Pilar Pertanian

Berita Pertanian Aktual

03 June 2019

E-Commerce TTI, Dekatkan Petani dan Konsumen

E-Commerce TTI, Dekatkan Petani dan Konsumen
03 June 2019

E-Commerce TTI, Dekatkan Petani dan Konsumen

Pilarpertanian - Pilar Pertanian – Gonjang ganjing harga produk pangan kerap membuat pemerintah harus menjadi ‘pemadam kebakaran’ mengatasi persoalan tersebut. Rendahnya harga di tingkat Petani atau produsen dan melonjaknya harga di tingkat konsumen, karena rantai pemasaran yang cukup panjang.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Guna menjaga stabilisasi harga pangan dan memotong mata rantai distribusi komoditas pertanian, sejak beberapa tahun terakhir, pemerintah mengembang Toko Tani Indonesia (TTI). Dengan keberadaan TTI diharapkan produsen dan konsumen mendapatkan harga yang wajar.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Dalam pengembangannya, pemerintah memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk membuka TTI. Artinya, pemerintah hanya mengelola TTI Centre, sedangkan masyarakat umum bisa mengelola atau membuka TTI di wilayahnya masing-masing.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Untuk meningkatkan pelayanan TTI, pemerintah pun mengembangkan E-Commerce TTI. Dengan sistem online tersebut, produsen dan pengelola TTI dapat lebih mudah bertransaksi. Ibarat simbiosis mutualisme. Bagi produsen, baik petani maupun gabungan kelompok tani (gapoktan) tidak lagi kesulitan memasaran produknya. Sedangkan pengelola TTI juga lebih mudah mendapatkan barang.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Aplikasi E-Commerce TTI ini bisa diunduh di Playstore dengan nama Toko Tani Indonesia,” kata Manajer TTIC, Inti Pertiwi Nasywari di Jakarta, beberapa waktu lalu. Namun lanjutnya, aplikasi tersebut saat ini hanya untuk pengelola TTI dan produsen (petani dan gapoktan). Jadi sifatnya masih B to B (Business to Business), bukan B to C (Business to Customer).
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“User name aplikasi ini hanya diberikan kepada produsen atau gapoktan dan pengelola TTI,” katanya. Namun Inti menambahkan, pihaknya saat ini juga tengah membangun aplikasi B to C yang nantinya diharapkan lebih mudah mempertemukan produsen atau pengelola TTI dengan konsumen. 
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Nilai Transaksi
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Data TTIC selama tahun 2018 ada sebanyak 1.173 yang mengunduh aplikasi tersebut, baik petani, gapoktan maupun pengelola TTI. Bahkan tahun lalu nilai transaksi E-Commerce mencapai Rp 8,6 miliar. Sedangkan tahun ini hingga Mei 2019 sudah mencapai Rp 3,5 miliar. “Kami harapkan hingga akhir tahun nilai transkasi E-Commerce akan lebih tinggi dari tahun lalu,” ujarnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Inti yang juga Kepala Bidang Distribusi Pangan, Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian mengatakan, saat ini aplikasi E-Commerce TTI masih sebatas untuk komoditas beras. Namun ke depan, pihaknya berencana mengembangkan untuk komoditas lainnya, seperti cabai dan bawang merah.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Banyak keuntungan aplikasi ini. Bagi produsen menurut Inti, lebih mudah memasarkan produknya. Sedangkan bagi pengelola TTI mendapatkan kepastian barang. Sebab, dalam aplikasi E-Commerce TTI ada pilihan seperti, waktu pengantaran barang, jenis modal transportasi dan nomor kontak masing-masing (gapoktan dan pengelola TTI).
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
“Karena ada nomor kontak, pengelola TTI dan gapoktan bisa saling bernegosiasi,” ujarnya. Keuntungan lainnya menurut Inti, dapat terlihat transaksi yang sedang berjalan, baik yang sedang proses, sedang berlangsung maupun sudah selesai transaksinya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Data TTIC, saat ini transaksi terbesar berada di wilayah Jabodetabek, Jawa Barat dan Banten. Penjual terbesar ke TTI adalah Gapoktan Sedulur Bae di Tangerang, Banten, selanjutnya Kelompok Tani Wangi Mekar dan Mulya Tani, Bogor. Sementara TTI  yang order terbesar adalah Toko Sely di Tangerang dengan jumlah transaksi sebanyak 19 kali atau sebanyak 9,5 ton beras.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Meski E-Commerce TTI mudah diaplikasikan, namun Inti mengakui, tidak semua petani (gapoktan) dan pengelola TTI melakukan transaksi. Diantara penyebabnya adalah terbatasnya kemampuan petani menggunakan aplikasi tersebut. “Karena itu kita terus melakukan sosialisasi cara penggunaan aplikasi TTI. Pelatihan pun kita lakukan terpisah antara pengurus gapoktan dan pengelola TTI,” tuturnya.
Baca Selengkapnya di Pilarpertanian.com
Ke depan, Inti berharap, bukan hanya pengembangan E Commerce TTI B to C, tapi juga aplikasi B to B bisa menjalar ke wilayah lain, bukan hanya sebatas DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten, tapi provinsi lainnya di Indonesia. Saat ini yang sudah mulai adalah Bali.Semoga harapan itu bisa cepat terlaksana. Produsen, pengelola TTI dan konsumen pun senang.(RS)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan

Artikel Terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *