujar Dedi.

Peran utama yang pertama kali harus melakukan transformasi tidak lain adalah petani, kalau pemikirian petani masih tradisional, tidak mungkin petani itu akan menggunakan varietas pertanian modern, tidak mungkin petani itu menggunakan Alsintan yang modern, tidak mungkin dia memanfaatkan internet of stream IoT, big data, dan yang lainnya.

“Jadi yang pertama dan utama di dalam transformasi ini adalah petaninya dulu! Kemudian kita juga harus melakukan transformasi, dulu pertanian itu hanya sekedar kewajiban dan kebiasaan bahkan keterpaksaan. Sekarang pertanian itu harus bisnis, dan harus menghasilkan duit, pertanian itu harus menjadi pabrik duit. Jadi perspektif pertanian itu harus diubah”. Tambah Dedi tegas.

Selain itu, sebelum petani mengubah mindsetnya menjadi petani modern, penyuluh juga harus lebih dulu merubah mindsetnya.

Salah satu cara untuk mendapatkan keuntungan yang besar dari sektor pertanian adalah dengan pengelolaan sampai hilir, hal itu terbukti memberikan keuntungan sektor pertanian yang jauh lebih besar daripada yang pengelolaannya hanya berhenti di hulu.

Contoh petani yang pengelolaannya sampai di hulu saja adalah petani yang harus menunggu selama 4 bulan dengan resiko kekeringan, kebanjiran, resiko hama penyakit, dan sebagainya, lalu hasil pertanian padi itu hanya menjadi gabah seharga Rp. 4.000/kg.

Sedangkan jika petani padi menambah lagi 1 minggu untuk proses produksi beras, maka bisa dua kali lipat keuntungannya, apalagi kalau packagingnya bagus dan bisa dijual di mall atau supermarket, harganya bisa naik lagi jadi Rp. 20.000/kg, dan itu artinya menambah lima kali lipat keuntungan, artinya semakin hilir nilai tambahnya semakin besar.

“Jadi petani padi jangan jual padi, petani ubi jangan jual ubi, tapi harus jual olahannya, karena olahan itu sebetulnya memberikan nilai yang semakin besar. Ditambah lagi negara kita itu negara pertanian, negara tropis, yang artinya negara yang syarat pertaniannya itu lengkap, dengan suhu yang optimal, dan air yang berlimpah”. Tuturnya. (OIR)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *